Seperti yang sudah aku duga, pak Jeno tidak akan melepaskanku begitu saja. Setelah aku meletakkan buku-buku yang ia perintahkan tadi, kini aku justru dijebak di dalam UKS bersama guru menyebalkan itu.
"Kau seharusnya lebih berhati-hati. Siapa yang membuatmu terluka seperti ini?"
"Aw!!!" aku memekik saat pak Jeno mengusap jariku dengan kapas yang telah ia tambahkan alkohol.
"Tidak ada yang melukaiku, aku bilang ini teriris ujung buku," sahutku dengan sinis.
Pak Jeno menghentikan kegiatannya, iris itu beralih menatapku membuat tubuhku tiba-tiba gugup.
"Jaeha," panggilnya. "Kenapa kau begitu marah? Kau bahkan tidak memberitahuku apa kesalahan yang telah aku perbuat hingga kau sangat marah padaku."
Aku melepaskan tanganku dari genggaman pak Jeno, kemudian menetralkan nafas.
"Bapak tidak memiliki kesalahan apapun. Aku hanya tidak ingin berlebihan, mari kembali sebagai seorang guru dan seorang murid," jawabku agak pelan.
Aku turun dari ranjang UKS, berjalan keluar diiringi oleh tatapan nanar pak Jeno. Hatiku sakit sebenarnya, tapi aku tidak tau apa yang membuat hatiku sesakit ini.
Aku menggeleng kuat. Tidak, pak Jeno adalah guru dan aku adalah salah satu muridnya. Mungkin sudah seharusnya seorang guru bersikap ramah terhadap muridnya.
Dan mungkin saja, hanya aku yang berlebihan di sini.
•••
"WOY!"
Aku yang baru saja akan melangkah ke kantin bersama Somi terpaksa menghentikan langkah saat mendengar teriakan seseorang.
Somi membuang napasnya kasar, "Dia mau apa lagi, sih?! Suka sekali mengganggu orang lain!" ujar Somi dengan kesal.
Aku mengikuti arah pandangnya. Ya ampun, itu Jisung dan teman-temannya. Yang sering aku dengar, geng Mark dan geng Jisung mungkin sama-sama menyebalkan. Tapi, mereka berada pada kebiasaan yang berbeda.
Mark dan temannya itu tingkat kedua, mungkin itu yang membuat mereka mulai berpikir secara mendalam dibanding geng Jisung yang masih mengandalkan keuntungan dan kepuasan.
Mark lebih suka hal-hal yang berbau lawak, sedangkan Jisung senang sekali menindas orang-orang yang menurutnya pantas direndahkan. Salah satunya adalah mereka yang berani menatapnya terang-terangan.
Benar-benar keterlaluan.
"Kalian mau kemana?" tanya Jisung setelah mendekati kami, aku dan Somi maksudnya.
Langkahnya diikuti Haechan, Renjun dan juga Chenle. Mereka semua adalah teman-teman Jisung dan kini mereka menatap kami penuh seleksi, secara rinci dari atas hingga ke bawah.
"Memangnya apa hubungannya denganmu? Kau bisa berlagak semaunya kepada semua orang, tapi tidak pada kami!" Balas Somi berapi-api. Aku melirik ekspresi Somi, sepertinya ia marah sekali.
Jarang sekali Somi terlihat sangat garang hanya karena hal-hal kecil.
Somi menarik tanganku, namun aku melotot kaget saat sebelah tanganku juga ditarik Jisung.
"Sombong sekali, aku hanya bertanya kemana kalian akan pergi."
Jisung mencekal tanganku lebih kuat, membuat genggaman itu terasa menyakitkan. Aku meringis pelan saat merasakan kuku tajam Jisung hampir menembus urat nadiku, ketiga temannya terlihat menatapku dengan ekspresi yang berbeda-beda.
"Lepaskan dia!" Somi membantuku melepaskan cekalan Jisung.
"Jawab dulu perkataanku," ujarnya dengan dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Jung!
أدب الهواةDia Tuan Jung. Aku tidak tau kapan pastinya, tapi aku ingat bagaimana awal kejadiannya. Jung Jaehyun - nama itu yang membuatku mematahkan banyak hati. Tentang bagaimana sikap lembut dan perlakuan manisnya mampu membuatku terbang ke angkasa, saking b...