"Kapan mau nikah? Udah kepala tiga, Nduk. Mbok, ya, jangan mikir karir terus. Temenmu udah pada punya anak itu. Apa kamu mau dicarikan jodoh lagi?"
Tita tersentak mendengar kalimat terakhir yang diucapkan oleh bapaknya. Hanya sebuah pertanyaan tetapi dirasakannya bagai sebuah ancaman. Sudah dua kali keluarganya berusaha mencarikan jodoh untuknya. Namun, Tita selalu saja punya alasan kuat saat menolaknya.
"Gak usah, Pak. Tita bisa cari sendiri, kok."
"Bisa, bisa terus jawabnya. Kapan ini? Kapan, Nduk? Bapakmu ini wes sepuh. Jangan sampai yang jadi wali nikah itu masmu."
"Astagfirullah, Bapak. Kenapa ngomong gitu lagi," ucap Tita seraya menundukkan pandangannya. Kepalanya mulai pening. Bukan satu atau dua kali bapaknya berkata seperti itu. Setiap meneleponnya, akhir-akhir ini, beliau selalu mengingatkan putri bungsunya bahwa usianya sudah tidak lama lagi. "Mohon doanya saja, Pak. Semoga disegerakan bertemu jodoh."
"Aku nggak kurang-kurang kalau doakan kamu, Nduk. Kamunya yang ndablek, males nikah!" jelas bapak Tita dengan nada suara yang meninggi.
"Bukan begitu, Pak. Jodohnya belum datang yang pas di hati."
"Wes, terserah! Pokoknya lebaran tahun depan kalau kamu belum punya calon, bapak paksa kamu nikah sama anaknya Pak Darto!"
Sambungan telepon pun terputus. Tita mengerjap, tidak percaya dengan kalimat terakhir yang terdengar. Seketika kepala perempuan berusia tiga puluh tahun itu kembali pusing. Ia sudah tidak memiliki alasan lagi untuk menghindar dari perjodohan.
Lima tahun yang lalu, saat baru lulus dari program magister, keluarganya sudah mencarikan jodoh tetapi Tita berhasil menolaknya. Ia masih ingin mengabdikan diri menjadi dosen, sesuai cita-citanya. Orang tuanya pun pasrah. Mereka juga bangga dengan pencapaian putri bungsunya yang berhasil direkrut langsung setelah wisuda pasca sarjana oleh almamaternya di Universitas Surya Gemilang, salah satu kampus swasta terunggul di Jawa Timur. Tita mampu menaikkan derajat keluarganya yang tinggal di pelosok, jauh dari lingkungan akademisi.
Saat menginjak usia 28 tahun, ayahnya kembali memintanya untuk segera menikah. Kebetulan saat itu, ia mendapat beasiswa Erasmus Plus di Spanyol. Ia pun terhindar dari perjodohan. Namun, sekarang ia harus berpikir keras untuk itu. Kesibukan mengajar di kampus bukanlah hal yang bisa menghambat jalannya perjodohan bagi pandangan keluarganya.
Tita menyandarkan kepalanya di kursi. Hanya ada Rindu, mahasiswi part time di jurusannya.
"Assalammualaikum, Bu Tita."
"Wa'alaikumsalam," jawab Tita dengan mata terpejam. Saat membuka mata, ia tersentak melihat sosok yang menyapanya. Ia lalu menegakkan punggungnya.
"Kamu lagi!" pekik Tita tertahan. "Ada apa, Galaksi?"
Gala hanya senyum-senyum mendapat pertanyaan dari dosennya. Ia lalu duduk di depan meja Tita.
"Eh, yang nyuruh kamu duduk siapa?" Mata Tita mulai membeliak lebar.
"Saya capek, Bu. Naik tangga dari lantai tiga ke lima," ujar Gala dengan wajah memelas. "Di sini kursinya empuk, beda sama di kelas, Bu."
Tita berusaha menahan emosinya. Ia melirik sekilas ke arah Rindu yang terkekeh sambil membekap mulut. Gadis itu pun segera memutar posisi menghadap komputer begitu mendapati tatapan tajam dosennya tersebut.
"Ada perlu apa ke sini?" tanya Tita dengan raut wajah jutek.
"Ibu gak cocok pasang wajah galak gitu. Jadinya malah kelihatan ... imut," ucap Gala sambil menatap Tita yang sontak melongo begitu mendengar kata terakhir. Laki-laki bertubuh tinggi itu menyunggingkan seutas senyuman.
![](https://img.wattpad.com/cover/242310154-288-k954896.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MEMINANG BU DOSEN
RomanceApa salah mencintai Bu Dosen secara brutal dan ugal-ugalan?--Galaksi Mahendra Aku sudah sukses menutup hati dari luka lama, tetapi ada mahasiswaku yang terang-terangan mengajak menikah dan menunjukkan kesungguhan cinta. Aku harus bagaimana?--Titania...