Pertempuran itu pecah, tak terelakkan, bahkan ketika malam masih berkuasa dan bumi masih ditelan kegelapan.
Pasukan raksasa tersebut terus maju, menyerang tanpa ada kata ampun. Tak keberatan membinasakan siapa saja yang menghalangi jalan mereka, menghambat untuk sampai ke tujuan.
Benteng kokoh yang telah berdiri selama puluhan tahun tersebut terkepung, beriringan dengan tumbangnya para ksatria gagah berani yang meregang nyawa satu per satu.
Ya, musuh yang dihadapi ternyata di luar dugaan, meski telah diberi kesempatan dan pilihan untuk menerima tantangan perang dan mempersiapkan pasukan atau memilih tunduk dan hidup di bawah kekuasaan kerajaan, tetap saja mereka takkan menjadi sebanding.
Meski tahu akan kalah, tetapi mereka memilih untuk melawan, mempertahankan harga diri dan prinsip hidup nenek moyang meski harus berakhir mati.
Suara gaduh dan sabetan senjata terus menggema, membelah kesenyapan malam dengan cara yang mengerikan.
Jeon Jungkook, salah satu putra dari sang penguasa, pemuda itu yang turun langsung untuk menjadi seorang panglima.
Pemuda tampan tanpa kegentaran, kesayangan keluarga kerajaan.
Mata tajamnya membidik ke arah gerbang terakhir, hal yang harus ia lewati sebelum bisa berkoar atas kemenangan yang akan dipersembahkannya pada sang ayah.
Jungkook menyeringai, ia dan sumpahnya, akan membuat kerajaan mereka semakin berkuasa.
Lelaki itu melompat dari kuda putihnya, tunggangan yang diberikan sebagai teman untuk perang pertamanya dulu.
Tubuh tegapnya berjalan pelan, menganyunkan pedang tinggi-tinggi untuk menghancurkan rantai besi yang membelit gerbang besar tersebut.
Namun, itu tak terjadi. Karena saat siap menghancurkan benda tersebut, Jungkook lebih dulu mengerang, bersamaan dengan kudanya yang ambruk ke tanah setelah terkena anak panah.
Jungkook belum menyadari apa yang terjadi saat dua anak panah menusuk dadanya, menambah luka di tubuh setelah sayatan besar di punggungnya.
Jungkook menatap langit yang mulai kebiruan dengan bibir gemetar, matanya terasa menyengat saat menemukan sosok yang kini menyeringai, menjulang tinggi di depannya.
"K-kau ...."
Pria itu merendahkan tubuhnya, memegang erat salah satu anak panah di dada Jungkook.
"Terkejut ...?" Tanyanya. Ia menekan anak panahnya membuat Jungkook berteriak, sebelum akhirnya mencabut benda tersebut. "Kau sudah bermimpi terlalu tinggi, dan itu cukup sampai di sini."
"Argh ...!" Jungkook mengerang saat panah tersebut kembali ditancapkan.
Napasnya terasa sesak, dadanya seperti dicengkeram erat, bibirnya mulai membiru.
Racun dalam senjata yang menancap di tubuhnya mulai menyebar, dan bekerja dengan sempurna.
Tiga orang lainnya datang, mengangkat tubuh Jungkook dan menyeretnya. Memasukkannya ke dalam kereta kuda yang mulai menjauh dari arena perang.
Suara-suara mulai meredup, senyap, dan hilang. Atensinya dipenuhi dengan lebatnya pepohonan dan gemericik air yang semakin lama terdengar semakin kencang.
Jungkook berusaha membuka mata saat merasa tubuhnya kembali di angkat.
Lalu, tak punya tenaga saat mereka membuat tubuhnya melayang di udara, dilemparkan dengan sengaja.
"Selamat menikmati kematianmu, Jeon."
Jungkook hanya bisa melihat purnama yang semakin bias saat tubuhnya mulai tertelan air dan tenggelam semakin dalam. Sebelum kemudian matanya terpejam, menyerahkan kesadaran pada kegelapan yang mencekam.
Jungkook hanya mengetahui satu hal, jika bukan di kehidupan ini, maka ia harus bertemu dengan mereka di kehidupan lain.
Untuk membalaskan dendamnya.
▪️▪️🍃▪️▪️
Halo hai
Ekhm, prolog aja dulu, up nya kapan2🤣🤣
Ya, kembali dg Syi si tukang coba2
Btw, ini pasti aneh, dr td yg ngehambat up A Memoir krn pas nulis ini yg ilang terus, mana g inget yg ditulis🤧
Gais, seperti biasa, cekson smp part 7, oke?
KAMU SEDANG MEMBACA
Adsum
FanfictionJungkook tidak memercayai orang-orang, tentang pemilik sebuah nyanyian merdu, sangat lembut, dan menenangkan. Mereka bilang, suaranya sangat indah, dengan paras rupawan tiada tara. Namun, sejelita apa pun dia, tak serta merta membuat mereka yang mey...