Tragedi Semu

1.2K 14 6
                                    

Aku tanpamu seperti pohon yang daunnya meranggas.
-kamu-

*****

Di sebuah universitas ternama yang terkenal akan kelihaiannya menguasai media digital, mencakup segala aplikasi jejaring sosial, seperti pada aplikasi YouTube. Tidak hanya memasukkan video untuk dijadikan konten, banyak dari penggunanya yang hanya menjadi penonton saja. Seperti kamu, seorang remaja berusia 20 tahun yang terdaftar sebagai salah satu mahasiswi yang menempa ilmu di universitas ternama ini. Kamu yang lihai dalam menggunakan banyak macam media, tentu sangat paham mengenai seluk-beluk situs Youtube karena kamu memang menaruh perhatian lebih pada media ini. Hal itu lantas membuatmu dengan mudah mengetahui apa yang sedang menjadi trending topic di YouTube. Sekecil apa pun link yang ter-upload, kamu akan langsung tahu dengan hanya menggunakan teknik-teknik simple yang kamu ketik pada kolom pencarian utama di bagian atas. Kamu dengan ketertarikanmu, membuat mahasiswa/i lain menjulukimu ‘si ratu YouTube’.

Keadaan sekitar tampak normal-normal saja sampai ketika kabar yang menggemparkan seisi kota terdengar di telingamu. Dahimu tampak berkerut, bingung dengan berita itu. Pasalnya, kamu mengetahuinya dari surat kabar dan bukan dari situs yang menyebabkan lahirnya nama julukan untukmu.

Sebuah kasus pemerkosaan yang diunggah oleh seseorang, menceritakan seorang gadis --entah siapa-- yang diperkosa oleh seorang laki-laki berusia tanggung di sebuah gedung tua yang terkesan menyeramkan. Surat kabar itu hanya menjelaskan sampai situ, hanya sampai pada ‘...sumber tidak bersedia mengatakan bagaimana endingnya atau bahkan gambaran pelaku...,’ semua menggantung, tak ada lanjutannya. Mitosnya, jika seseorang melihat video ini sampai habis, maka ia akan mendapatkan telepon yang berbunyi ‘...anda akan segera meninggal.’ Anehnya, berita tentang kebenaran kabar itu benar adanya, bukan sekadar mitos belaka. Sebagai bukti pendukungnya, sang penulis berita ini pun mencoba untuk memastikan kabar burung tersebut setelah mewawancarai narasumber yang tidak ingin disebutkan namanya. Dan benar saja, penulis berita ini mendapat telepon tersebut dari seseorang dengan 4 digit nomor 6 setelah melihat video itu, dan tiba-tiba beberapa hari kemudian ia meninggal. Kamu yang telah melakukan riset pun lantas melingkari kalimat ‘...dikabarkan tewas tertabrak bis tingkat setelah tertangkap basah oleh temannya sedang melamun dan menunjuk ke arah gedung tua di tengah kota. Sempat juga berteriak histeris sebelum sesaat kemudian tertabrak....’  

Kamu tampak membolak-balik catatan yang banyak sekali terdapat coretan tinta merah di atasnya. Berusaha mencocokkan dan mengaitkan kejadian satu dengan lainnya. Lantas, kamu yang penasaran pada akhirnya mencari link video tersebut, lalu mencoba menontonnya. Buffering-nya cukup lama memang, memakan waktu sekitar 10 menit, tapi kamu dengan sabar menunggu agar video berdurasi lebih kurang 45 menit itu bisa kamu tonton dengan lancar, tanpa jeda.

Setelah berhenti sempurna, kamu langsung menekan icon play pada video itu lalu dimulailah adegan per adegan dalam video itu. Dimulai dari proses pengikatan tangan gadis –korban-- oleh pelaku di kepala ranjang dan kaki jenjangnya pada bagian bawah ranjang. Setelah diikat, pelaku –lelaki-- tersebut mulai menaiki ranjang berdecit tempat gadis itu diikat. Menghirup aroma memabukkan dari si gadis dengan kilatan mata penuh nafsu. Nafsu laknat yang sebentar lagi akan terlampiaskan secara sepihak dan tanpa perlawanan. Sebab, kamu pun tahu betul bahwa gadis itu telah mati. “Mungkin dibunuh lebih dulu,” gumammu.

Kamu berspekulasi bahwa peristiwa itu terjadi karena hasrat terpendam yang tak terbalaskan. Cinta yang membutakan mata hati si pelaku kejahatan sampai-sampai ia tega membunuh gadis yang amat ia cintai hanya karena rasa ingin memiliki. Tragis.

Kamu melihat tubuh gadis itu terkapar tak berdaya dan si pelaku mulai menggerayangi tubuh eloknya. Mulai dari mengelus pipi, menciumi tiap inci seluk-beluk wajahnya sampai ia puas. Setelah itu, pelaku perlahan melucuti busana yang menempel indah di tubuh si gadis. Menampilkan kulit putih bersih pada tubuh yang tak tertutupi sehelai benang pun.

Merealisasikan satu demi satu rencana liciknya, pelaku itu terus saja bermain pada tubuh polos gadis berparas cantik itu. Kamu yang melihatnya hanya dapat menyaksikan kejadian dalam video tersebut dengan mulut enggan mengatup serta mata yang juga enggan berkedip sedetik pun. Mulai, sebentar lagi video tersebut akan mencapai permainan inti. Tapi sayang, saat mencapai pertengahan video, kamu terlelap di depan laptop canggihmu. Sepertinya dewi keberuntungan sedang berpihak padamu, pasalnya apabila kamu melihat video tersebut sampai benar-benar selesai, kemungkinan kamu juga akan menerima teror telepon misterius seperti apa yang ada dalam data yang telah kamu riset.

Esoknya, seperti hari biasa, kamu pergi ke kampus dengan menumpang mobil kekasihmu yang dikenal sebagai ‘wajah kampus’ di universitas itu. Lelaki yang hanya terpaut 2 tahun denganmu mendapat julukan ‘wajah kampus’ yang mana hal itu tidak sembarang disematkan padanya. Jika diperhatikan, tubuh kekasihmu yang tinggi tegap, berbahu lebar, mata berbinar, otak encer, dan sifat mudah berbaur menjadikan dirinya ditunjuk menjadi wakil kampus untuk berbagai macam acara.

Dalam perjalanan menuju kampus, kalian hanya diam, tak ada topik pembicaraan penting. Kamu yang lebih suka berdiam diri memang sudah biasa tidak berbicara. Namun, look at your boy! Kekasihmu yang tergolong banyak bicara itu hanya diam, fokus pada jalanan yang ia lalui. Bibirmu sedikit terbuka, menggumamkan sesuatu, “Mungkinkah sakit gigi? Ah, tapi tidak mungkin, kalau sakit gigi... kenapa dia memakan permen karet?”

Kamu merundukkan kepala. Tanganmu tampak meraih suatu benda yang tak sengaja mengenai kakimu. “Eh, apa ini? Kenapa bisa ada di sini?”

Kekasihmu tampak bertanya dengan pandangan yang sedikit ia tujukan padamu. “Eh? Memangnya apa?"
“Ini! Pita ini, kenapa bisa ada di bawah situ?” Sekali lagi, kamu bertanya dengan jemari yang sibuk membersihkan debu yang hinggap di pita itu.

“Ah.... Pita itu semalam kubeli untukmu, tapi lupa kuletakkan di mana, ternyata jatuh di sana. Baguslah ketemu, maaf ya jika sudah jelek,” ucap kekasihmu dengan raut wajah menyesal.

“Masih bagus kok! Terimakasih.” Kamu menyimpan pita itu di saku kemeja. Tidak ada hal istimewa atau obrolan yang panjang. Kalian hanya sibuk dengan pikiran kalian masing-masing sampai waktu tak terasa berlalu dengan cepat.

Sesampainya di kampus, sang ‘wajah kampus’ keluar membukakan pintu mobil dan menggenggam tanganmu dengan erat. Kalian punya banyak kesamaan, misalnya saja kalian tidak suka menonton film di bioskop, karena kamu dan kekasihmu lebih suka tempat terbuka ataupun tempat yang mengharuskan kalian menggerakkan motorik kasar seperti halnya dengan taman bunga. Setidaknya kalian pasti akan berjalan mengitari taman guna melihat indahnya berbagai jenis bunga yang tertanam dengan tata tanam yang terkesan rapi, tidak stuck di satu tempat saja seperti menonton film di bioskop.

Tiba-tiba, kamu teringat. Langkah kakimu begitu saja terhenti dan pikiranmu seperti sedang berada di luar. ‘Video itu...,’ bisikmu saat itu. Isi video yang kamu tonton setengah kemarin malam terputar kembali di otakmu. Seolah-olah kamu akan menjadi korban selanjutnya, sama seperti gadis malang itu. Kini, kamu mulai berhalusinasi.

Pikiran tentang video yang terputar kembali dalam otakmu semakin membuat penasaran. Kamu berniat menonton ulang seluruh adegan dalam video tersebut dari awal sampai akhir. Namun, tiap kali kamu sudah sampai pada bagian tengah, kamu selalu saja mendapat halangan. Sebut saja listrik yang padam mendadak atau ibumu yang berteriak karena butuh bantuan.
Malam ini, tepat saat bulan purnama. Bulan bersinar terang menemani lelapnya tidurmu yang terbalut indahnya selimut mimpi. Namun, satu hal yang kamu takutkan adalah teror yang mulai menghantuimu, dimulai sejak malam purnama itu. Sekelebat bayangan wajah gadis dalam video yang --bisa disebut-- abstrak terus-menerus mengacaukan mimpi yang seharusnya akan menjadi indah. Tiap kali kamu memimpikan kekasihmu, pasti sekelebat wajah abstrak gadis itu muncul.

Gadis dalam video tersebut selalu datang di mimpi malammu dan meminta agar video itu dihapus dari situs YouTube. Gadis yang datang dengan pakaian berbeda warna itu memohon dengan merintih disertai isak tangis yang terdengar sangat pilu. Kamu tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas, karena gadis itu selalu memunggungimu ketika berbicara. Satu alasan yang membuatmu ingin segera menghapus link tersebut adalah ancaman yang menyatakan ia akan membunuhmu jika video itu tidak berhasil dihapus dan gadis itu juga  merapalkan beberapa kata singkat yang tak pernah kamu pahami, bahkan sampai saat ini, satu bulan setelah purnama malam itu. ‘Mati sebagai ucapan terima kasihku.’

Sekarang! Kesempatan yang bagus bagi kamu untuk menonton ulang video itu. Mengetahui kamu sendiri di rumah saat ini, tidak ada yang akan mengganggumu. Masalah listrik, kamu mendapat kabar bahwa nanti malam tidak akan ada pemadaman listrik, apa pun tujuan dan sebabnya. Setelah mendapat kabar itu, sepulang dari kampus, pada pukul sembilan malam,  kamu mencoba menonton video itu hingga habis. Kini, kamu duduk manis berhadapan dengan laptop canggihmu, berusaha melihat hingga akhir.

Mulai, video itu telah dimulai sejak 20 menit yang lalu. Itu berarti kamu berhasil melihat hingga setengah bagian. Video itu berlanjut pada adegan di mana pelaku itu puas menciumi tiap lekuk tubuh mulus si gadis. Kembali berdiri, pelaku itu melucuti pakaiannya sendiri lalu memposisikan tubuhnya di atas tubuh gadis malang itu. Mempersiapkan dirinya untuk mengunci tubuh si gadis.

Kamu masih bertahan melihatnya dengan rasa tak percaya. “Mengapa video seperti ini banyak sekali tampil di pencarian utama YouTube? Kasihan sekali!” pekikmu dengan suara yang cukup tinggi. Kamu pun bertanya pada dirimu sendiri, sekali lagi, “Mengapa orang-orang mengunggah video seperti itu? Tidak sadarkah mereka jika hal itu dapat membuat orang lain juga ikut menikmati hal-hal privasi ini? Ah, sebenarnya otak mereka diletakkan di mana? Dasar orang-orang bodoh!”

Setelah puas merutuki, kamu melanjutkan video tadi, tapi tunggu! Matamu tampak menyipit mencari tahu siapa mereka semua. Pelaku itu, gadis itu, dan pengintip itu. “Siapa pengintip itu? Mengapa ia tak membantu gadis itu? Pengecut.” Kamu bertanya, terus bertanya tanpa ada yang bisa memberikanmu jawaban atas segala perkara itu.

Gotcha! Kamu akhirnya berhasil menonton hingga habis video berdurasi lebih kurang 45 menit itu. Sekarang, kamu tahu betul siapa mereka bertiga. Meski pencahayaan dan rekaman amatir itu tidaklah bagus, kamu berusaha semaksimal mungkin mencari cara agar rupa mereka bertiga dapat dikenali. Akhirnya, kamu tahu bahwa pelaku itu adalah lelaki yang sangat kamu kenal baik, begitu pun dengan gadis itu dan pengintip itu. Dengan segera, kamu berlari ke luar rumah menuju rumah kekasihmu yang hanya berjarak lima blok dari tempatmu bernaung. Dengan kecepatan penuh disertai peluh yang bercucuran dari pelipis, kamu mengetuk pintu kediaman kekasihmu dengan membabi buta. Memanggil-manggil nama kekasihmu dengan histeris.

Seketika pintu terbuka. Kekasihmu yang bingung melihat keadaanmu yang begitu kacau memutuskan untuk bertanya, “Ada apa tengah malam kemari?”

Satu tamparan melayang. Kamu sudah menampar kekasihmu. “Kau? Kau! Kenapa kau tak pernah bilang? Sekarang aku tahu kenapa kau selalu saja beralasan saat kuajak menonton video itu! Kenapa tidak bilang dari awal! Kau pengecut!”

Makian demi makian kamu tujukan pada kekasihmu. Lihatlah wajah piasnya, bibir rapatnya dan mata bergetarnya. Kamu tampak mengepalkan jemarimu dengan amat erat. Dugaanmu sepertinya memang benar seratus persen. “Gadis itu, dia... dia gadis yang sangat kau cintai, ‘kan? Kenapa kau tak menolongnya dari kungkungan kakakmu yang tidak beradab itu?”

Air mata itu muncul, mulai menggenangi pelupuk mata kekasihmu. Benar, gadis dalam video itu adalah gadis yang dulu sempat dia cintai, tapi gadis itu tak berhasil dia taklukkan, sebab gadis itu mencintai kakaknya sendiri. Kamu pun tahu betul bahwa kekasihmu tak pernah berhubungan baik dengan kakaknya lagi semenjak itu dan lebih memilihmu.

“Aku tahu, aku memang pengecut! Aku... tidak bisa mencegahnya.... Orang itu mengancam akan membunuhmu juga jika aku...,” keluh kekasihmu. Dia tampak kalut. 

Hening. Kamu tak tahu harus bersikap seperti apa. Dengan wajah yang memerah, kamu menatap wajah kekasihmu. Meskipun kamu kesal dan kecewa, kamu juga tidak bisa untuk menghakiminya. Penjelasan itu cukup membuatmu sadar akan alasan dibalik keterdiaman pujaan hatimu. Kamu maju selangkah melewati ambang pintu. Dengan penuh kesadaran, tanganmu terangkat membelai lembut pipi kekasihmu. Lalu kamu meminta maaf karena sudah menghujatnya.

Setelah hampir 10 menit saling meminta maaf dan mencoba untuk saling mengerti keadaan masing-masing, kalian tampak lebih tenang. Lelehan air mata di wajah kekasihmu pun sudah menguap entah ke mana, begitu pun denganmu. Wajah merah padam dengan beribu emosi itu telah menghilang. Kamu lebih memilih mengajak kekasihmu duduk agar dapat berbincang dengan nyaman. “Ternyata.... Ah, tolong panggilkan kakak biadabmu itu. Aku ingin bicara.”

Kekasihmu bingung. Tangannya sesekali mengusap tengkuknya sendiri. “Orang itu sudah tidak ada- meninggal maksudku.”
Kamu mendengar dengan jelas karena bola matamu melebar setelah mendengar kabar itu. Kekasihmu yang mengerti pun segera menyambung kembali kata-katanya. “Orang itu mati terbunuh satu hari setelah video itu ia unggah di YouTube.”

“Ini tak beres. Kurasa gadis itu ingin balas dendam. Cepat! Bantu aku menghapus link video itu!” teriakmu yang begitu panik. Peluh tampak membanjiri pelipis dan mengalir begitu saja seperti terkena tetesan air hujan. Kekasihmu pun sama kacaunya.

Kamu menarik tangan kekasihmu menuju rumahmu. Kalian berdua berusaha keras mencari akar dari pencetus munculnya video itu. Jadi, kalian bisa menghapus teror link pembawa kematian itu. Gegabah sekali gerakan kalian. Tanganmu gemetar, keyboard di hadapanmu terlihat seperti tombol-tombol yang tak kamu mengerti. Suara ketikan yang ditimbulkan kekasihmu terdengar seperti derap langkah kaki. Matamu melihat, telingamu mendengar. Derit pintu itu membuatmu seolah takut akan sosok gadis itu yang tiba-tiba muncul di sana.

DONE. Kekasihmu berhasil menghapus seluruh link video tersebut. Kamu yang sedari tadi hanya diam, tentu tidak sadar, bahkan ketika kekasihmu memanggil namamu. Pikiranmu sedang tidak di tempat. Semua sudah selesai. Upayamu dengan segala risetmu, dan upaya kekasihmu yang melakukan semua proses penghapusan data kini sudah berakhir.
Kamu lemas dan langsung jatuh terduduk. Kekasihmu mencoba menarik lenganmu dan membangunkanmu, tapi karena sama-sama lemas, kalian berdua terduduk di lantai. Sebelum itu, kekasihmu telah mencoba untuk menghapus video itu berulang kali, tapi tetap tidak bisa. Peluh membanjiri dan gigi bergemeletuk karena gugup. Tapi syukurlah, sekarang link video itu sudah musnah tak berbekas. Setidaknya, mungkin, kamu akan selamat dan kembali hidup secara normal.

Seminggu berlalu, saatnya musim berganti. Pohon-pohon yang meranggas, mulai menggugurkan dedaunannya. Kota Leeds mulai berwarna jingga. Kamu merenung di bawah pohon yang menguning, di atas terpal kuning yang jadi pijakan, kamu menengadahkan kepala, menatap indahnya langit yang cerah tanpa awan yang hadir ‘tuk membalut. Kamu bertanya pada dirimu sendiri dengan senyum yang bertengger indah tentang apakah kamu akan hidup seperti itu atau tidak. Kamu merasa tak sanggup menjalani hidup karena kamu merasa hancur sekali.

Kekasihmu, dia dikabarkan meninggal karena tabrakan maut  dua hari setelah kalian berhasil menghapus video itu. Kamu menangis sejadinya di depan jasad kekasihmu. Kamu tak mau ini terjadi dan berusaha menolak kebenarannya. Bibirmu merapal, bertanya pada orang yang bahkan tak terlihat sama sekali di sana. “Bukankah kami telah berhasil menghapus video itu? Lalu, kenapa kekasihku tetap mati? Bahkan tabrakan maut itu meremukkan tubuhnya... Gadis itu.... Aku harus bisa menemuinya!”

Malam itu, kamu berusaha membayangkan wajah kekasihmu sekali lagi, berusaha memanggil gadis itu agar datang ke dalam mimpimu. Tak perlu waktu lama dan usaha keras, gadis itu sudah masuk ke duniamu. Kali ini, gadis itu mengenakan warna putih sebagai warna bajunya. Masih tetap memunggunginya, dia mengucapkan terimakasih. Kamu hanya mengernyitkan dahi di tengah ruang hampa sekat bernuansakan putih gading, tempat gadis itu tiap kali masuk ke dalam mimpimu. Menghilangkan seluruh sketsa yang seakan terangkai indah dalam benakmu lalu tiba-tiba menjadi putih gading polos tak berdinding seperti ini.

Dalam mimpi itu, kerap terdengar suara saling bersahutan, bertanya tentang mengapa dia tak menepati janjinya sendiri atau sekadar suara deru napas yang menggaung perlahan, membuat telingamu pusing. Berbalik, gadis itu malah menghancurkan hidupmu semakin dalam. Membuat orang yang begitu kamu cinta meninggal dengan keadaan tubuh remuk tergencet beban mobilnya sendiri. Sungguh, raut wajahmu terlihat begitu tertekan, bibirmu bertanya lirih, “Sebenarnya apa yang kamu mau?”
“Kekasihmu dulu tidak menolongku.”
Bisikan itu bagai tamparan keras bagimu. Sebanyak apapun kamu menjelaskan, gadis itu tetap tidak mau percaya. Jika percaya pun, kamu akan merasa mustahil. Bagaimana mungkin orang yang sudah mati dapat hidup lagi ke dunia ini?

Kamu menggeliat resah dalam tidurmu, alam bawah sadar yang sedang dibangun, membalikkan keadaan, membuat reaksi nyata yang awalnya dialirkan oleh otak sebagai respon. Gadis itu mendekat dan berbisik tepat di telingamu. “Tapi... terimakasih untukmu dan juga kekasihmu yang sudah menghapus video itu. Aku sangat-sangat berterimakasih... dan satu lagi sebagai hadiah untukmu.... MATI!”

Warna pakaian gadis itu berubah menjadi hitam pekat. Suara kepak sayap burung gagak yang berada mengerubungi tubuhmu terdengar begitu nyaring, membuat tubuhmu menegang seketika. Matamu tak bisa berkedip, tubuhmu seolah kaku. Masih dalam mimpimu, kamu melihat besi berujung runcing itu melesat cepat ke arahmu dan tepat menghunus tulang rusukmu.

Keringat mengucur deras dari seluruh pori-pori tubuhmu. Kamu terbangun dan memerhatikan sekeliling. Saat deru nafas belum stabil, ponselmu bergetar, dan kamu menelisik siapa yang menelepon di jam 3 pagi. Nomor itu, penghubung bernomor digit 6666. Dengan rasa takut, kamu mengangkat telepon itu, menempelkannya pada daun telinga. Terdengar olehmu alunan klasik kotak musik selama sepersekian detik sebelum peneror itu berkata, “Terimakasih....”

Telepon terputus begitu saja, ponsel yang kamu genggam juga telah terjatuh. Matamu menatap fokus pada suatu benda yang berujung runcing, terlihat tajam sekali. Kamu tergugu, tidak bisa berbicara maupun bergerak. Suara tawa gadis itu begitu memekakkan telinga, dan kamu sudah tergeletak tak berdaya di atas kasur yang bersimbah darah.

***

Gedung yang didominasi warna putih serta bau obat yang menguar kuat dari sana. Sebuah ruangan bermotif serat kayu berwarna coklat tua itu terbuka. Kamu melihat seseorang bersnelli putih masuk ke sana dan mulai mendekatimu. Orang itu berdiri di sisi bed tempat dirimu terbaring lemah dengan sejuta khayalanmu. Kamu melihatnya meletakkan berkas berwarna merah muda di atas meja. Tertulis dengan jelas namamu di sana diiringi dengan bait kedua berupa status “Skizofrenia”.

      ____________________________

~END~

Ada yang familiar sama cerita ini?
Jangan kaget, ini cerita yang dulu saya publish di akun wordpress dulu dan saya ganti pov ny aja.
Cerita ini saya remake biar bsa lbh greget, jd ga jiplek banget kya yang ada di wordpress.

Kalo kalian suka, bisa di vote
Kalo kalian mau krisar, silakan komen
Terimakasih sudah menyempatkan waktu untuk membaca cerita ini ^^

See you on the next story
Bubye~

.
.
.

Kamu, gadis yang menceburkan diri dalam pusara gelap hingga terlibat suatu tragedi yang sebetulnya bisa kamu hindari. Namun, kamu memilih melangkah masuk untuk mengikuti rasa bersalah yang pada akhirnya enggan untuk menarik diri dan terkubur menjadi bayang semu.

Tragedi Semu

LumiLan
[Titin Wulandari]

19.06.20

#48 from 887 - ilusi [27.06.20]
#26 from 204 - delusi [27.06.20]
#24 from 244 - skizofrenia [27.06.20]
#38 from 532 - halusinasi [27.06.20]
#282 from 9.56k - kamu [27.06.20]

-Short Story-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang