500

18 7 0
                                    

Sistema Cardis.

Ah. Sebelum sampai ke bagaimana Elizabeth menggebu menginginkannya, alangkah baiknya Elizabeth mencoba mengakses kelima panca inderanya sekarang.

Hal yang terakhir Elizabeth ingat adalah ketika ia menjangkau pintu belakang sebuah kabin di tengah hutan lindung yang terletak di daerah kekuasaan Divisio Tessa. Seusai meyakinkan diri bahwa kabin itu benar adanya dan bukan hologram, Elizabeth memindai kemungkinan adanya jebakan di sekitar kabin. Tidak ada piranti laser yang akan muncul ketika ia menginjak rerumputan di sekitar rumah. Tidak ada busur panah atau mata tombak yang tiba-tiba mengejarnya ketika ia menaiki dek kabin. Tidak ada mekanisme keamanan tertentu yang membuat rumah itu spesial.

Rumah kabin di tengah hutan itu tampak tidak lagi dihuni, melihat debu yang ada di pagar kayu yang membatasi dek. Akan tetapi, laporan kegiatan di sana menyatakan bahwa pemilik rumah itu - Baron Cardis - sering terlihat keluar-masuk rumah ini.

Street scanner tidak pernah berbohong. Lebih sulit untuk mengakali pemindai jalanan itu ketimbang menebak kata kunci akun pribadi milik politisi - street scanner memiliki data sidik jari lengkap apabila piranti tersebut dibajak, sehingga tidak ada yang berani meretas perangkat tersebut bila orang tersebut sama sekali tidak mau identitasnya diendus.

Memang, kenyataan tersebut belum bisa menepis kemungkinan bahwa Elizabeth telah datang ke kandang singa. Ia bisa saja tidak akan kembali, atau kembali dengan tangan kosong. Obsesinya menjadi sia-sia.

Sekali lagi: ia tidak akan mundur.

Selain memeriksa mengenai rumah tersebut sebelum ia datang, Elizabeth sudah mengira-ngira skenario apa saja yang akan dihadapinya sesudah ia memereteli kunci. Ia telah hafal berbagai perangkap yang dipasang di pintu dan cara-cara untuk menghindarinya, atau paling tidak mengurangi dampak yang ditimbulkan. Ada beberapa trik yang menimbulkan ledakan kecil di pintu ketika pintu tersebut dipaksa dibuka, oleh karena itu Elizabeth membuka pintu dengan bantuan capit mekanik yang sudah diatur untuk menghasilkan besar kekuatan tertentu agar pintu tersebut dapat dibuka tanpa tenaga berlebih atau sensor panas tubuh menangkap dirinya.

Ya, ia hanya ingat saat ia berhasil masuk ke rumah kabin yang gelap. Sekedar itu.

Kini, ia membuka mata ke ruangan gelap yang sama, namun ia telah terduduk di suatu tempat. Elizabeth mencoba menarik tangannya, menemukan bahwa kedua tangannya tidak diikat pada kursi atau tiang. Akan tetapi, ia tidak bisa berdiri karena ada sesuatu yang berat mengganjal kedua kakinya.

Ketika cahaya tiba-tiba berpendar memenuhi ruangan, ia segera refleks menutup mata. Sengat pusing mendera kepala sejurus dengan sakit yang ia rasakan menjalar dari matanya setelah menerima sinar terang secara tiba-tiba.

Yang ia lihat setelah matanya beradaptasi dengan cahaya ruangan yang bersumber dari satu lampu gantung, adalah meja panjang mahoni di hadapannya, juga pantulan wajah seorang wanita dari sisi meja yang bening mengilap. Rambut hitamnya ia kuncir kuda, dahinya terlihat lebar tanpa adanya satu helai rambut. Senyumnya naik menatap balik Elizabeth yang membeliak melihatnya duduk di seberang meja, menahan dagunya dengan kedua punggung tangan alih-alih menunggu. Ia mengenakan kemeja putih polos, kerah teratasnya dibuka, lengan kemejanya terlipat sampai siku.

Di dalam kepala Elizabeth, Elise Cardis mirip dengan seorang penyidik yang hendak menginterogasi tersangka. Sayang, tidak ada penyidik yang akan menatapnya dengan lembut, tidak ada polisi yang akan berlaku sopan pada seseorang yang berasal dari Slum, apalagi bila mereka tertangkap basah mencuri.

"Apa, kamu kira rumah ini dimiliki oleh seorang Baron tua? Tidak." Elizabeth menelan ludah. "Selamat datang, nona pencuri. Saya adalah pemilik rumah ini, Elise Cardis."

Regal Couture [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang