Seorang gadis duduk termenung di atas batu bundar di sisi Jalan Dago, Bandung. Ia tampak memperhatikan seorang lelaki yang sedang melakukan pemotretan. Gadis itu memandangnya lekat seperti perangko yang tak mau lepas dari amplopnya. Lelaki itu sempurna –baginya--, memiliki hidung kecil bangir, bibi pink penuh, dan mata bulat yang sedikit menyipit di bagian luarnya. Gadis itu berpikir, kental sekali terasa bahwa ia sedang berada di ambang keraguan. Lelakinya, apakah ia benar laki-laki atau perempuan?
Di sisi lain jalan, lelaki yang melakukan pemotretan itu melirik ke arah si gadis. Ia tersenyum singkat. Mencoba membuat si gadis merasa nyaman. Gurat khawatirnya menghilang begitu saja kala gadisnya ikut tersenyum dan melambaikan tangannya. Gadis itu kekasihnya, kekasih yang mencintainya tulus tanpa ada keraguan sedikit pun.
Gadis itu mendesah panjang dan senyumnya menghilang kala lelakinya sudah kembali fokus pada pemotretan. Dalam otaknya, ia mengakui dan menerima keberadaan lelaki itu. Namun, jauh di dasar hatinya, ia menolak dan ingin lelakinya benar-benar melihatnya sebagai seorang kekasih, bukan kepada yang lain, tapi hanya kepada dirinya seorang.
‘Aku Lilia, sangat menyukai lelaki di seberang sana. Aku tak mampu hanya untuk sekadar melarang dan mengkritiknya. Aku terlalu takut dia menjauh. Orang banyak yang mengatakan aku gila karena mempertahankannya selama 4 tahun. Meski banyak gunjingan, aku yang berasal dari keluarga berjalur agama keras, tetap nekat mempertahankannya. Aku tidak pernah mempermasalahkan dirinya yang seorang cosplayer ataupun seorang wibu, tidak pula mempermasalahkan dirinya yang seorang cross-dresser.’
*****
“Lilia, temenin gue sepulang ngampus nanti ya.”Itu suara salah seorang teman yang tak jauh dari meja Lilia. Namanya adalah Resa, seorang gadis yang banyak omong dan sedikit centil. Resa adalah teman dekat Lilia di kampus, mereka baru memasuki semester dua omong-omong. Resa meminta Lilia menemaninya ke suatu tempat. Katanya ia ingin membeli aksesoris untuk dijadikan kado ulang tahun adiknya di Kalimantan. Iya, Resa bukan asli orang Bandung, sama seperti dirinya. Mereka ada di Bandung hanya karena semata-mata sedang menempuh pendidikan saja.
Lilia mengangguk, tapi tangannya sibuk mengetik sesuatu di layar ponselnya. Ekspresi wajahnya tampak terkejut manakala balasan dari pesannya muncul. Ia kembali menatap Resa. Dari cara pandangnya, Resa tahu bahwa Lilia tidak akan jadi menemaninya pergi.
“Res, gimana ya? Eum, Azka boleh ikut kita?”
Lilia menatap temannya dengan alis bertaut. Ia sebenarnya tak enak hati, tapi mau bagaimana lagi? Ia juga tak ingin kekasihnya –Azka—merasa diabaikan olehnya. Ia hanya tak mau membuat Azka berpikiran negatif.
“Syukurlah, gue pikir gak jadi. Yaudah ajak aja, Azka mau cari sesuatu emangnya?”
Lilia ragu mengatakannya. Meskipun Resa sudah tahu kondisi Azka, tetap saja rasanya agak risih. “Cari wig sama stocking.”
Resa mengangguk dua kali dan bertanya, “Emangnya dia ada pemotretan lagi?”
Lilia menggeleng, ia menjawab dengan suara yang pelan, “Buat dipake sehari-hari.”
Sepuluh menit berlalu, Azka datang menghampiri Lilia dan Resa di gerbang kampus. Di sana, Azka menautkan jemarinya dengan jemari Lilia. Resa yang melihat hanya bersiul meledek. ‘Yang begini padahal cocok, sayang sekali...,’ batin Resa menyendu.
Azka mengatakan untuk mampir dulu ke rumahnya. Dirinya sudah merasa gerah dan bajunya sudah tak nyaman dipakai. Ia ingin berganti pakain sebelum pergi nanti. Lilia dan Resa pun menyetujuinya. Lumayan, hitung-hitung dapat minum gratis.
Sesampainya di rumah Azka, Resa sedikit terkejut. Rumah Azka terbilang besar dan mewah sekali. Wajar saja, namanya juga anak pemilik usaha properti di mana-mana. Di dinding, terpampang jelas sebuah figura berisikan ayah, ibu, Azka kecil, dan juga adiknya. Resa menelaah lagi, adik Azka yang perempuan sangat mirip dengannya. Dengan rasa penasaran, ia bertanya pada Lilia karena Azka sudah masuk ke kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
-Short Story-
De TodoHalo! Disini aku mau buat satu bab khusus cerita pendek,, tapi pendek disini bukan memang pendek. Melainkan cerita langsung tamat. Jadi jangan heran kalau kisaran katanya lumayan banyak. Selamat membaca! LumiLan [Titin Wulandari]