BAB 08 : Kagum Berujung Iri

312 105 42
                                    

SEORANG PEMUDA berbalut kaos hitam dengan jaket kulit yang sengaja dikaitkan pada pinggang terlihat sedang melepas helmnya, motor besar pemuda itu terparkir rapi di antara barisan motor di samping kiri dan juga kanannya. Sambil bersenandung dia berjalan memasuki bangunan lawas tak jauh di depan, tempat ini memang kerap didatangi para kawula muda bahkan sekarang sudah resmi dijadikan basecamp untuk tempat nongkrong khusus anak-anak motor Aodra.


Sorak-sorai para muda-mudi dari dalam bangunan terdengar heboh sampai ke luar, berkumpul melepas penat bersama teman setelah pulang sekolah memang salah satu momen paling menyenangkan, menghabiskan waktu sore dengan ngobrol sambil bercanda ria sampai lupa waktu adalah hal biasa bagi mereka para remaja, paling tidak acara buang-buang waktu ini bisa sedikit meringankan beban berat yang harus mereka pikul.

"UNO!"

"Setan! Bisa-bisanya gue kalah, lagi?!" Pemuda dengan potongan rambut cepak mengerang frustasi.

"Lo goblok sih," tambah pemuda lain iseng mau mengompori. Sementara pemuda kaos hitam di awal terlihat sudah bergabung bersama laki-laki yang kini asyik bergerombol di pojok ruangan, tidak tahu sedang apa mereka sekarang, yang jelas beberapa orang tampak terbahak sampai-sampai menitikkan air mata.

Baiklah, sudah saatnya kita menggerakkan netra guna mencari objek baru, dan lihat apa yang sudah kita tangkap, ternyata seorang Bastian juga berada di tempat seperti ini. Bastian bersiap menjatuhkan dirinya pada sofa, pemuda itu lalu mendesah lega.

"Minum, Bas?" Seseorang datang sambil menenteng satu kaleng bir, Bastian memejamkan mata, ternyata pemuda tolol ini berniat mengolok-olok dirinya ya? Udah tahu Bastian itu gampang teler.

"Gue nggak minum gituan, jangan mancing-mancing."

"Oke-oke." Dia tertawa kecil dan berlalu pergi. Bastian bangkit, bersandar pada sandaran sofa, dia menyalakan rokok dan menghisapnya dalam.

"Wah-wah, Sebastian, ke mana hilangnya muka lo yang babak belur biru-biru itu?" Dia Jian, kebanyakan orang pasti menyapanya begitu. Jian ini memang terkenal banyak omong untuk ukuran lelaki, tak cukup dengan cerewet Jian juga gemar mengomentari hidup orang, cara bicaranya pun brutal, asal ceplas-ceplos.

Bastian mendengkus, menarik napas, dan menoleh. Irisnya menyorot tajam, Bastian merasa kesal. Gara-gara ulah Greisy beberapa waktu siam wajah bonyok Bastian jadi bahan guyonan teman-temannya.

"Beneran minta gue cocol rokok mulut dower lo---"

"Anjing, Bas!" tandas Jian, pemuda itu melotot, jarinya mengudara menunjuk ke wajah Bastian. "Stres lo! Dan lagi, bibir gue itu nggak dower, ini namanya seksi, dower... dower... cangkeman!! Lama--lama gue cipok juga, nihh!! nihh!!" Melihat Bastian ketakutan Jian berhenti memajukan bibir serta wajahnya, pemuda itu masih tampak jengkel. Sedangkan Bastian masih terlihat membungkam mulut menggunakan tangan, jijik sekali Jian ini, saking jijiknya sampai-sampai Bastian merasa mual hingga nyaris muntah.

Orion tertawa. "Ngomong-ngomong gimana kabar itu cewek, Bas?" tanyanya. Pemuda itu mencomot rokok Bastian, menyalakan sebatang untuk dirinya dan menawarkan rokok tersebut pada Jian.

Bastian mengebulkan asap rokok melalui bibirnya, irisnya menatap kosong langit-langit ruangan. "Kenapa?" Sekilas, Bastian melirik sang rekan melalui ekor matanya. "Lo naksir?" Dia berujar santai.

Greisy and Her Love (MULAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang