Empat

1.5K 65 0
                                        

.
.
.
.




Akhirnya Dirgan bisa keluar dari warung pecel lele sekitar jam setengah tujuh malam, itu pun karena dia menegaskan pada Sinta bahwa dia memiliki tugas yang sangat banyak dan belum selesai hingga akhirnya cewek itu paham dan membiarkannya kembali.

Dirgan buru-buru kembali ke asrama mau melihat keadaan Angga, dia juga sangat menyesali kebodohannya bahwa kunci kamar di pegang olehnya. Pasti Angga lelah menunggu di depan kamar.

Cklek.

Pintu kamar sudah di buka. Dirgan langsung menyalakan lampu kamar, namun tetap tidak menemukan Angga di dalamnya.

“Sialan!!”

Dia panik.

***

Sejak berbulan-bulan yang lalu, Angga sudah tahu akan perasaannya dan terus berusaha menyangkal. Semakin dia berusaha lari lebih cepat, kenyataan itu menyakiti nya. Hingga pada sore itu, setelah dia memutuskan untuk pulang lebih cepat. Dia menerima perasaannya sendiri, bahwa dia menyukai Dirgan.

Angga senang sekali ketika dia bisa makan malam bersama Dirgan, di tempat yang sederhana dengan makanan yang sederhana namun sensasi yang luar biasa.

Kebahagiaan itu mundur perlahan ketika seorang wanita berparas cantik datang menyapa dan memeluk Dirgan di depan matanya. Dia tidak ingin terus-menerus melihat adegan romantis mereka. Dia bahkan harus berpura-pura sakit perut agar bisa kembali ke asrama.

Sekarang dia harus bagaimana?

Angga ingat bahwa kunci kamar dipegang oleh Dirgan, dia sama sekali tidak membawa kunci cadangan. Angga mengumpat pelan di koridor asrama. Perasaan malu dan sedih bercampur aduk dihatinya.

Sekarang harus kemana? Tidak mungkin kan dia harus menangis tersedu-sedu layaknya gadis perawan yang cintanya di tolak? Dan lagi... menangis di depan pintu itu tidak elite!

---

“Dev, gw bosen nih nonton yuk.” Ajak Angga pada Devan. Sekadar informasi, Devan adalah teman yang paling dekat dengannya di kampus, sehingga ketika Angga memutuskan untuk bermain ke kamar Devan, mereka tidak akan canggung dan kebetulan sekali teman sekamar Devan sedang tidak ada.

“Lo mau coba nonton film yang lain dari biasanya gak?”

“Apaan tuh? Film baru ya? Tanya Angga polos. Dalam hati Angga udah ketar-ketir setengah mati. Takut Devan mengajaknya nonton film biru.

Seru kok seru! Tapi hati Angga masih bermelow-melow ria,  jadi dia tidak ingin otaknya memikirkan hal-hal yang membangkitkan hormon kejantanannya.

“kayaknya bagi lu ini film baru,” Devan menyeringai dan membuka laptopnya lalu mengetik dan mengetik nama suatu website disana.

Angga bersemu ketika melihat tampilan halaman yang berada di website itu.






“Mau coba nonton?” tawar Devan.








---














Angga buru-buru kembali ke kamar nya, dia heran mengapa pintu kamar terbuka sedikit namun Dirgan tidak ada di dalamnya. Tidak ingin memikirkan lebih jauh, Angga memperhatikan benda bernama dildo yang baru saja dipinjamkan Devan. Katanya, Devan belum pernah memakai dildo ini karena terlalu besar.

Awalnya Angga sempat kaget ketika mengetahui bahwa Devan memilik orientasi seksual yang lain dari kebanyakan orang, tidak ada bedanya dengan dirinya. Tapi kaget saja dulu.

“Ah shit!” umpat Angga sambil melempar dildo itu ke atas kasur.

Angga menutup pintu kamar dan langsung melepaskan celana dan pakaiannya. Dia pikir Dirgan nggak akan pulang dalam waktu dekat, jadi dia mengambil dildo itu. Dibandingkan dengan miliknya, sangat jauh berbeda.

My Fucking RoommateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang