"Bagi peserta yang masih berada ditenda, harap segera berkumpul untuk salat Maghrib berjamaah."
Ghifari memberi instruksi kepada peserta dengan menggunakan megaphone. Mereka pun berhamburan menuju tempat utama yang berada di tengah lingkaran tenda-tenda.
Di dalam salah satu tenda, Gala menutupi tubuhnya dengan sarung yang ia bawa dari rumah.
"Ga, kamu gak ikutan salat?" tanya teman satu tenda Gala.
"Eng—gak. Kayanya aku la--gi meriang, sa--lat di tenda saja."
"Oh, ya sudah. Aku keluar dulu."
Gala mengangguk dengan tubuh yang gemetar. Setelah memastikan temannya itu berada di luar, ia segera membuka sarungnya. Ia pun bergegas untuk salat Maghrib. Saat baru selesai berdzikir, Gala mendengar ada yang berbicara di depan tenda.
"Gala sakit? Masa, sih? Kayanya tadi bugar, kok."
"Tadi pas aku mau salat, dia gemetar gitu ngomongnya. Meriang katanya."
"Serius?"
Gala dengan saksama mendengarkan perbincangan tersebut. Ia hapal suara perempuan yang berbicara dengan teman satu tendanya itu. Suara derap kaki terdengar mendekat ke arah tenda Gala. Laki-laki penyuka olah raga futsal itu kembali merebahkan tubuhnya. Tidak lupa, ia menyelimuti badannya dengan sarung hingga menutupi rambut.
"Ga, kamu beneran sakit?"
Suara Resta terdengar panik. Gadis itu mendekat ke tubuh Gala. Ia lalu menempelkan punggung tangannya ke dahi sang sahabat. "Gak demam."
"Di--ngin, Ta."
Suara Gala kembali terdengar gemetar. Ia terus mendekap sarungnya.
"Katanya meriang, tapi anehnya gak demam," ucap Resta sambil berpikir. "Keluhan apa lagi selain dingin?"
"Dingin aja pokoknya."
"Di sini emang dingin, Ga. Bukan kamu aja."
Resta mulai curiga. Ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Gadis dengan jaket berlambang IMG tersebut menatap wajah Gala yang tidak terlihat pucat sedikit pun. Pemuda itu mulai menyadari tentang kecurigaan Resta. Ia pun mulai mengaduh.
"Perutku rasanya gak enak. Kayanya masuk angin."
Resta terbahak mendengar keluhan terbaru Gala.
"Bisa mati kamu kalau gak kemasukan angin."
"Jahat banget kakak panitia ini. Pesertanya lagi sakit malah diketawain," ucap Gala merajuk.
Resta semakin tergelak mendapati ekspresi manja Gala.
"Lihat mataku, beneran sakit atau gak?" pinta Gala seraya menarik tangan Resta . Gadis itu pun jatuh tepat di sampingnya. Mata mereka saling bertemu pandang. "Percaya, kan, kalau sakit?"
"I—iya, percaya," jawab Resta sambil mengalihkan pandangannya. Ia segera berdiri kembali. Jantungnya dirasakan berdetak lebih cepat. "Ya sudah, aku carikan obat dulu."
Resta segera berlalu dari tenda. Tatapan mata Gala tadi seolah melenyapkan semua daftar tugasnya sebagai seksi acara diklat. Gadis bertubuh langsing itu pun menyandarkan bahunya pada batang pohon pinus.
"Resta, ternyata di sini." Ghifari datang mendekat. "Aku cari dari tadi. Materi selanjutnya udah siap? Pemateri sudah dihubungi?"
Resta hanya diam dengan tatapan kosong. Ia tidak menyadari ada Ghifari di sampingnya.
"Ta, kamu kenapa?" Resta masih belum merespon. Ghifari pun memukul lengan temannya tersebut. "Resta!"
"Eh, Ghi, kok, kamu di sini?"

KAMU SEDANG MEMBACA
MEMINANG BU DOSEN
RomanceApa salah mencintai Bu Dosen secara brutal dan ugal-ugalan?--Galaksi Mahendra Aku sudah sukses menutup hati dari luka lama, tetapi ada mahasiswaku yang terang-terangan mengajak menikah dan menunjukkan kesungguhan cinta. Aku harus bagaimana?--Titania...