Dua orang pria berbadan besar kini berada di depan mereka. Hormon adrenalin dalam tubuh mereka sekarang bereaksi kuat karena sinyal bahaya menyala dengan kuat. Mereka merasa nyawa mereka sekarang bisa menjadi taruhannya, terutama karena melihat kengerian terhadap dua pria itu. Dua pria itu tidak hanya berbadan kekar tapi juga mempunyai aura kegelapan yang membuat orang di sekitarnya ketakutan.
Dua pria itu tiba-tiba langsung melihat ke arah Erwin. Bulu kuduk Erwin tiba-tiba berdiri karena merasakan ketakutan. Si pria berambut merah berbisik sesuatu ke arah pria berambut ungu dengan bahasa yang tidak dimengerti mereka.
Tiba-tiba Santo pun melepaskan peluru dari senjata yang ia pegang ke arah pria-pria itu, tapi ditepis oleh mereka dengan mudah. Si pria berambut ungu langsung menghampiri Santo dengan cepat dan mengambil senjata yang di pegang Santo, Santo tidak berkutit. Si pria berambut ungu mendorong Santo dengan keras ke arah tembok sehingga Santo terbentur dengan keras hingga membuat Santo tidak sadarkan diri. Prof.Darma dan yang lainnya semakin merasa tertekan.
Rayha mencengkram dengan kuat baju Feri dengan tangannya, "Fer, aku pernah melihat mereka. Mereka bukan orang baik. Aku sangat takut." bisik Rayha pada Feri.
Feri menggenggam balik tangan Rayha dengan kuat, "Tenang Nona. Aku pasti akan menjagamu." Feri berusaha menenangkan majikannya tersebut walau dia sendiri pun tahu ketakutan sedang menyelimutinya.
"Si..siapa kalian? Mau apa kalian?" tanya Prof.Darma berusaha memberanikan diri dengan suaranya yang terbata-bata.
"Waktu." kata si pria berambut merah darah. Dia pun langsung mendekati Erwin dengan langkah kaki yang terdengar mengerikan karena dihentakan perlahan-lahan.
Erwin yang mengerti itu langsung memundurkan langkahnya menjauhi pria itu, "Mau apa kau!" teriak Erwin.
Si pria berambut merah semakin lama semain dekat dan membuat Erwin terjatuh dengan sendirinya karena terpeleset. Erwin ketakutan.
Si pria berambut merah memegang Erwin.
"Lepaskan aku!" teriak Erwin.
"Waktu. Kami tahu kamu memilikinya." kata pria berambut merah itu.
Mendengar itu seketika Erwin sadar, saat inilah ia harus menggunakan kekuatannya agar bisa mengendalikan dirinya.
Ketika ia hendak memejamkan matanya, ia sadar ia tidak bisa memejamkan matanya, tidak tahu mengapa seperti ada yang menahan kelopak matanya untuk tertutup. Erwin berkeringat dingin, kebingungan.
"Kamu tidak akan bisa menggunakannya." si pria berambut merah tersenyum licik.
Prof.Darma dan Feri tetap dalam keadaan siaga dan ketakutan. Rayha yang berada dibelakang punggung Feri semakin ketakutan. Mimpi buruk Rayha seperti menjadi nyata.
"Sshshhshshshhshshshsh.........."
Si pria berambut ungu berbicara sesuatu bahasa yang tidak dimengerti manusia dengan pria berambut merah. Bahasa mereka terdengar seperti desisan ular. Melihat itu membuat Pro.Darma semakin yakin kalau mereka bukanlah manusia. Feri dan Erwin dan yang menyaksikan itu semakin kebingungan dan ketakutan. Si pria berambut merah masih memegang kuat Erwin dengan tangan kirinya, seketika tangan kanannya yang sebelumnya terlihat normal berubah bentuk. Otot-otot tangang kanannya berubah bentuk seperti bentuk pedang yang tajam. Mata Erwin semakin melotot melihatnya. Prof.Darma tidak bergeming melihatnya. Dan Feri hanya terfokus untuk melindungi Rayha.
"Hentikan! Apa yang akan kau lakukan?" Erwin berusaha meronta untuk lepas dari genggaman pria itu, tapi tidak bisa.
Pria berambut ungu pun membantu untuk memegang Erwin agar Erwin tidak meronta-ronta sedangkan pria berambut merah memang bersiap untuk mengeksekusi Erwin. Dirobeknya baju Erwin lalu dipegangnya dan dielusnya bahu kanan Erwin dengan tangan kirinya, dan dia tersenyum. Ia berbicara sesuatu pada temannya itu. Rayha memberanikan diri untuk menengok apa yang terjadi dengan Erwin. Ketika itu si pria berambut merah sudah siap meletakan pedang tajam yang terbuat dari tangan kanannya pada bahu kanan Erwin.
"Tidakkkkkk!" teriak Rayha karena kaget melihat keadaan Erwin.
"BYAAAAARRRRR!"
Guyuran darah menghujani Erwin. Prof.Darma dan Feri hanya terkena sebagian cipratan darah. Dua pria itu tiba-tiba meledak, bagian tubuhnya tidak bersisa sama sekali, hanya ada darah. Semua orang yang ada di ruangan itu terkaget, terdiam. Apa yang baru terjadi? pikir mereka. Feri langsung memeluk Rayha untuk melindunginya. Prof.Darma menggeleng-gelengkan kepalanya untuk menyadarkan diri dari lamunan sesaatnya. Erwin masih sangat shock, apalagi kini tubuhnya penuh dengan darah. Erwin terdiam kaku.
"Hahh..hahh..hahhh..." Erwin bernafas berat, ia sangat shock.
Prof.Darma langsung menghampiri Erwin sambil membuka jas labnya dan membawa sebuah robekan kain.
"Kau tidak apa-apa?" tanyanya pada Erwin sambil mengelap-ngelap wajah dan tubuh Erwin yang penuh darah. Erwin berusaha mengatur nafasnya untuk kembali normal.
"Pakai ini untuk sementara." Prof.Darma menyodorkan jas labnya.
Sambil membantu Erwin untuk berdiri, Prof.Darma berusaha mendorong orang-orang yang masih berada di ruangann itu untuk segera keluar dari Labnya.
"Kita harus cepat keluar dari sini! Kamu bisa berjalan sendiri kan, win?" tanya Prof.Darma pada Erwin.
Tak berkata sepatah katapun, Erwin hanya menganggukan kepalanya tuk menyatakan kesanggupannya.
Prof.Darma menggotong Santo yang masih tidak sadarkan diri di punggungnya. Feri pun segera menggendong Rayha dengan kedua tangannya dan meninggalkan Lab tersebut. Mereka semua menuju mobil yang di pakai Erwin, Rayha dan Feri sebelumnya.
Ketika selesai meletakkan Santo di mobil, Prof.Darma kembali ke dalam Lab untuk mengambil barang-barang penting. Disertai dengan ketakutan, Prof.Darma berusaha mengumpulkan keberanian untuk masuk kembali sambil menghipnotis pikirannya, bahwa dua alien tersebut memang sudah mati.
Rayha menangis ketika sampai didalam mobil, Feri berusaha menenangkannya dengan memeluknya dan mengusap-ngusap punggunya. Erwin yang duduk di dalam mobil di kursi depan hanya tertegun, pikiran Erwin penuh dengan kebingungan dan ketakutan. Pikiran Erwin kosong.
"Lekas pergi dari sini!" perintah Prof.Darma yang baru kembali dari Labnya.
Feri mengambil alih setir mobil. Rayha mulai tidak menangis dan Prof.Darma hanya diam duduk di sebelahnya. Santo masih tidak sadarkan diri di kursi paling belakang mobil. Dan Erwin masih terdiam tertegun. Feri mengemudikan mobil dengan cepat meninggalkan hutan itu. Selama perjalanan tidak satu pun dari mereka yang berbicara. Mereka tenggelam dalam pikirannya masing-masing.
Ketakutan, kebingungan dan kegoncangan mendominasi pikiran mereka.
_______________
Mengusap-ngusap matanya, Santo terbangun dari tidurnya. Ia merasa asing dengan tempat dia berada sekarang. Ia melihat Prof.Darma yang sedang duduk sambil membaca buku dekat jendela.
"Prof." kata Santo yang masih merasakan lelah di badannya.
"Ohh, kamu sudah bangun." kata Prof.Darma sambil berdiri menghampiri Santo.
"Aahhhh..." Santo merasakan sakit di punggungnya.
"Lebih baik kamu istirahat lagi." kata Prof.Darma memberi saran sambil membantu Santo untuk kembali berbaring.
"Ini dimana Prof.?" tanya Santo.
"Di rumah Rayha." kata Prof.Darma.
"Lalu dua alien itu?" tanya Santo kembali.
"Mereka mati." kata Prof.Darma.
"Mati? Siapa yang membunuh mereka?" tanya Santo terheran.
"Tidak tahu. Mereka meledak begitu saja." kata Prof.Darma.
"Hah?" Santo sedikit kebingungan dan Prof.Darma pun tidak melanjutkan penjelasannya.
Prof.Darma meninggalkan Santo dengan kebingungannya.
______________
KAMU SEDANG MEMBACA
Planet itu bernama Bumi | Part 1: Tentang Farbe
FantasíaDahulu ketika Planet Bumi belum berpenghuni, ketika Bumi hanya ditinggali oleh Dinosaurus datanglah makhluk luar angkasa ke Bumi. Karena keindahan planet itu, mereka pun tinggal disana. Walaupun saat itu Bumi dipenuhi bencana alam yang dahsyat, itu...