Chapter 7 (Illusion)

1 0 0
                                    

Chapter 7
(Illusion)

“Terkadang otakmu di ciptakan untuk membuat hal-hal baru yang mungkin untuk kau kenang. Dan setelah kenangan-kenangan tersebut kau ciptakan, kau tinggal memilih menyimpannya atau menghapusnya dari ingatanmu.”

4 April 1991
Sudah satu bulan lamanya Aruna berada di Las Vegas, dan dia terus menerus belajar bela diri dengan Erick. Hingga pada akhirnya Aruna sudah mulai pandai dalam menerapkanya. Beberapa kali Erick mengajaknya berkelahi, dan Aruna sudah bisa membuat pertahanan dirinya sendiri. Meskipun Aruna memang masih baru belajar, namun kemampuannya diluar perkiraan Erick.

“Hosh, hosh….” Nafas Erick membara, ia baru saja melakukan lomba lari bersama Aruna. Dan Aruna? Ia masih tertinggal jauh dengan Erick dan sepertinya Aruna tidak mampu lagi untuk berlari.

Saat Aruna sudah sampai, ia langsung saja terduduk di tanah. Kakinya benar-benar lemas seperti jelly, bahkan Aruna merasa bahwa ia tak memiliki kaki. Erick yang melihat Aruna tak sanggup berjalan, ia menjongkokan badannya. Dan menyuruh Aruna untuk naik ke punggunya.

“Memangnya kau kuat menggendongku?” Tanya Aruna, ia masih berada di posisinya. Karna untuk berdiri saja Aruna tak sanggup.

“Kau meremehkan pelatihmu?” Tanya Erick balik. Aruna terkekeh, lalu ia mencoba berdiri dan naik ke punggung Erick. Setelahnya, Erick menggendong Aruna sampai rumah. Di perjalanan mereka menuju rumah, banyak canda tawa yang mereka ciptakan.

“Kau ini sebenarnya makan apa? Kenapa tubuhmu berat sekali?” Tanya Erick.

“Katanya kau pelatih? Kenapa terus mengeluh?” Aruna terkekeh, Erick yang mendapat pertanyaan balik dari Aruna hanya mampu menghempaskan nafas beratnya. Hingga akhirnya mereka sampai di rumah. Sang kakek terduduk di teras rumah, menanti kedatangan kedua cucunya.

“Aruna, apa yang terjadi denganmu? Kenapa kau di gendong oleh Erick?” Tanya sang kakek saat mereka sudah menginjakkan kaki di teras rumah. Erick-pun menurunkan Aruna dari punggungnya.

“Aku tidak apa-apa kakek, hanya saja aku habis lari pagi. Dan kaki ku tak mampu untuk berjalan, makanya Erick menggendongku. Kakek tak perlu mengkhawatirkannya.” Ucap Aruna sambil memeluk sang kakek. Kakek Thomas bernapas lega, mendengar sang cucu baik-baik saja.

“Segeralah mandi, kakek sudah menyiapkan sarapan untuk kalian berdua.” Ucap sang kakek yang langsung di tanggapi dengan sebuah anggukan dari mereka berdua.

Akhirnya Aruna dan Erick menyantap sarapan yang sudah dibuat oleh kakek Thomas. Tak ada pembicaraan yang keluar dari dalam mulut mereka berdua, mereka terlalu sibuk dengan makanan dan juga pikiran mereka masing-masing. Erick menyelesaikan sarapan terlebih dahulu, dan ia langsung saja membereskannya.

“Emm, Aruna mungkin hari ini aku tidak bisa melatihmu. Karena ada keperluan yang mesti ku urus dulu.” Ucap Erick saat ia sudah selesai mencuci piring kotornya. Aruna yang masih menikmati sarapannya hanya menganggukan kepalanya, dan mengacungkan jempolnya.

“Lagi pula aku ingin bermalas-malasan hari ini.” Sahut Aruna kemudian, ia menyuapkan satu sendok nasi terakhir kedalam mulutnya. Erick yang mendengarnya hanya menganggukan kepala setelah itu ia hilang dari pandangan Aruna.

Aruna sudah selesai menghabiskan sarapannya, dan langsung mencuci piring tersebut. Setelah selesai membereskan semuanya termasuk meja makan, Aruna kembali ke kamarnya. Ia memang sedang ingin bermalas-malasan saja. Beberapa minggu ini ia sering sekali berlatih bela diri, dan mengurangi jatahnya untuk bermalas ria.

Saat Aruna sudah merebahkan tubuhnya di atas kasur, tiba-tiba saja sebuah cahaya keluar dari laci mejanya. Lantas Aruna terbangun dan melihat cahaya apa yang keluar dari dalam lacinya itu. Laci mejanya sudah terbuka, dan cahaya tersebut berasal dari dalam cincin. Cincin itu memang sudah tidak pernah lagi mengeluarkan cahaya, semenjak Aruna berada di Las Vegas.

Time DimensionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang