Bab I : The Gift of Sadness

6 3 0
                                    

Ini bermula setahun yang lalu. Saat itu, aku sangat sedih, kecewa dan marah kepada Kakak dan juga Nenekku, lalu untuk mencoba menenangkan diri, aku pergi ke sebuah taman tak jauh dari rumah Nenekku. Duduk dikursi taman, menangis dengan kesal.

    "Kenapa….kenapa…kenapa....mereka selalu membuat keributan. Tidak ada yang peduli sama sekali. Nobody care to me, no one." Keluhku.

    Tiba-tiba ada krikil mengenai tanganku. Aku semakin marah dan mencari siapa yang melempar krikil itu. 

    "Hei, siapa yang lembar krikil. Jangan main-main dengan gue." Ujarku dengan kesal

    Kemudian hadirlah seorang lelaki dari balik pohon dengan tersenyum, dan membuat aku diam seketika.

    "Mau balas?? Nih ambil krikilnya, lemparkan kepadaku." Ujarnya

    "Kenapa lo...arghh" ujarku dan hendak pergi

    "Tunggu...jangan pergi saat marah, balas saja aku terlebih dahulu baru kamu pergi" ujarnya sambil menghentikan langkahku

    Akupun mengambil batu dan melemparnya kearah lelaki itu, namun ternyata mengenai tulang kering kakinya, sehingga dia merasa sangat kesakitan

    "Maaf..maaf, ihhh maaf yaa ngga sengaja." Ujarku dengan rasa bersalah

    "Aku melemparmu dengan batu krikil, tapi kamu melemparku dengan batu sebesar genggaman tanganku. Sesuatu terjadi padamu." Ujarnya sambil menatapku

    "Maaf,kamu ganggu aku saat..eeh...itu alasannya kenapa sebaiknya pergi daripada membalas, kamu tuh...iihh." Jawabku dengan kesal

    "What's happen? Kamu linglung, ada apa?" Tanyanya

    "LO kepo ya…apapun yang terjadi, bukan urusan kamu." Jawabku

    "Ya..menjadi urusanku karena aku kan pacar kamu." Sahutnya

    "Kamu gila ya… aku bukan pacar kamu." Tegasku

    "Itu tadi, tapi sekarang iyakan." Ujarnya menggodaku

    "Tidak akan." Sahutku dengan lantang

    "Kamu berbohong, sebentar lagi kamu akan tersenyum dan membuat kebohongan itu terbukti." Ujarnya sambil menatapku dan tersenyum

    "Apaan sih." Ujarku lalu tersenyum

    "Kan, sudah aku duga. Kamu jika sedih, kecewa atau marah, ceritain aja. Karena dengan cerita yang mengeluarkan air mata, akan membuat pikiran tenang dan juga mudah memaafkan." Ujarnya

    "Tapi tak semuanya bisa diceritakan." Jawabku

    "Yaa itu karena kamu belum percaya sama aku, hmm..tapi aku percaya sama kamu." Ujarnya

    Aku tetap terdiam.

    "Aku itu sebenarnya seorang introvert dan juga menderita bipolar.. saat aku hendak mengganggumu sebenarnya sangat sulit bagiku, tapi aku pikir kamu butuh seseorang untuk mendengar ceritamu." Sambungnya

    "Aku...aku merasa tidak ada yang mengerti aku, tak seorang pun. Bahkan semua orang menganggap aku aneh. Tapi kamu beneran bipolar? Bipolar itu semacam gangguan mood gitu ya?" Ujarku

    "Ya.gitu deh, dan kebetulan aja aku ketemu kamu saat mood aku bagus." Jawabnya

    "Gangguan ini sangat menyakitkan bukan, belum lagi pandangan orang lain. Dan bahkan…" Ujarku

    "Yaa, tapi aku tau masih banyak yang lebih menyakitkan daripada ini. Dan kamu harus tau juga." Sahutnya

    "Kamu benar, tapi sulit bertahan jika tidak ada yang benar-benar mendukung." Ujarku

    "Itu simpel, hanya butuh diri sendiri dan kesadaran bahwa pasti ada yang sangat menyayangi dan peduli sama kamu. Just it." Ujarnya

    "Yap..makasih ya, aku udah sedikit tenang, aku pergi dulu." Ujarku dan hendak bergegas pergi

    "Aryan, kamu?" Ujarnya memperkenalkan diri

    "Aku… Tania. Nice to meet you Aryan." Ujarku.

    "Nice to meet you too pacar, bye." Ujarnya

Love Story : DelusionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang