CHAPTER II. Kepergian Yeonji

218 26 10
                                    

Halo teman-teman!
Akhirnya aku mood buat publish hari ini!
(Setelah banyak pertimbangan hehe)
Oh ya, aku pengen spoilers! Anggap aja hadiah buat pembaca-pembacaku yang udah vote dan dukung ceritaku ini! ❤️❤️ Halah!

Di cerita Gloomy Winter ini aku ingin lebih banyak masukin konflik situasi daripada skenario yang mengesalkan tentang orang ketiga/selingkuh atau semacamnya

Kira-kira bakalan banyak yang suka ngga ya? Hm, disamping apapun nanti konflik yang bakalan aku masukin di fanfic ini kuharap kalian selalu sehat dan senang pas baca fanfic ini ya!

Oh ya, kalau viewsnya tembus 300 views dan 20 vote, aku bakalan publish 2 chapter panjang buat minggu depan!

Jadiii, jangan lupa vote dan comment ya!
_______________________________________________

Kalau ada angin yang bisa membawamu, maka angin itu adalah badai.
Kalau ada musim yang mampu membawamu, maka musim itu adalah bencana.
Angin dan musim yang terindah sekalipun.

Dua tahun sebelumnya,
25 November 2018

Memasuki minggu terakhir bulan November, cuaca tampaknya semakin dingin. Seseorang sedang bergulung-gulung dengan selimut, tampaknya tak tertarik untuk mengeluh ataupun meninggalkan gulungan selimut. Kaleng-kaleng bir sisa pesta tak dibereskan pun menutupi akses untuk menuju pemilik selimut bergulung-gulung.

 Kaleng-kaleng bir sisa pesta tak dibereskan pun menutupi akses untuk menuju pemilik selimut bergulung-gulung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terdengar samar-samar seseorang berteriak memanggil dari luar. Tampaknya seseorang dari luar itu memanggil si pemilik selimut bergulung.

"Penunggu kelas B. 302 lima menit lagi!!! Penunggu kelas B. 302 lima menit lagi!!! Hukuman gantung plus menyusun makalah empat bundel lengkap aliran seni rupa atau bangun dan mandi sekarang!!" Teriak sang tuan pengetuk pintu penuh nada mengancam.

Si pemilik selimut bergulung sontak bangkit. Dengan tergopoh-gopoh menyibak gulungan selimut tak bersalah lalu dengan kaki kiri menendang pintu kamar mandi. Lalu ia mulai tergesa-gesa memakai pakaian yang tampaknya mahal sekaligus kusut dan mulut yang masih menggigit sikat gigi. Lalu beberapa menit kemudian menendang pintu dan berlari terburu-buru bersama orang yang memanggilnya dari luar. Pemandangan yang luar biasa untuk cuaca yang buruk pagi ini.

“Aku mau bertaruh bahwa tuan Suga yang terhormat tidak mandi lagi pagi ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Aku mau bertaruh bahwa tuan Suga yang terhormat tidak mandi lagi pagi ini. Astaga, kau memang tuan pemalas.” Ujar tuan sang pengetuk pintu.

“Diamlah, Seok. Jangan merusak suasana hatiku. Aku benci bangun pagi dan dibangunkan olehmu. Tapi sedetik tadi aku agak berterimakasih.” Balas tuan pemalas yang bernama Suga dengan nada yang terdengar pelan namun tidak bersahabat.

“Seharusnya kau mentraktirku americano kalau berterimakasih. Aku agak ingin kopi pagi ini.” Jawab tuan pengetuk pintu bernama Hoseok itu menuntut.

“Tidak bisa. Hari ini aku harus menemui orang penting. Kau minum sendiri saja hari ini.” Jawab Suga sekenanya.

“Baiklah baiklah. Aku tahu, orang penting itu Yeonji, kan? Tapi maaf, aku tidak ikut mengunjungi Yeonji kali ini. Dosen muda yang baru masuk pagi ini butuh summary dari materi Prof. Park bulan lalu. Tolong titipkan salam dari Hoseok yang keren ini untuk Yeonji.” Timpal Hoseok percaya diri.

“Bicaramu terlalu panjang. Nanti kusampaikan.” Suga mengakhiri obrolan kecil itu dengan malas.

Suga berjalan masuk ke ruang kelas B. 302 dan duduk di salah satu kursi dengan angkuh. Terdengar suara seseorang yang diperkirakan adalah dosen yang sedang menunjuk-nunjuk poin slide mengenai seni rupa surealis. Suga menulis sesuatu pada kertas catatan dan setelahnya mulai hanyut dalam dunianya sendiri.

Selang beberapa jam kemudian, hening kelas B. 302 berganti menjadi riuh. Mahasiswa mulai memenuhi lorong ke arah pintu keluar. Tampak pula Suga keluar dari ruang kelas dengan langkah dan gerakan tangan kasar membuang kertas materi yang berisi ratusan coretan kata 'bosan' ke dalam tong sampah di samping pintu ruang kelas yang sempat ditendangnya dengan berisik.
Suga berjalan terburu-buru, mengeluarkan rokok dan pemantik, mengetikkan sesuatu di ponselnya, mengirimkan pesan kepada seseorang.

Tae, bagaimana hasilnya?

Tak berapa lama, terdengar dering notifikasi pesan masuk dari seseorang bernama Taehyung. Suga menatap nanar layar ponsel yang tergenggam erat seolah diremas. Bak lumpuh, Suga berlutut di lantai depan pintu kelas yang sepi. Tak ada air mata mengalir, tak ada suara tangis. Hanya tatapan nanar yang memilukan. Tatapan yang tak pernah lagi muncul sejak setahun yang lalu.

Yeonji mati otak.

Selang-selang harus dilepaskan.

Mari kita ikhlaskan, Hyeong. Yeonji telah pergi.

Setelah bulan-bulan yang melelahkan, gadis ceria itu akhirnya mengakhiri semua kesakitan. Setelah bulan-bulan yang penuh harapan, akhirnya harapan yang terlanjur terbangun tinggi-tinggi itu pudar dan hilang bersama salju pertama tahun ini. Salju tahun ini, musim dingin tahun ini. Musim kesukaan Yeonji, sigadis periang. Musim itu pulalah yang membawanya pergi.

Dengan tangan bergetar, lelaki berkulit putih pucat itu mengetikkan beberapa kata lalu menekan ‘send’’. Dengan gerakan lemah, Suga bangkit dengan lunglai, lantas meninggalkan tempat itu dengan tergesa-gesa. Lari sekencang yang ia bisa. Melihat Yeonji untuk terakhir kalinya. Benar-benar yang terakhir.

Musim dingin tak akan pernah sama lagi ya, Tae.

                                    
                           -Ariesschetsa-

Gloomy WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang