Bab IV : Normal

6 3 1
                                    

    Sudah hampir 2 bulan aku mengenal Aryan. Kami begitu dekat dan sering menghabiskan waktu bersama. Dan merasa hubungan dengan Alina dan juga Oma sangat hangat.

    Setiap sore, Aku selalu belajar di pavilion dibelakang rumah Nenekku. Dan seperti biasa Aryan datang menghampiriku.

    "Hai..Timtim, belajar lagi?" Tanya Aryan

    "Iya.. seperti biasa." Jawabku

Tiba-tiba Alina memanggilku

    "Tanu...Titania, ini ada biskuit dan susu." Teriak Alina

    "Iya..tunggu sebentar." Sahutku

Kemudian aku bergegas pergi untuk mengambil biskuit.

    "Mana?" Tanyaku kepada Alina

    "Itu diatas meja makan." Jawab Alina

    "Ada Aryan tuh, ngga mau ketemu lagi?" Tanyaku

    "Udah..gih sana, lanjut belajar aja. Aku lagi sibuk ngerjain skripsi ni." Jawab Alina

    "Oke..makacihh kakakku yang cantik." Gurauku lalu pergi

    Kami belajar bersama, selalu menghabiskan waktu bersama. Hari demi hari kami lakukan seperti itu. Kegembiraan dan kebahagian yang diciptakan oleh kami berdua.

    Tak hanya itu, kegembiraan bersama Alina dan Oma juga sangat membantuku merasa normal dan tenang. Sekarang kami sering bersama dan menikmati quality time.

    "Oma senang kita seperti ini lagi." Ujar Oma

    "Tanu juga senang Oma, serasa Tanu hidup kembali." Sambungku

    "Liu mau ceritain tadi waktu di Kampus." Ujar Alina

    "Terus..kenapa? Liu naksir cowok, lalu ditembak ya..pantesan hari ini terlihat sangat gembira." Sahutku

    "Lebih parah lagi." Sambung Alina

    "Ha? Berarti langsung dilamar dong?" Tanyaku

    "Bukan, tapi aku nemu...uang seratus ribu disaku celana" Ujar Alina dengan bahagia

    "Ha?? Kirain apa gitu." Ujarku dengan heran-heran

    "Ya..seneng bangetlah nemu uang disaku celana, apalagi saat uang didompet menipis. Belum pernah ya..seperti ini?" Ujar Alina

    "Iya sih..seneng banget." Ujarku lalu terdiam

    Seketika suasana hening. Kami saling menatap, lalu menatap Oma yang sedang menjahit, lalu kami saling menatap lagi. Alina yang memilik humor yang receh, kemudian mencoba menahan ketawanya.

    "Hmm...Hept.." Alina yang nahan ketawa

    "Apa itu, kentut ya?" Sahut Nenek dengan heran

    Akupun tak kuasa menahan tawa melihat wajah Alina dan suara tawanya. Oma juga jadi ikut tertawa dengan ngakak, hingga cegukan dan menimbulkan suara seperti babi. Membuat Alina tertawa hingga terkencing dicelana.

    "Liu ngompol." Ujarku lalu bergegas menjauh darinya

    "Kan...kamu sih." Ujar Alina lalu pergi ke toilet

    Canda tawa seperti ini, membuat aku merasa nyata dan hidup kembali. Tak seperti sebelumnya, karena hilang ketenangan.

    Suatu hari, aku dan Aryan menghabiskan waktu bersama. Kami bersantai di rumah pohon miliknya itu.

    "An, suatu hari..kita pasti akan berpisah." Celetukku

    "Perpisahan itu salah satu yang pasti, so… bersiaplah." Ujar Aryan

    "Tapi aku ngga siap, untuk kehilangan kamu." Ujarku sambil menatapnya

    Kemudian Aryan memegang tanga dan menatapku dengan tulus.

    "Aku, ngga akan tinggalin kamu. Cinta ini hanya kamu, aku, kita selamanya. Selama kamu mencintai diri kamu sendiri, aku akan selalu ada untuk kamu." Ujar Aryan

    "Hamesha?" Sahutku

    "Hamesha Timtim" Ujarnya

    Aku tersenyum, kemudian terdiam mengingat rencanaku untuk pergi ke Kota selama 3 bulan.

    "An, aku mau bilang sesuatu sama kamu." Ujarku

    "Ngomong aja." Sahutnya

    "Pekan depan, aku akan ke Kota. Selama 3 bulan." Sambungku

    Aryan terdiam, lalu menganguk- anggukkan kepalanya menghadap arah lain dengan mata yang berkaca-kaca.

    "Aryan?" Ujarku

    "Mau terapi, ya? Bagus dong kalo gitu, aku seneng. Kesana tinggal dimana?" Tanya Aryan

    "Ada rumahku disana, maaf ya… Kita akan lama ngga ketemu, apalagi mau quality time sama Oma, karena Oma ngga ikut Aku dan Alina. Tapi kamu nanti main ke rumah" Ujarku

    "Ngga papa kok, nanti kalo ada waktu aku pasti" Sambungnya dan tersenyum

    Setelah hari itu, kami sudah mulai jarang ketemu. Aku mulai sering quality time bersama Nenekku dan juga Alina. 

    Kedekatan aku dan Alina semakin hari sangat hangat, aku semakin menyadari kepeduliannya. Dia selalu menceritakan tentang bisnis keluarga dan juga kelanjutan kuliahnya. Sehingga aku mulai berani bercerita kepadanya.

    "Kak Liu, kok Aryan sekarang jarang ya dateng ke rumah" ujarku

    "Bagus dong, berarti dia mulai ada kesibukan lain. Dan mungkin sifat introvertnya akan perlahan hilang." Ujar Alina

    "Tapikan, seharusnya dia ada terus, dia bilang akan datang. Apalagi aku akan pergi lama ke Kota." Ujarku

    "Sudahlah..mungkin dia lagi sibuk dengan keluarganya. Ngga usah dipikirin. Minum obat lalu tidur, oke" ujar Alina lalu pergi.

    Seperti biasa, aku merasa Alina tidak tertarik mendengar cerita Aryan. Tapi aku mencoba untuk berpikiran positif tentang segala hal yang terjadi.

Love Story : DelusionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang