Kawan atau Musuh

7 0 0
                                    

"Jadi kamu!" wajah Erwin berubah merah. Prasangka buruknya terhadap Prof.Darma tiba-tiba muncul.

"Tunggu! Kenapa kamu marah pada saya?" tanya Prof.Darma yang sedikit kebingungan.

"Jangan berpura-pura dungu. Kamu kan yang menjatuhkan brankas besi itu?" tanya Erwin yang masih terdengar penuh emosi, dan tangannya masih kuat mencengkram kerah baju Prof.Darma.

"Brankas? Kamu bicara apa? Saya sama sekali tidak mengerti." kata Prof.Darma dengan wajahnya yang juga penuh tanda tanya.

"Bohong!" elak Erwin.

Tiba-tiba dari arah belakang Erwin, Erwin merasa ada sesuatu benda yang tertempel di kepala belakangnya, seperti sebuah pistol.

"Lepaskan dia!" kata anak laki-laki itu.

"Santo! Turunkan senjatamu!" perintah Prof.Darma. 

Erwin berkeringat dingin.

"Aku akan turunkan, jika dia juga melepaskanmu, Prof." kata Santo.

Prof.Darma menatap wajah Erwin dengan penuh keseriusan, "Percayalah padaku. Sebaiknya kamu lepaskan saya." kata Prof.Darma.

Erwin melepaskan Prof.Darma. Begitu juga Santo yang menurunkan senjatanya. Prof.Darma pun langsung mengambil senjata itu dari tangan Santo.

"Sudah pernah kubilang. Lebih baik kau atasi dulu emosimu itu. Jangan sampai emosimu itu bikin masalah nantinya." kata Prof.Darma yang mengomeli Santo.

Santo hanya membuang mukanya, ia tak acuh dengan nasehat Prof.Darma.

"Maaf." kata Prof.Darma pada Erwin.

"Anda belum menjawab pertanyaan saya." kata Erwin yang masih serius dengan pertanyaannya.

"Percayalah. Bukan saya orang yang kau maksud." kata Prof.Darma berusaha meyakinkan Erwin. Santo hanya duduk berdekatan dengan mereka tanpa ikut campur kembali dengan obrolan dua orang itu. Santo hanya tertunduk melihat ke arah gadget yang ia pegang.

"Tapi Anda bilang, Anda sudah memata-matai saya." kata Erwin sambil melotot.

"Yah..benar. Tapi saya hanya memata-matai kamu. Huh." kata Prof.Darma yang mulai kehabisan kata menghadapi sifat keras kepala Erwin.

"Okeh. Mau kamu percaya atau tidak, itu urusanmu." kata Prof.Darma.

Erwin membuang muka, dia tidak berkata apa-apa. Dia sudah cukup kesal dengan situasi ini. Apalagi sebelumnya dia merasa sudah diperlakukan tidak sopan oleh anak laki-laki yang usianya lebih muda daripada dirinya.

"Saya seorang Arkeolog. Dan saya mengetahui apa yang menimpamu." jelas Prof.Darma tanpa berbasa-basi kembali.

"Arkeolog?" Erwin mulai menaruh ketertarikannya.

"Kurang lebih setahun yang lalu ada peristiwa janggal yang kamu alami kan?" tanya Prof.Darma.

"Ya, benar." kata Erwin.

"Kamu menemukan sesuatu kan? Sebaiknya kamu menjelaskan pada saya, apa yang kamu temukan!" pinta Prof.Darma.

"Apa saya bisa mempercayai Anda?" tanya Erwin dengan wajahnya yang sangat serius.

"Kamu tidak punya pilihan lain kan?" kata Prof.Darma yang memulai memainkan pikiran Erwin.

Erwin terdiam sejenak. Dia sadar memang situasinya saat ini sulit, ia ragu dengan Prof.Darma tapi ia tidak mempunyai pilihan lain.

"Iya, saya menemukan sesuatu benda yang sampai sekarang saya tidak yakin benda apa itu karena saya sama sekali tidak bisa melihatnya. Tapi percayalah pada saya, sampai sekarang saya tidak tahu benda itu ada dimana. Dan semenjak saya menemukan benda itu, kejadian aneh terjadi pada saya." jelas Erwin.

Planet itu bernama Bumi  | Part 1: Tentang FarbeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang