Waktu

68 3 0
                                    

"Apa ini yang namanya hidup, sungguh tak adil!!!" gerutu Erwin sambil menendang sampah kaleng bekas coca cola yang ada di depannya.

"Huuu...uhhhh... kesal sekali hari ini. Sudah aku diomelin atasan hingga aku harus pulang lembur. Sekarang aku harus berjalan kaki pulangnya! Gara- gara motor sialan, malah mogok lagi!" kesal Erwin.

Erwin begitu kesal ia tendang lagi kaleng bekas coca cola itu sekencang-kencangnya hingga mengenai kucing belang liar yang sedang asik duduk dekat got menyantap makan malamnya. "Meong......!!!!" 

Kucing liar itu lari karena ketakutan. Merasa akan ada bahaya jika ia masih berdiam diri menyantap makan malamnya. Sialnya, malam ini ia harus bersusah payah lagi mengais-ngais tong sampah yang menjijikan.

"Bletak...!!!"

"Suara apa itu? Keras sekali! Apa kaleng itu mengenai sesuatu yang begitu keras, kok suaranya nyaring sekali." Erwin memeriksanya.

Yah.... mungkin saja aku menemukan sesuatu yang berharga di hari sialku, batin Erwin.

"Tidak ada benda apa-apa! Hanya ada air kotor yang bau. Apa mungkin terlalu gelap hingga aku tak bisa melihatnya. Coba kuambil.......Hmmm...iya bener ternyata ada sesuatu.....tapi kok gak ada bendanya? Aku merasa sedang memegangnya tapi tak bisa kulihat dengan mataku! Apa mungkin aku buta? Eh tapi gak mungkin, gak ada sejarahnya dikeluargaku menyandang cacat tubuh." Erwin berbicara pada dirinya sendiri. Dia melihat ke arah lampu jalan yang berwarna kuning yang memang tidak terang.

Entah kenapa namanya lampu penerangan jalan, padahal jalan di malam hari tetap saja terasa gelap. Buktinya sekarang aku tidak bisa lihat apa-apa, batin Erwin menyalahkan situasi.

"Yah mungkin karena gelap dan aku sedikit mabuk hingga aku tidak bisa melihat benda ini. Padahal aku tidak minum banyak hari ini. Hanya 2 gelas. Yah, sudah ku bawa pulang saja, hari ini begitu melelahkan."

Dalam perjalanan pulang Erwin bernyanyi-nyanyi sambil membuang kekesalannya hari ini. Entah kenapa benda yang ia temukan itu sedikit menghibur hatinya yang kesal hari ini karena setelah ia pegang benda transparan itu, ia merasa hidupnya akan berubah menjadi sesuatu yang tidak pernah terpikirkan olehnya.
Beruntungnya ini pukul satu malam, orang-orang banyak yang sudah tertidur di sekitaran gang sempit sehingga tidak ada yang mendengar suara fals Erwin yang bernyanyi-nyanyi malam itu.
________________

Erwin seorang bujangan berumur 27 tahun yang tinggal di sebuah kos Rumah 2 lantai di tengah-tengah kota Bandung. Semua keluarganya tinggal di Yogyakarta sedangkan ia sendiri merantau di Bandung ketika umurnya 16 tahun dan ketika itu ia baru saja lulus SMP di Yogyakarta dan kebetulan beruntung mendapat tempat kost yang cukup bagus dengan kamar dengan fasilitas ruangan kedap suara. Ia kira perantauan nya ini membuat ia jadi orang kaya tapi ternyata ia hanya menjadi pegawai biasa sebuah perusahaan swasta yang memproduksi bahan-bahan logam, yah...seperti timah, seng, besi dan lainnya. Ia bekerja di perusahaan tersebut.
Sudah lama sekali Erwin tidak pulang ke yogyakarta. Ia merasa malu dengan keadaan nya di Bandung, tidak sesuai perkataannya pada keluarganya. Ia hanya ingin pulang ke kampung halamannya jika statusnya sudah berubah menjadi orang kaya yang tidak lagi harus tinggal di kos-an. Hampir semua keluarganya adalah seorang karyawan, tidak ada satu pun anggota keluarganya yang menjadi seorang pengusaha dan menjadi seorang yang kaya raya. Erwin sangat ingin mengubah semua kutukan keluarganya itu. Tapi ternyata ia harus terjebak juga dalam kutukan itu.

"Tok.....tok..........Tok..."

"Nak Erwin ada di kamar?" terdengar suara Bu Kos memanggil

"Iya, bu. Tunggu sebentar." Erwin pun segera membuka pintu.

"Ada apa, bu?" tanyanya.

"Ini loh, nak Erwin. Ada titipan memo dari nak Afra. Kemarin nak Afra ke sini, ngasihin memo ini. Tapi ibu gak baca kok, isinya apa. Tenang aja." sambil memainkan matanya yang sedikit terlihat genit.Dari dulu memang Erwin tidak begitu suka dengan Bu Kos nya, tapi memang Kos nyaman dengan harga miring di kota Bandung sangat susah didapatinya. Lagipula Erwin sangat jarang bertemu dengan Bu Kos, jadi tidak ada salahnya bertahan di Kos nyaman ini.

Planet itu bernama Bumi  | Part 1: Tentang FarbeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang