Nurani

77 10 2
                                    

KANTOR KEJAKSAAN NEGARA

"Aku harap kau bisa bersikap adil dan tidak memihak jaksa Shaka" suara Kila sangat lantang.

"Apa maksudmu? Selama ini aku tidak pernah memihak dalam mengambil keputusan" tanya Shaka tidak suka dengan omongan Kila.

"Aku tau Sena itu adikmu dan dulu ayahmu yang menjadi jaksa di pengadilan vonis tentang terpidana Yudha dan yang aku tau ayahmu itu sangat memihak, dia mengambil keputusan mengenai tuntutan kepada pihak terpidana karena alasan subjektif bukan objektif. Aku harap kau tidak akan mengulangi kesalahan yang sama seperti apa yang ayahmu lakukan dulu" ucap Kila menatap tajam ke arah Shaka.

Shaka menaikkan alisnya, lalu tersenyum simpul dan mendekati Kila, tepat di depan wajah Kila.

"Kau bilang aku memihak nona Kila? Kau bilang ayahku memihak saat persidangan kasus itu? Sekarang aku ingin bertanya kepadamu nona Kila Amanda Atmajaya hm bukan tapi nona Kila Amanda Pradana (Shaka terkekeh) jika posisimu ada diposisi ayahku pasti kau akan melakukan hal yang sama. Kau bisa bayangkan bagaimana rasa kehilangan seorang ayah saat putrinya dianiaya, dibunuh dan diperkosa (Shaka berbisik di telinga Kila dan menatapnya tajam) apa ada seorang ayah yang akan diam saja melihat putri kecil yang amat dia kasihi harus merenggang nyawa dengan sangat mengenaskan seperti itu? Kau bilang ayahku memihak? Sebentar, sekarang aku akan mencoba bertanya kepadamu, apa yang sekarang sedang kau lakukan saat ini? Kau berdiri disini di hadapanku, kau menemuiku disini karena kau ingin bernegosiasi kepadaku agar aku nantinya tidak memihak korban yang kau tau korban itu adalah adik kandungku dan kau? Apa kau tidak memihak, hah? Kau membuka kasus ini kembali untuk membersihkan nama ayahmu dan membuktikan kepada semua orang jika ayahmu tidak bersalah? Jadi sekarang siapa yang memihak Nona Kila" ucap Shaka sambil menatap tajam Kila.

Kila tertunduk, sejenak berpikir. Lalu mendongakkan kepalanya.

"Setidaknya aku yakin jika ayahku tidak bersalah Pak Shaka" ucap Kila bangga.

Shaka terkekeh dan tertawa amat sangat kencang

"Hahahaha kau ini sangat naif, usiamu berapa saat kasus itu terjadi? Apa ayahmu sendiri yang bilang jika tidak bersalah?" tanya Shaka dengan nada mengejek.

"Nona Kila, aku pun sangat percaya jika ayahku dulu melakukan hal yang seharusnya, bukan memihak karena korban adalah anaknya. Tapi dia hanya inginkan keadilan untuk anaknya. Aku bangga kepada ayahku dan aku sangat bersyukur saat ayahmu dinyatakan bersalah dan dihukum mati. Bukankah memang seorang penjahat anak itu harus diperlakukan seperti itu. Jika tidak mungkin akan banyak korban yang berjatuhan karena kebejatan ayahmu" ucap Shaka lantang.

PLAAKK

Hati Kila memanas saat ia mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Shaka. Karena itu sangat merendahkan ayahnya. Shaka menatap tajam Kila, memegang pipinya yang masih terasa panas akibat tamparan. Ia mengepalkan tangannya dan tangannya langsung mencekal kuat tangan Kila dan mengusirnya paksa dari ruangannya. Kila merintih kesakitan, berusaha untuk melepaskan cengkraman tangan Shaka namun hasilnya nihil, pria itu amat kuat.

"Pergi kau dari sini" bentaknya.

Perlahan semua orang menghampiri mereka. Melihat pertengkaran hebat mereka.

Kila tersenyum sinis ke arah Shaka mendekatinya lalu berbisik.

"Gunakan hati nuranimu, maka kau akan mendapatkan ketenangan, Ka. Gunakan nalarmu jangan emosimu dan tangani kasus ini dengan sangat adil dan jangan memihak" bisik Kila lirih.

Kila lalu berlalu meninggalkan Shaka.

'Akan ku pastikan kau akan kalah jika melawanku, akan ku bawa keadilan untuk adikku' batin Kila.

***

Tama merenung mendengar cerita Kila, ia dengan cepat melihat tangan Kila yang memar akibat cengkraman Shaka.

"Aku kan sudah bilang tadi jika kita tak usah pergi kesana, atau seharusnya kau memintaku untuk memanimu tadi" kesal Tama.

Sebenarnya tadi Kila dan Tama pergi menemui Shaka di Kantor Kejaksaan Negara. Awalnya Tana tidak setuju nanti malah dianggap jika mereka persekongkol untuk menyuap Shaka. Namun Kila tetap keras kepala dia ingin sekali menemui Shaka, jaksa yang akan menangani kasus ayahnya. Ia harus memastikan jika Shaka mengambil keputusan dengan benar dan membuat tuntutan bukan berdasarkan emosi dan subjektif tapi berdasarkan nalar dan objektif.

Tama menunggu Kila di luar tunggu dengan cemas karena Kila dan Shaka lama sekali keluar dari ruangan. Hingga suara teriakan Kila membuat Tama terbangun dari tempat duduknya dan langsung menghampiri Kila. Dan benar saja Shaka mengusir paksa Kila dari ruangannya.

"Aku senang Tam, setidaknya sebelum pergi tadi aku berusaha untuk meyakinkan Shaka untuk menggunakan hati nuraninya" ucap Kila pelan dan membuat Tama langsung menoleh ke arahnya.

"Hei kau ini, Shaka itu anak Pak Jefri, aku amat mengenal siapa dia. Dia selalu menggunakan kekuasaannya dengan seenaknya, aku yakin Shaka akan mewarisi sifat ayahnya itu" jawab Tama yakin.

"Tidak Tam, aku tadi melihat matanya, dia pasti orang baik dan aku harap dia akan mempelajari lagi kasus ini dengan penalarannya sendiri. Aku yakin jika ia akan bersikap adil dalam menangani kasus ayahku" ucap Kila yakin.

"Mengapa kau sangat yakin?" tanya Tama heran.

Kila hanya tersenyum. Dia mengingat kejadian masa lalunya bersama Shaka. Dia tak menyangka jika dirinya dan Shaka akan bertemu kembali lewat persidangan kasus ayahnya.

***

'Sial, mengapa aku terpengaruh dengan perkataanya (Shaka meremas rambutnya)  mengapa ia selalu bisa menyita pikiranku tentangnya, tidak Shaka kau jangan lagi percaya kepadanya. Dia sekarang adalah Kila yang berbeda' batinnya.

Ia lalu mengeluarkan dompetnya dan memandangi foto yang ada di dompetnya dengan tersenyum.

'Mengapa semua harus berakhir seperti ini?' batin Shaka lirih.

To be continued...

JusticeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang