piknik 72

31 8 0
                                    

"Makanan nya mau bawa apa?"

"Enak nya apa ya? Yang ringan-ringan aja. Roti gimana?"

"Boleh! Nanti kita cari roti buaya. Buat alas gimana?"

"Bawa karpet"

"Ih, suka aneh da kamu mah. Karpet gede kali, nanti susah bawanya. Kita kan bawa motor"

"Ya gak gitu Sa, kita bawa yang kecil gitu, yang segede taplak meja gitu lohh"

"Ohh iya iya iya"

"Ini lo berdua lagi ngomongin apaan sih anjir, gue gak ngerti" kalimat itu berhasil mengintrupsi obrolan kami. Secara serempak, saya dan Esa melihat kearah samping kiri, dimana duduknya seorang Aji.

"Gue ngobrol sama Qia, gak ngajakin lo"

"Iya, lagian ini mah obrolan orang pacaran, lo gak akan ngerti" setelah melihat Aji merenggut, saya dan Esa melakukan high five.

Hari ini saya, Esa, Aji, dan Haris memilih datang ke apartment milik Felix sekedar untuk mengerjakan tugas bersama.

"Serius nanya, kalian mau kemana?" tanya Felix yang sedang menyalin jawaban milik Esa.

"Pingin piknik"

"Emang unik pacaran lo berdua, besok-besok ke museum dah lu" sahut Haris mulai bergabung dalam obrolan.

"Boleh, makasih idenya yis!"

"Kalian mau piknik dimana?"

"Dago? Cikole?"

"Cikole lah! Dago apaan, mau ke gua lo?"

"Hah?"

"Iya, gua Jepang sama gua Belanda di dago kan?"

"Apaan sih Ji?!"

"Emang paling salah Ji kalo lo yang ngomong, diem dah"



—rumpang—


Keesokan harinya, saya dan Esa pergi. Seperti biasa, Esa menjemput ke kosan saya, dari pagi saya rasa. Karena saat saya keluar, dia sudah asik mengobrol dengan Bu Ina.

Setelah pamit dan mengiyakan apa yang Bu Ina mau sebagai oleh-oleh, kami benar-benar pergi. Terlepas dari Lembang yang sekarang selalu macet, Cikole selalu punya udara segar yang buat saya tak henti berdecak kagum.

Esa tak henti-henti nya mengoceh tentang bagaimana senangnya dia yang akhirnya bisa pergi piknik. Dia bilang, dia ingin ajak ibunya, tapi ayah nya melarang sambil bilang, "sana pergi sama pacarmu sendiri, jangan sama pacar ayah!"

Sebenarnya, saat-saat seperti inilah yang selalu saya nikmati dan rasanya tak ingin mengakhiri. Momen-momen ketika Esa bercerita tentang banyak hal yang ada disekitar nya atau momen-momen saat Esa terlihat sangat khusuk mendengar cerita sederhana dari saya.

Seiring dengan detik yang secara tak sabaran berubah jadi menit, kami akhirnya sampai di tempat tujuan. Seperti yang kami harapkan, sepi dan sejuk dan pemandangan yang melengkapkan. Kami turun dari motor, lalu berjalan sambil menenteng tote bag berisi roti, seperti yang direncanakan kemarin.

"Kayanya kita harus bikin proker baru deh" ucap Esa setelah menyelesaikan suapan pertama nya.

"Apaan coba? Tiba-tiba banget"

"Serius, kita harus banyak nanam tanaman di sekolah, biar adem kaya gini"

"Serem dong kalo pohon nya segede gini"

"Ya engga yang segede gini jugaa Qiaaaa"

"Oh, kirain kamu beneran punya inisiatif nanam pohon sebesar ini" Esa terkekeh, lalu mengusap puncak kepala saya.

Piknik kami hari ini terasa janggal. Cuaca yang kami harapkan akan hangat dan wewangian dari keasrian yang menyengat justru hilang digantikan dengan dingin dan keras nya angin.

Meski begitu, saya tetap menikmati berjalan nya hari. Semuanya terasa nyaman dan menyenangkan apalagi ketika Esa mengeluarkan kamera kesayanganya hanya untuk memotret hijau nya pemandangan.

Cuaca nyatanya tak berpengaruh banyak. Dingin udara mendadak hilang saat Esa mengistirahatkan kepala nya dikaki saya yang sengaja saya panjangkan.

"Kamu kapan pulang?" tanya Esa sambil menarik lembut lengan saya, lalu dia tempatkan dikepalanya untuk kemudian dia usap-usap. Saya yang mengerti, mulai melakukannya sendiri.

"Nanti, bareng kamu"

"Bukan, maksudnya pulang ke rumah kamu"

"Ohh gak tau. Kenapa emang"

"Aku pingin ketemu orang tua kamu"







TBC

jangan lupa vote sama comment nya ya temen-temen, sekedar untuk menghargai penulis nya hehe






rumpangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang