Arra mencermati wajah ayahnya yang semakin keriput. Model rambutnya masih sama, gondrong sampai sebahu. Hanya saja ubannya semakin banyak. Entah kapan terakhir kali ia memerhatikan setiap inchi wajah ayahnya. Yang jelas, waktu itu flek dan uban ayah masih belum sebanyak sekarang.
Seperti biasa, ayah selalu menyambut anak sulung kesayangan dengan hidangan makanan favorit yang lezat. Sedewasa apa pun Arra ketika melayani Ranji, namun ketika pulang ke rumah ayah, sikapnya berubah drastis. Walau sebentar lagi dirinya akan menjadi seorang ibu, tapi sikap manjanya ketika berhadapan dengan ayah tidak bisa hilang.
"Jangan minta gendong lagi. Ayah sudah nggak kuat," protes ayahnya ketika Arra mengulurkan kedua tangannya.
"Peluk, Yah. Bukan gendong. Justru Arra takut kalau Ayah gendong. Berat badanku udah setengah kwintal lebih."
Mereka berdua tertawa, lantas berpelukan. Rasanya masih sama. Hangat dan nyaman sekali. Kalau boleh meminta, ia tidak ingin melepaskan pelukan ayah. Namun, semua harapan itu sirna ketika Alun memukul kakaknya dengan sendok sup agar menyudahi drama berpelukan.
"Makan, makan!" perintah Alun. "Lo nggak tahu, kan gue disuruh Ayah belanja di pasar buat masakin anak cewek kesayangannya? Jatuh banget harga diri gue sebagai cowok cool yang terkenal di dunia per-Tik-tokan."
Arra mengelus perutnya dan mengucap, "Mit-amit jabang bayi." Jangan sampai anaknya kelak menurun kelakuan sang paman. "Masih aja sih lo mainan Tik-tok? Kayak nggak ada kerjaan lain aja, Dek-dek. Lagian mana ada yang tau sih followers seuprit lo itu kalo cowok yang katanya cool nyambangin pasar?"
"Widiw! Jangan salah lo, Kak. Tik-tok nggak seburuk yang lo pikirkan. Ada lho, perusahaan buka lowongan syarat utamanya bisa main Tik-tok. Jadi intinya Tik-tok itu bisa di aplikasikan untuk bahan edukasi dan sarana promosi. Bukan cuman sekadar joget mamah muda atau goyang ubur-ubur doang," jelas Alun sambil menata piring dan sendok di meja makan. "Ngomong-ngomong masalah followers yang katanya seuprit, coba lo lihat."
Arra mendelik kaget. "Beli followers sejuta di mana lo, Dek?"
Alun hanya membalas dengan senyum jemawa.
"Anak zaman sekarang kabanyakan gengsi. Baru disuruh ke pasar harga dirinya sudah jatuh. Justru kalau anak di rumah ungkang-ungkang kaki sambil joget-joget di depan Hp, baru harga dirinya jatuh. Itu tandanya anak yang nggak ngerti kerjaan," sindir ayah. "Lihat tuh di luar negeri, cowok nenteng tas isinya belanjaan, nggak ada tuh yang gengsi. Percaya sama Ayah, cewek itu lebih suka sama cowok yang ngerti kerjaan rumah daripada sama cowok bad boy yang ada di FTV."
Arra dan Alun saling berpandangan. Tidak menyangka Ayah bisa berbicara demikian.
"Ayah tahu dari mana?" tanya Arra.
"Lihat drama China," jawab ayahnya santai yang dibalas tawa oleh kedua anaknya. Tidak menyangka sosok ayah yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan kuas dan kanvas ternyata memiliki hobi menonton.
Semua berjalan sesuai dengan apa yang Arra rindukan. Bercengkerama di meja makan membicarakan apa saja yang membuat hati kecilnya menghangat.
Inilah keluarga yang sesungguhnya. Meski tidak ada kehadiran sosok ibu, namun suasana rumah tetap hangat. Ada tawa yang memecahkan sepi. Ada obrolan yang mengusir jenuh. Ada sentuhan yang memberikan rasa nyaman. Andai rumah yang Arra huni bersama Ranji selalu seperti ini, mungkin dirinya tidak akan merasa kesepian. Untuk beberapa detik, Arra merindukan masa-masa sebelum menikah yang tidak seharusnya dia sesali.
*
Waktu berjalan begitu lambat, untuk mereka yang tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja. Sudah 15 minggu terlewati pasca Ranji berjanji akan mengantar istrinya check up. Namun sampai detik ini, hal yang dijanjikan itu belum juga ditepati. Ranji justru semakin sibuk setelah berhasil memenangkan proyek. Kalau sedang ada meeting marathon, Ranji dua minggu tidak pulang ke rumah. Jarak antara Lampung dan Palembang yang jauh tidak memungkinkan untuk pulang sewaktu-waktu. Apalagi mereka harus berhemat untuk biaya persalinan anak pertamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Giving Birth
RomanceArra Elsauna, seorang istri Ranji Larang, sekaligus pemilik Rumah Kreasi. Arra merasa dirinya mampu mengurus pekerjaan rumah tangga, tetap menjadi guru di Rumah Kreasi, dan mengikuti kelas ibu hamil. Saat kandungan Arra sudah memasuki 36 minggu, air...