205

28 8 0
                                    

Sistema Cardis.

Sebuah komputer kuantum, katanya, tetapi, tidak ada siapa pun yang tahu bentuk dari Sistema Cardis itu sendiri. Pada akhirnya, semua menyerah untuk mengetahui apa gerangan Sistema Cardis tersebut, mengelu-elukannya sebagai sebuah fana yang tiada. Sebuah dongeng. Sebuah kisah indah pengantar tidur yang saintifik. Sebuah mimpi yang dirangkai dengan untaian-untaian kalimat yang menggugah siapa saja yang mendengarnya.

Elizabeth ingat bagaimana mata Elise Cardis menatapnya lamat-lamat setelah ia mengutarakan alasan mengapa Elizabeth menginginkan Sistema Cardis. Seakan-akan, Elise Cardis tengah berusaha menyisir satu demi satu sel di wajahnya untuk mengungkap bahwa Elizabeth berkata benar atau tidak.

<log>
> "Saya ingin balas dendam,"
> "Saya ingin meruntuhkan Sistem dengan Sistema Cardis."
>"Sistema Cardis mempunyai kecepatan pengolahan informasi yang brilian. Saya bisa memanipulasi data dengan cepat tanpa terendus. Saya bisa membuat seseorang yang kini ada di balik lindungan jeruji besi mendadak mati,"
>"Saya bisa menguasai dunia."
</log>

Kalau boleh jujur: ya, Elizabeth telah berbohong. Namun, tidak ada jawaban yang benar di dalam benaknya.

Saat senyum Elise Cardis di sana meruncing, Elizabeth hanya bisa menelan ludah. Sang tuan rumah sudah membacanya.

"Aku tahu kamu sebenarnya tahu kebenarannya, itu bukan dendam," ia memulai. "Kamu sekedar bingung karena ada bagian teka-teki yang hilang, tapi itu tidak cukup untuk membuatmu dibutakan oleh dendam."

<premis> Duke Lakspur yang tewas di depan matanya. / Di saat yang sama, Duke Lakspur dianggap sebagai dalang utama yang masih hidup. </premis>

Benar, Elizabeth tidak dapat menghubungkan antara titik A dan titik B, lagi tidak membuat titik baru atau menghubungkan antar titik dengan garis semrawut.

"Lalu satu kebohonganmu lagi," Elise Cardis mendekatkan wajahnya, tubuhnya condong ke arah Elizabeth. "Kamu datang ke sini karena kamu tidak punya tempat kembali, 'kan? Kamu mempertaruhkan segalanya, bahkan lebih memilih untuk mati atau tertangkap, karena kamu sama sekali tidak punya tujuan."

Sejenak, Elizabeth merasakan dinding pembatas antara dirinya dan Elise Cardis hilang tanpa sisa. Nada itu, kata-kata itu, seperti tidak ditunjukkan pada Elizabeth melainkan kepada orang lain. Orang yang berada jauh di masa lampau. Seperti melihat sosok kecil di sebuah cermin fatamorgana.

Senyum Elise Cardis sepanjang sore itu melembut. Ia kembali menuang teh ke cangkirnya sendiri, menikmati setiap sesap hangat untuk dirinya sendiri, sebelum akhirnya Elise Cardis kembali menyilangkan jemarinya untuk memangku dagunya di atas meja.

"Kembalilah dua minggu lagi," perintahnya. "Kamu berani mati, 'kan?"

Elizabeth mengangguk. Elise Cardis menjentikkan jarinya untuk mengeluarkan sebuah layar besar di belakangnya. Sebuah grafik muncul di sana, data-data yang terus berjalan mengenai kondisi vital 'Elise Cardis'. Di manekin yang tampak di pojok kiri, ada dua poin yang menyala kuning, satu di dada sebelah kiri dan satu di kepala.

"Inilah Sistema Cardis," telunjuknya mengarah ke dua titik berwarna kuning itu. "Tubuhmu adalah senjatamu. Komputer kuantum-mu."


Komputer kuantum.

Manusia telah mencoba berbagai macam cara untuk melampaui batas manusia lainnya, baik itu di bidang sains teknologi maupun humaniora.

Memanfaatkan kenyataan bahwa ada banyak 'ruang kosong' yang 'tidak digunakan' pada otak, para ilmuwan gila yang merupakan satu keluarga yang dahulu hidup makmur dengan segala sumber gelap untuk percobaan mereka, telah menemukan cara untuk mempercepat pengolahan informasi dan perangkat khusus yang mampu mencerna data yang bersumber dari optik, olfaktori, lisan, pendengaran dan sensor sentuhan: manusia itu sendiri.

Regal Couture [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang