A

1.5K 140 7
                                    

Begitu Chanyeol Park berbelok ke Gyeongnidan-gil, rambut-rambut halus di tengkuknya langsung bereaksi.

Mengemudi melintasi Itaewon-dong---daerah pinggir kota yang dulu pernah menjadi rumahnya---terasa sudah cukup buruk, namun jalan ini menyimpan lebih dari sekadar kenangan yang lama dipendamnya.

Gyeongnidan-gil mencerminkan segala hal yang dia hindari, segala sesuatu yang ingin dia lupakan.

Namun, sekarang dia di sini melintasi keramaian lalu lintas, mencari tempat parkir, berusaha fokus pada jalan dan menghalau kenangan-kenangan yang berlarian di benaknya bagaikan siaran ulang film buruk.

Mengendarai sepeda ke Sowol Street untuk menonton tim sepak bola favoritnya berlatih, berjalan ke sekolah lokal, menjemput Jihoon dari rumah teman: itu bukan kenangan buruk, hanya cuplikan-cuplikan masa lalunya. Masa lalu ketika dia membesarkan Jihoon dan mengemban tanggung jawab yang terlalu besar sejak masih sangat muda. Masa lalu yang dipenuhi dengan membuat bekal makan siang, memeriksa pekerjaan rumah, dan memasak makan malam. Masa lalu ketika dia tidak punya kesempatan untuk menjadi anak-anak.

Tetapi situasi itu menghasilkan beberapa hal positif. Jihoon menyayangi Chanyeol dan begitu juga sebaliknya. Chanyeol rela melakukan apa pun demi adiknya, dan itu juga satu-satunya alasan dia ada di tempat ini sekarang.

Sambil memarkir mobil Jaguar-nya di tempat parkir khusus, dia mengabaikan perasaan aneh dalam dirinya. Aku, gugup? Pikirnya. Lucu sekali, itu yang akan dikatakan seluruh pegawainya di Gloowy.

Menghasilkan miliaran dolar? Menaklukan industri hiburan dalam sekejap? Menjadi yang terbaik dalam bisnis? Chanyeol bisa melakukannya dengan mata tertutup. Dia tak punya waktu untuk gugup, tapi saat melewati Gyeongnidan-gil yang telah direnovasi dan dipadati kafe serta butik trendi, jauh berbeda dari jalan yang dulu dia kenal, mau tak mau dia cemas.

Jika kembali ke sini masih kurang buruk, menyusuri beberapa toko vintage mewah demi mengatur pesta lajang adiknya cukup menimbulkan kengerian bagi pria paling tegar sekalipun.

Ponselnya berbunyi dan dia membalas pesan dari asisten pribadinya; sebelah mata mengawasi ponsel, sebelah lagi mengamati deretan toko sampai dia menemukan tujuannya.

City Retro.

Tertulis dengan warna biru pastel cerah dan huruf melengkung dengan latar belakang gambar sepatu, topi, dan lipstik. Chanyeol lebih suka berada di tempat lain, tapi dia punya tugas yang harus diselesaikan dan dia sangat mahir menyelesaikan tugas.

Setelah mengirim satu pesan lagi pada Jimin, dia mendorong pintu hingga terbuka dengan bokong lalu memasuki toko, sementara dalam hati menghitung jumlah keuntungan dan janji pertemuan baru sebagai balasan bagi pertanyaan berikut dari asisten pribadinya yang sangat efisien.

Bel kecil berdenting di atas kepala, namun Chanyeol tidak menoleh ke atas dan mengerenyit saat Jimin mengirim e-mail daftar tamu terbaru untuk acara peluncuran agen model nanti malam.

“Maaf.”

Chanyeol mengangkat satu jari, tidak siap disela selagi menangani permasalahan terbaru.

“Kami tidak mengizinkan penggunaan ponsel di sini.”

Seharusnya aku tahu, pikir Chanyeol. Toko yang berurusan dengan benda-benda retro pasti tidak mengikuti zaman.

“Tunggu sebentar…”

“Maaf, peraturan Retro.”

Sebelum bisa membantah, ponselnya sudah diambil dari tangannya dan akhirnya Chanyeol mendongak, siap membentak penjaga toko yang lancang itu.

MA VINTAGÉ BOY - CHANBAEK✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang