Chapter 6 (First Time)

1 0 0
                                    

Chapter 6


(First Time)


"Sering sekali keadaan mempermainkanmu dengan membuatmu merasa semakin takut akan menghadapi apa yang terjadi di kehidupan nyatamu."

Las Vegas tak kalah indahnya dengan LA, kota terpadat itupun juga salah satu tujuan tempat wisata bagi pengunjung-pengunjung luar. Aruna baru saja terbangun dari tidurnya, ia sudah berada di rumah kakeknya yang tak terlalu jauh dari stasiun. Aruna membuka jendela kamarnya, menghirup udara segar Las Vegas. Ia benar-benar rindu dengan kota tersebut, kota masa kecilnya.

Aruna keluar dari kamarnya, ia mencium bau masakan dari arah dapur. Aruna mendapati sang kakek tengah menyiapkan sarapan, dengan dibantu oleh sepupu laki-lakinya. Ya, kakek Aruna hanya tinggal berdua dengan sepupunya tersebut.

"Kakek, sini biar Aruna bantu." Ucap Aruna, ia sudah berada di samping sang kakek.

"Kau sudah bangun Aruna? Kakek ingin membangunkanmu, tapi sepertinya kau lelah sekali." Ucap sang kakek, kakek Thomas namanya.

"Sebaiknya kau siapkan alat makannya saja." Sahut sepupu Aruna, Erick Lewis. Aruna pun menuruti apa yang di kata Erick. Setelah semua sudah di siapkan, akhirnya merekapun menikmati sarapan dengan suasana hening. Hanya terdengar suara dentingan antara piring, sendok dan garpu.

Acara sarapanpun selesai, Aruna menawarkan diri untuk mencuci piring. Tiba-tiba saja, Aruna di kagetkan dengan kedatangan Erick yang sudah berdiri di samping Aruna. Untung saja jantung Aruna tidak copot saking terkejutnya.

"Kau mengagetkanku." Ucap Aruna yang masih terfokus dengan mencuci piring. Yang diajak bicara hanya menatap Aruna, tanpa mau mengalihkan pandangannya.

"Kenapa kau menatapku terus sih?" Tanya Aruna, saat ia sudah selesai meletakkan piring-piring yang sudah ia cuci di atas rak piring.

"Kenapa kau tiba-tiba kembali kesini? Bukankah aku sering sekali mengajakmu kemari, tapi kau selalu menolaknya. Dengan alasan pekerjaanmu yang sangat disayangkan untuk kau tinggalkan."

Aruna tidak percaya dengan apa yang di lontarkan oleh sepupunya itu. Mereka berdua memang tumbuh bersama, dengan Erick yang lebih tua satu tahun dari Aruna.

"Emm, karena aku hanya ingin kembali kesini." Aruna sedikit tidak yakin bahwa Erick akan mempercayai ucapannya itu.

"Kau tidak bisa berbohong dariku Aruna." Erick terus saja menatap Aruna. Sedangkan Aruna tidak dapat menatap Erick, sekali Aruna menatap mata milik Erick. Maka, kebohongan yang Aruna sembunyikan akan terbongkar.

"Kau mendapat masalah di LA?"

Pertanyaan dari Erick membuat Aruna tak bisa mengeluarkan kata-kata. Ingin sekali Aruna mengakhiri situasi tersebut, ingin rasanya Aruna segera pergi dari hadapan Erick. Berbicara dengan Erick mungkin bisa menjadi sesuatu yang sangat salah. Di tambah Erick yang mudah penasaran.

Hening, Aruna tak menjawab pertanyaan dari Erick. Mereka berdua sama-sama terdiam, bergelut dengan pikiran mereka masing-masing. Akhirnya Erick pergi dari hadapan Aruna, dan tidak akan memojokkan Aruna dengan pertanyaan-pertanyaannya. Meski sebenarnya Erick sangat penasaran dengan Aruna yang tiba-tiba datang ke Las Vegas.

***


Alex melempar gelas berisikan wine yang berada di tangannya. Billy baru saja menyampaikan laporan, bahwa saham perusahaannya mengalami penurunan. Beberapa minggu lalu, perusahaannya baru saja bekerja sama dengan sebuah perusahaan yang bergerak dibidang restoran. Dan di kabarkan perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan, yang membuat saham Alex menurun drastis.

"Kenapa bisa menjadi seperti ini?" Tanya Alex.

"Sebenarnya perusahaan tersebut sudah tidak dapat di pertahankan lagi." Jawab Billy, tanpa memandang ke arah Alex. Saat ini wajah Alex tidak bisa di gambarkan lagi, wajah yang tersirat penuh dengan amarah.

"Kalau begitu, kau tahu kan apa yang harus kau siapkan untuk nanti malam?" Billy mengangguk mengerti, ia paham betul apa yang di maksudkan oleh Alex.

"Kosongkan semua jadwal ku hari ini." Ucap Alex, Billy hanya meng-iyakan ucapan Alex. Entah kenapa hari ini Billy tak banyak bertanya, sepertinya ia sendiri sedang bergelut dengan pikirannya.

Setelahnya Alex menuju ke basement, menuju ke tempat dimana mobilnya terparkir. Alex memasuki mobilnya dan melajukan mobil tersebut, membelah jalanan kota LA yang sedang lengang siang itu. Mobilnya terus melaju, hingga Alex menghentikannya di sebuah tempat pemakaman.

Alex mengambil sebotol wine yang ia bawa dari kantornya. Setelah itu ia berjalan menyusuri pemakaman tersebut, mencari-cari sebuah batu nisan. Dan disinilah Alex sekarang, berdiri di sebuah batu nisan bertuliskan nama "Richard Hylson"

"Maaf, jika aku jarang mengunjungimu." Alex meletakkan botol wine yang ia bawa dari kantor dan meletakannya diatas makam tersebut.

"Ku harap kakek selalu bahagia disana. Dan maaf, aku telah menghilangkan barang yang kau berikan padaku. Dan aku sangat tahu bahwa cincin tersebut adalah barang berharga melebihi apapun." Wajah Alex menyiratkan kesedihan, ia tahu ini semua salahnya sehingga benda peninggalan kakeknya hilang.

Alex meninggalkan tempat tersebut, ia kembali menuju mobilnya. Dan mobil Alexpun membawa Alex menuju ke kantor. Di perjalannya menuju ke kantor, tiba-tiba saja pikirannya kembali teringat akan Aruna.

"Sepertinya kau bersembunyi di tempat yang tak bisa ku temukan." Ucap Alex pada dirinya sendiri. Dan melanjutkan perjalanannya, sebelum ia harus melakukan sesuatu hal untuk nanti malam.

Time DimensionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang