🍝 - Dua Minggu

167 14 14
                                    

Catatan Author :

Hai, readers!

Maaf hampir sebulan ini author nggak update, karena belakangan ini lagi stuck ide + tugas menggunung. Semoga ceritanya bisa menghibur kalian walaupun pendek👉👈

Happy reading♡

--

Kamu adalah orang ambisius yang mempunyai dua tujuan hidup. Yang pertama adalah untuk mengalahkan seorang Kono Junki. Dan yang kedua adalah mencoba menaklukkannya. Kamu punya berbagai macam alasan mengapa targetmu adalah dia. Salah satunya adalah karena kalian adalah teman sejak kecil.

Tanganmu sibuk menulis jawaban dari soal matematika, di saat teman-teman sekitarmuーatau yang kau anggap sebagai kenalanーsedang melakukan berbagai aktivitas di waktu istirahat. Ada yang fokus dengan makan siangnya. Ada juga yang sedang bercanda ria tanpa ada kekhawatiran akan ujian akhir semester. Sedangkan kamu duduk di bangku pojok dengan mata dan pikiran yang fokus terhadap buku. Tidak ada istilah istirahat dalam kamusmu.

Pintu kelas terbuka dengan keras, membuat semua penghuni kelas menoleh ke arah sumber suara. Lelaki dengan senyuman khasnya berteriak keras, "Woi, semua!!"

Kelas mendadak menjadi hening. Semua mata tertuju padanya. Kamu tidak memperhatikannya sampai ia meneriakkan namamu. Junki menghampirimu dan segera menarik tanganmu. "Apa kau bodoh?!"

Kamu, yang merupakan peringkat kedua di kelas, merasa tersinggung mendengarnya. "Haruskah kau berbicara dengan suara yang keras?" Pensil serta buku tergeletak begitu saja di atas bangkumu. Kini kamu dan Junki sedang berjalan keluar kelas. "Kita mau kemana?" tanyamu pelan. Kamu berjalan sambil menunduk. Degup jantungmu mengalahkan suaramu.

"Ke kantin. Kau pasti belum makan, kan?"

Kamu mengangguk. Salah satu alasan mengapa kau menyukainya adalah karena masing-masing dari kalian hapal kebiasaan bahkan sekecil ini. "Kau tidak perlu berteriak sekeras itu, tahu?" katamu dengan wajah yang merona malu.

Junki menjawab, "Sampai gempa bumi pun, kau akan fokus dengan buku pelajaran. Hidup itu tidak hanya soal pelajaran. Amati keadaan sekitar, kau bisa belajar dari sana. Pengalaman adalah guru terbaik."

Kamu mendengus kemudian tersenyum kecil. "Apa-apaan, sok keren seperti itu."

"Aku memang keren." balas Junki dengan wajah penuh percaya diri. Ia menghentikan langkahnya tatkala sampai di salah satu gerai makanan kesukaan kalian. "Kau mau pesan apa?"

"Terserah."

Junki memesan kari dua porsi, sedangkan kamu sibuk mencari bangku kantin yang kosong. Matamu menangkap sebuah bangku kantin yang kosong dekat taman. Kamu menarik-narik lengan Junki. "Disana." katamu.

Setelah membayar, kalian segera menghampiri bangku tersebut dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Namun itu tidak berlangsung lama, karena Junki mulai membuka percakapan.

"Bagaimana kabar ayah dan ibumu?"

Kamu yang awalnya memandangi sekitar, menoleh ke arahnya. "Baik. Ayah masih dengan kebiasaannya menonton televisi di pagi hari. Kalau ibu sibuk mengurus adik." Kamu saling menautkan jarimu gelisah, memikirkan topik pembicaraan apa yang bisa dibahas kali ini. "Kali ini kau belajar, kan?" tanyamu secara spontan.

Junki terkekeh. "Aku tidak perlu belajar untuk mengalahkanmu. Kali ini kau ingin taruhan berapa? 10 menit? 15 menit?"

"Aku tidak ingin bertaruh untuk sesuatu hal yang sepele." Kamu melihat pesanan kalian yang akan sampai dari arah Junki. "Ah, sudah datang."

Salah satu pegawai gerai makanan tersebut meletakkan dua porsi kari di atas meja. Tidak lupa dengan minuman yang kami pesan. Junki menatap nasi kari dengan mata yang berbinar-binar. "Selamat makan!" Kamu mengikuti ucapannya dalam hati.

Acara makan berlangsung dengan tenang. Junki menghabiskan karinya dengan cepat dibanding kamu. Selalu lebih cepat dibanding denganmu. Kamu menatapnya datar. "Dari dulu tidak pernah berubah."

Junki tersenyum lebar. "Kau yang terlalu lamban. Ayo ke kelas." Ia menggandeng erat tanganmu dengan wajah yang cerah. Sedangkan wajahmu sudah memerah seperti tomat. "J-junki...."

Tidak butuh waktu lama bagi kalian untuk menjadi pusat perhatian. Junki, seorang lelaki yang terkenal akan kepribadiannya yang hangat dan pintar, sedang bergandeng tangan denganmu. Beberapa dari mereka menyoraki kalian, bahkan ada yang bertanya dengan keras. "Jun, lo beneran pacaran?!"

"Dua minggu!" balas Junki.

"Junki!" teriakmu. Namun suaramu kalah dengan orang di sekitarmu.

Koridor menuju kelas kalian terasa sangat panjang karena jalan yang kalian lewati begitu ramai. Sesaat setelah kalian sampai di kelas, beberapa dari mereka mengikuti kalian. Untungnya saja Junki peka dan langsung mengusir mereka.

Jantungmu masih berdegup kencang karenanya. Dalam lubuk hatimu kamu merasa sangat senang, namun pikiranmu berpikir jauh tentang jawaban Junki. "Kau tahu tidak, jawabanmu mengundang gosip." Begitulah kamu memulai percakapanmu dengannya. Kedua tanganmu terlipat di depan dada.

"Apa?"

Kamu menghela napas kasar. "Dua minggu itu bisa memiliki arti yang lain."

Junki berjalan mendekatimu. Terus mendekatimu sampai-sampai kau harus mundur beberapa langkah, hingga akhirnya bertabrakan dengan tembok.

"A-apa?" Kini giliranmu yang bertanya padanya. Kedua tangannya mengurungmu begitu saja. "Apa yang kau lakukan?" tanyamu dengan suara yang ciut.

"Memang apa artinya?"

Kamu mengalihkan pandanganmu ke samping. "B-bukan apa-apa!"

Junki memegang dagumu lantas melumat bibirmu dengan lembut. Sejenak kedua matamu tertutup untuk merasakan kelembutannya. Ia tersenyum seraya berkata, "Kalau begitu ini juga bukan apa-apa, kan?"

--

JO1 Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang