Beautiful Goodbye [Satu]

720 20 0
                                    

Namaku Noora Amelie. Kalian bisa memanggilku Noora. Tahun ini menjadi tahun berharga bagi hidupku karena akhirnya, setelah perjuangan yang tak kenal lelah, aku masuk ke dunia perkuliahan sesuai dengan apa yang aku impikan.

Psikologi. Itu adalah jurusan yang sangat aku idamkan sejak lama. Melihat seorang psikolog yang begitu sabar menghadapi pasiennya membuatku termotivasi untuk menjadi seperti mereka. Aku lebih memilih menjadi psikolog daripada dokter karena aku takut darah dan jarum suntik. Tetapi, hal itu tak menggoyahkan hatiku untuk membantu seseorang yang membutuhkan bantuanku baik sakit mental maupun fisik.

Jam enam pagi aku sudah siap dengan kemeja putih, rok hitam, dan juga name tag yang sudah ditentukan. Pagi ini aku sudah siap melakukan ospek secara daring, maklum korona sedang ganas-ganasnya sehingga terpaksa kami melakukannya tanpa tatap muka secara langsung.

Aku menatap pantulan wajahku di cermin. Baik, aku hanya memoles dengan bedak tipis mengingat adanya peraturan tidak diperbolehkannya memakai make up saat ospek. Daripada kena ceramah, aku lebih baik menurut.

Setelah dirasa cukup, aku mulai duduk di depan laptopku yang beralaskan karpet beludru dengan meja lipat di atasnya. Sekali lagi aku menatap diriku dalam pantulan layar laptop dan merapikan sedikit anak rambut yang berantakan. Beberapa kali aku juga membaca grup chat yang sudah dibuat beberapa hari yang lalu untuk melihat seberapa antusias teman-teman onlineku menyambut ospek hari ini sekaligus mengurangi rasa gugup yang kian menjalar.

Tepat pukul setengah tujuh, Kak Flora, salah satu pembinaku memberikan link zoom untuk melakukan siaran langsung ospek dari univ. Jantungku berdetak kencang. Aneh. Online saja bisa segugup ini apalagi jika offline, pikirku.

Aku segera menekan keyboard dan memasukkan angka-angka di dalam ID dan juga passcode zoom. Kutarik nafas dalam-dalam saat laptopku mulai terhubung ke arah zoom.

Zoom dimulai. Aku gugup. Gugup kali. Bukan, kini bukan karena ospek. Tetapi karena ada seseorang di depan layar tengah duduk menggunakan jas almamaternya dan tengah merapikan rambutnya yang berantakan. Mataku tak bisa berkedip. Rasanya seolah dunia berhenti berputar melihat orang itu tengah menatapku di sana, walau aku tau, di aplikasi ini ada ratusan peserta lainnya.

"Hallo, selamat pagi, apa kalian bisa dengar suara kakak?" suara itu terdengar di speaker laptopku, membuyarkan lamunanku dengan sosok lelaki ini.

Aku spontan mengangguk. Beberapa mahasiswa baru lainnya menyalakan microphonenya untuk menjawab pertanyaan sebelum ia matikan kembali agar keadaan lebih kondusif.

"Okai, kakak matikan microphonenya ya. Kalau ada apa-apa bisa chat saja."

Suaranya begitu merdu di telinga. Entah mengapa membuat hatiku nyaman dan berbunga-bunga.

Sebuah chat masuk, chat untuk grup zoom yang ditulis oleh kakak itu. "Sambil menunggu kalian boleh sarapan ya, jangan sampai perut kalian kosong. Entar bisa sakit," isi chat tersebut.

Aku tersenyum. Begitu perhatiannya lelaki ini kepada adik-adiknya. Bahkan selama aku hidup, dialah kakak tingkat pertama yang memperhatikan adik-adik tingkatnya dengan begitu baik. Tak seperti lainnya yang hanya bisa marah-marah dan membuat perintah.

Aku memasukkan tango ke dalam mulutku. Jam segini aku memang tak terbiasa sarapan. Perutku akan mulas dibuatnya. Oleh karena itu, akan lebih baik jika aku ngemil saja.

Chat kembali masuk dari kakak tingkat misterius yang belum ku tahu namanya. "Sebentar lagi pembukaan ospek dimulai ya dek. Makannya dihentikan dulu, nanti dilanjutkan setelah pembukaan selesai. Kalian bisa mulai persiapan,"

Menurut. Aku menghentikan makan tangoku. Kini aku fokus menatap kakak itu yang tengah berbicara dengan temannya di layar laptop. Saat selesai mengobrol, ia mengambil sesuatu di dalam lacinya. Sebuah kaca mata.

Damn! Damagenya benar-benar luar biasa! Kakak ini benar-benar tampan dengan kaca mata yang nangkring di antara hidungnya itu. Aku kembali tak fokus dengan acara ospek yang baru di mulai. Bahkan ketika semuanya berdiri karena lagu mars sedang dinyanyikan, aku tetap duduk hingga sebuah chat kembali masuk. "Silahkan berdiri dek,"

Aku tersenyum kikuk. Malu. Aku rasa kakak itu sedang memperhatikanku, tetapi entahlah, di antara ratusan mahasiswa di sini mana mungkin gadis sepertiku ternotice kakak tampan seperti dirinya.

Aku mulai memperhatikan pembukaan ospek lagi, mengenyahkan segala pikiran tentang kakak tingkat itu yang sedang bermain-main dengan mesin ketiknya, entah sedang mengetik apa.

Upacara pembukaan selesai. Kini giliran universitas memberikan materi-materi terkait dunia perkuliahan. Selama menjalankan materi, kami boleh makan dan minum. Syaratnya kegiatan itu tidak boleh difoto atau disebar di media sosial. Kami setuju.

Aku kembali makan tango milikku sembari sesekali menulis materi yang ada. Mataku kemudian terfokus pada ponsel yang sedari tadi berkedip karena chat yang masuk. Tangannya gatal sekali hendak membukanya.

Ternyata chat itu berasal dari grupku. Dan benar saja. Hampir semua mahasisiwi di sana tergila-gila dengan lelaki ini. Aku semakin seru menscroll chat dari teman-temanku hingga sebuah nama muncul dari sana.

"Namanya Agam. Jurusan perikanan tahun kedua," kata salah satu temanku itu.

Aku tersenyum, lalu melirik Kak Agam yang tengah mengetik sesuatu.

Chat kembali berlanjut. Beberapa dari mereka memberikan bukti foto ketika ia dengan secara random mengechat Kak Agam melalui zoom secara privat. Melihat itu aku sungguh iri. Ingin sekali pesanku dibalas oleh Kak Agam. Tetapi memangnya aku akan mengechat apa?

Ah...

Aku tau. Tanganku mulai mengetik sembari bibir yang terus menyunggingkan senyuman.

"Kak pengen seblak,"

Enter. Kirim.

Aku benar-benar gila! Sangat gila sampai bisa bertindak seperti ini. Tapi mau ditarik pun sudah tak bisa. Nasi sudah menjadi bubur. Ah sudahlah. Aku harap chatku itu tenggelam saja di rawa-rawa!


Yeayy akhirnya bisa lanjut cerpen hehe jadi ini singkat gitu guys kayak part Dilema semoga suka!

Ini CerpenkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang