berakhir?

2.6K 258 11
                                    

Echa mematikan kompornya lalu membawa makanannya ke meja makan, disana sudah ada Mark yang sibuk memainkan handphonenya sambil tersenyum.

"Mark!"

Mark hanya berdeham sebagai balasan namun sibuk dengan handphonenya.

"Kamu lagi chattingan sama siapa sih?" Tanya Echa dan berusaha mengintip namun Mark sudah lebih dulu mematikan handphonenya.

"Lagi chattingan sama Lucas, dia ngelawak mulu" ucapnya sambil tertawa hambar.

Echa memincingkan matanya curiga, sejak kapan suaminya itu dekat dengan Lucas, pikir Echa.

Mark yang melihat raut curiga istrinya langsung mengalihkan pembicaraan, "Udah ah, aku makan dulu nanti telat."

Setelah sepuluh menit akhirnya Mark selesai dengan makannya dan bersiap-siap berangkat.
"Echa, aku berangkat!" Teriak Mark saat tak menemui Echa di dapur.

Echa kemudian datang menghampiri Mark, "Nanti nggak lembur kan? bisa anterin aku ke-"

"Aku lembur" potong Mark dengan cepat.

"Mark kamu udah seminggu ini lembur terus loh,"

"Ya terus kenapa? Aku lembur juga cari duit, untuk nafkahin kamu." Ucap Mark dengan nada sinis

Echa mengepalkan tangannya, lalu menghembuskan napasnya, "Yaudah kalo gitu aku bisa berangkat sendiri." Echa tersenyum tipis lalu mengantar Mark kedepan.

Tanpa pamit terlebih dahulu, Mark segera pergi meninggalkan rumah.

Setelah Mark pergi, ia duduk di sofa ruang tengah sambil melamun, memikirkan sikap suaminya yang akhir-akhir ini sedikit berubah.

Suara nada notifikasi membuyarkan lamunan Echa kemudian ia mengecek ponselnya dan seketika dahinya mengkerut saat ada seseorang yang tidak dikenal mengirimkan gambarnya.

Dengan penasaran Echa membuka gambar tersebut dan seketika itu pula hatinya mencelos, saat tau gambar tersebut ada foto suaminya yang tengah memeluk dan mencium pipi wanita tersebut.

Tanpa sadar Echa langsung meremat kuat-kuat ponselnya dan air matanya mengalir

---

"Gimana hasilnya?"

Echa tidak menjawab kemudian memberikan surat tersebut kepada sahabatnya. Nana--sahabat Echa-- dengan cepat membuka surat tersebut dan membaca dengan teliti.

"Echa! Selamat yaaa! Suami kamu pasti bahagia banget." ujar Nana excited banget.

Melihat raut wajah Echa tidak bersemangat membuat Nana bertanya-tanya. "Kok raut wajah kamu kayak gak seneng gitu sih?" tanya Nana.

Echa tersenyum tipis, "Aku bahagia banget, saking bahagianya gatau mau ngapain." ucapnya pelan.

Nana mengerutkan dahinya, "Ada yang kamu sembunyiin dari aku ya?"

Seketika itu pula tangisan Echa pecah, Nana semakin bingung saat sahabatnya tiba-tiba menangis tersedu-sedu. Nana kemudian menuntun Echa untuk duduk di bangku rumah sakit dan menenangkan sahabatnya.

"Kamu ada masalah apa? Cerita sama aku, mungkin aku bisa bantuin kamu."

Echa menggelengkan kepalanya pelan kemudian mengusap air matanya yang terus mengalir.

"Na, aku boleh minta tolong gak?"

Nana mengangguk dengan cepat.

"Jangan kasih tau siapa pun kalo aku lagi hamil. Terutama suami aku"

"Hah? Lah kenapa semua orang gak boleh tau? Terus kenapa juga Kak Mark ga boleh tau kalo kamu hamil? Kak Mark berhak tau dong."

"Na.. please.." mohon Echa.

"Okay okay, tapi kamu juga gak bisa terus-terusan nyembunyiin ini dari Kak Mark."

"Iya.. aku bakal bilang ke suami aku kalo waktunya udah tepat.. Makasih ya"

Nana menatap Echa serius kemudian menggenggam tangan Echa. "Cha, kamu udah aku anggep kayak keluarga aku sendiri, kalo ada masalah kamu bisa cerita ke aku pasti aku bakal bantuin kok."

Echa tersenyum lebar, ia merasa beruntung memiliki sahabat sebaik Nana, "Iya, makasih banyak ya."

---

Sudah terhitung dua minggu, sikap Mark berubah. Mark setiap hari pulang larut malam. Dan sikap Mark menjadi dingin kepada istrinya, ia juga kerap mengabaikan anaknya.

Kadang juga Leo menangis karna rindu papanya tapi dengan sabar Echa memberi pengertian pada anaknya, untung saja Leo dengan mudahnya paham.

Siang ini Echa berniat berkunjung ke kantor Mark, ia juga membawakan bekal untung sang suami sekalian ia memberitahu perihal kehamilannya pada sang suami, berharap perang dingin antara dirinya dan Mark mereda. Sebelumnya Echa sudah lebih dulu menitipkan Leo kerumah orangtua nya.

Dengan senyuman lebar ia masuk kedalam kantor besar tersebut dan sesekali menyapa beberapa karyawan yang ia kenal.

Akhirnya Echa sampai di depan ruangan Mark dengan perlahan ia membuka pintu besar tersebut namun seketika ia mengeraskan rahangnya saat ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, Suaminya, orang yang dia cintai tengah berpelukan dengan wanita lain. Dadanya seperti dihantam dengan batu, sangat sakit.

Dengan perasaan campur aduk, Echa membuka pintu tersebut dengan kasar lalu melempar kotak bekal tersebut ke arah lain hingga makanan tersebut tumpah.

"MARK!" Pekik Echa

Mark membelalakan matanya saat melihat istrinya di depan depannya dengan segera ia menjauhkan tubuhnya dengan wanita di sampingnya lalu segera berjalan menghampiri istrinya yang wajahnya memerah dan matanya sudah berkaca-kaca.

"Sayang ak-aku bisa jelasin,"

"AKU GAK PERLU PENJELASAN, MATA KU GAK BUTA!" Teriaknya, ia tak peduli suaranya mengundang banyak orang untuk mengintip.

"KAMU JAHAT MARK! hiks.. hiks.." Pertahanan Echa sudah runtuh, ia menangis kencang lalu ia jatuh terduduk dihadapan suaminya.

"hiks.. hiks.. kamu ngelakuin kayak gitu nggak inget Leo yang kangen sama papanya, nungguin papanya pulang.. hiks."

Air mata Mark menetes, kemudian ia tersadar.  ia sakit hati saat melihat istrinya menangis tersedu-sedu dan bodohnya la penyebab utama kesedihan istrinya.

"Echa, aku minta maaf, maaf." Mark berlutut di hadapan istrinya sambil mengatupkan kedua telapak tangannya.

"Aku kecewa banget sama kamu, kamu udah ngelanggar janji suci kita, Mark."

"hiks, Echa aku minta maaf, aku tau aku salah. Tolong kasih kesempatan buat aku, please." Mark menyentuh kedua tangan istrinya namun dengan segera Echa menepisnya.

Echa menghapus air matanya dengan kasar, kemudian melepaskan cincin pernikahannya,

"Lebih baik kita akhiri saja,"

Dulce FamiliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang