BAB 22

529 58 6
                                    

BAB 22

“Hai, semangat ya hidupnya. Selalu ingat Tuhan. Jangan pernah berhenti bersyukur.”  --Laughter Scares Me

Malam harinya Aksel pergi bersama sang ayah untuk mengurusi pekerjaan dan bertemu rekan kerja. Aksel dituntut untuk tampil lebih cool dihadapan kolega lain. Dengan berat hati ia harus menuruti sang ayah agar fasilitas yang dimiliki tidak ditarik.

"Nanti kamu harus tampil cool biar keliatan karismanya," ujar sang ayah.

Aksel memutar mata malas dan menyenderkan kepalanya, sungguh ia tidak berniat untuk ikut.

Aksel merogoh sakunya untuk menghubungi Nara.

"Mau nelpon siapa kamu?" tanya ayah Aksel.

"Pacar." Dihubunginya Nara.

Panggilan tidak tersambung. Aksel kembali menghubunginya berulang kali.

Aksel mendengkus sambil menggeram. Sama sekali tidak terhubung dengan Nara. Benar-benar kesal tidak bisa mendengar suara kekasihnya malam ini.

"Putusin pacar kamu," ungkap ayah Aksel. Aksel tersenyum smirk menanggapi hal itu.

Perkataan sang ayah membuatnya  menggertak marah sekaligus kaget. Tahu apa ayah tentang Nara? Sama sekali tidak tahu kan.

****

"BALIKIN PONSEL AKU MIKA!"

"Ups, nyebur aja tuh kalo mau." Dengan sengaja Mika memasukkan ponsel Nara ke dalam kolam renang. Perempuan tidak tahu diri.

"Mika, aku salah apa sama kamu?!" teriak Nara.

Mika berlagak memikirkan sesuatu. Jari telunjuknya mengetuk dagu. "Kayaknya banyak deh salah kamu. Mulai dari nyusahin, buat orang tua sendiri meninggal, pacaran sama Aksel. Punya phobia lagi. Atau jangan-jangan kamu pelet Aksel? Muka pas-pasan gitu jadi pacar Aksel. Mending aku ke mana-mana," tukas Mika seakan tidak bersalah.

"Jauhin Aksel makanya," ancam Mika.

Nara menggeleng. Nafasnya memburu mendengar keburukan yang dilontarkan Mika padanya. Serendah itu dirinya dipandang?

"Mika kamu ngapain disitu?" panggil Oma.

"Temenin Nara Oma. Katanya kesepian," balas Mika sambil tersenyum menghadap Nara.

Bohong.

Saat Nara ingin menyahuti, Mika mengancam untuk tertawa. Nara menahan diri untuk tidak takut. Siapa yang akan membantunya nanti jika kumat?

"Mudah banget ngancem kamu. Aku ketawa kamu yang mati." Mika sengaja terkekeh.

Nara menutup telinganya. "Mika stop!"

"Kenapa, takut?"

"Makanya jangan hidup."

Mika berlalu pergi meninggalkan Nara. Gadis itu pasti sedang merencanakan sesuatu untuk menganggunya lagi. Nara terduduk lemas dengan memeluk kedua lututnya. Ingin mengadu namun takut.

Nara menangis. Ia tidak tahan jika seperti ini terus. Hari pertama saja sudah tersiksa. Bagaimana dengan hari berikutnya?

Ditatapnya langit malam yang indah. Gemerlap malam seketika terang melihat kelap-kelip bintang di atas sana. Nara menyeka airmata di pipi. Berharap orang tuanya datang memberikan semangat.

"Ma, Nara mau pergi dari sini. Nara mau ke apartemen," ujar Nara mengadu.

"Nara gak tahan sama Mika. Baru hari pertama aja udah gini. Gimana besoknya? Dia gak pernah berubah Ma. Masih benci banget sama Nara." Airmata Nara meluncur lagi membasahi pipi.

"Coba aja Nara dulu pulang tepat waktu. Mama sama papa pasti masih ada. Nara bandel ya? Makanya Mama, Papa, pergi."

Nara menangis meluapkan emosi yang ada dipikiran. Keburukan yang Mika katakan masih terngiang di kepalanya. Ternyata sepupu sendiri pun bisa membenci.

"Nara!" panggil Oma.

Dengan cepat Nara menghapus jejak airmatanya. Orang-orang tidak boleh tahu jika ia habis menangis.

"Iya Oma?" Nara berjalan menuju Omanya. Senyum terulas dibibir Nara, berusaha bersikap baik-baik saja.

"Ada yang mau ketemu kamu."

"Siapa Oma?"

"Aksel," tukas Oma. "Sama Papanya," lalu tersenyum riang pada cucunya.

Nara terdiam. Bagaimana dengan hal buruk yang terjadi?

****

Hai, makasih udah mau baca.
Bantu share ♥️ votmen yaa.

Baca cerita ku yang lain.

Sayang Bucinnestar ✨

Laughter Scares Me [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang