10.

5.5K 577 39
                                    

Ganteng membawa koper besar milik Cantika dan tas punggung yang berisi bajunya. Sedangkan Cantika membawa kedua anaknya yang terlihat antusias karena akan pergi berlibur. Davin sudah duduk di salah satu bangku tunggu sedangkan Gavin berlari kesana kemari melihat beberapa pesawat yang sedang parkir dilandasan.

"Gavin, duduk dulu, sayang. Mama capek!" Cantika memanggil sang putra untuk beristirahat, sayangnya sang anak tidak mau. Gavin malah berlari semakin jauh mengeksplorasi ruang tunggu bandara yang besar.

"Kamu duduk saja. Biar Abang yang mengawasi Gavin." Cantika tersenyum mengucap terima kasih.

"Mama, mau minum itu." Davin menunjuk mesin minuman yang memajang berbagai macam minuman dingin.

"Susu ya?"

"Teh dingin." Cantika beranjak untuk membeli minuman saat Diana menghampirinya.

"Bu Sarah beneran jadian sama pak Ganteng?" Tanya Diana berbisik.

"Iya. Kenapa?"

"Berasa mimpi buruk, bu. Ibu kan cantik dan pak Ganteng begitulah. Seperti beauty and the beast."

"Tante, beast itu jelmaan pangeran tampan yang dikutuk nenek sihir loh." Davin tiba-tiba saja sudah ada didekat mereka dan di XLmenyelutuk. Diana tersenyum masam. Kalau di dongeng, beast memang akan berubah jadi pangeran tampan. Tapi ini dunia nyata, sampai matipun Ganteng tidak akan berubah jadi Ganteng, jadi tua dan keriput iya.

"Jangan lihat covernya. Tapi saya juga tidak menyarankan kamu untuk melihat dalamnya. Bahaya kalau sampai lihat dalamnya, bisa lumer seperti coklat kena panas." Ujar Cantika seraya meninggalkan Diana yang terbengong ditempatnya. Cantika menghampiri Ganteng yang menenangkan Gavin yang sedang tantrum.

"Kenapa?"

"Dia takut naik pesawat." Cantika menatap Ganteng heran. Ganteng tidak menjawab dan memilih menenangkan Gavin yang kini sudah berada dalam gendongannya. Beberapa kata penghiburan dikatakan untuk meredakan tangisan Gavin. Hingga waktu naik kedalam pesawat Gavin tetap berada dalam gendongan Ganteng. Anak Cantika itu seperti koala yang menempel pada induknya.

"Dia tidur, biar dalam gendongan saya saja." Ganteng memberi tahu saat pramugari meminta dirinya melepas Gavin untuk duduk sendiri. Ganteng memasang sabuk pengamannya. Cantika duduk diantara Davin dan Ganteng.

"Tadi itu kenapa?"

"Ada anak menangis ketakutan naik pesawat. Orang tuanya marah dan Gavin tiba-tiba ikut merengek lalu tantrum. Dia sering begini?"

"Sekarang tidak terlalu sering. Gavin kurang bisa mengendalikan emosi. Kalau ada yang tidak sesuai dengan keinginannya bisa tantrum." Ganteng mengangguk. Ia mengusap-usap punggung Gavin yang tertidur dalam pelukannya.

"Mama, ngantuk."

"Sini tidur sama mama, nanti kalau sudah sampai mama bangunkan."

"Ini pertama kalinya mereka naik pesawat?"

"Sebenarnya sudah beberapa kali. Cuma mungkin karena pengaruh anak tadi, dan kelelahan jadinya dia tantrum. Gavin nyaris tidak tidur karena tidak sabar mau naik pesawat."

"Kamu juga istirahat kalau begitu. Masih ada beberapa jam sebelum mendarat." Cantika memilih menyandarkan kepalanya dilengan Ganteng. Davin sendiri sudah terlelap dalam pelukan sang mama. Entah karena hawa dingin dipesawat atau karena lelah, Cantika terlelap sebentar seraya bersandar pada Ganteng. Lelaki itu membangunkan Cantika bergigi pesawat mereka mendarat. Gavin terbangun karena suara berisik.

"Kamu turun dengan Gavin, biar saya yang menggendong Davin." Cantika mengangguk setuju. Mereka turun terlebih dahulu disusul Ganteng yang menggendong Davin yang nyenyak dalam tidurnya.

Two Heart (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang