BAB 14

590 74 6
                                    

BAB 14

Jaga tuturmu. Jangan sampai buat orang lain insecure.” -- Laughter Scares Me

"Bunda ngajak ketemu lagi hari ini." Aksel menoleh singkat ke arah Nara. Lalu kembali fokus mengendarai mobil.

"Kenapa?" tanya Nara.

"Kangen katanya." Bodoh. Alasan macam apa ini. Bagaimana jika Bunda membenci Nara?

"Masa, sih? Padahal baru ketemu."

Aksel menggidikan bahu. "Namanya juga Bunda. Suka kangenan orangnya."

"Ya udah, nanti aku ke rumah kamu."

"Kamu harus tunggu aku latian."

"Iya Akselnya Nara."

Masih pagi kadar bucinnya sudah tidak bisa dikontrol. Begitulah ketika dua manusia saling mencintai dipersatukan.

Aksel memarkirkan mobilnya di parkiran sekolah. Kemudian ia turun membukakan pintu untuk Nara.

"Padahal aku bisa sendiri," ujar Nara yang tidak ingin dibukakan pintu mobilnya.

"Biar romantis."

Mereka melangkah menuju kelas masing-masing. Bukan Aksel namanya jika membiarkan kekasihnya sendirian. Alhasil ia mengikuti Nara dari belakang lalu masuk ke kelas gadis itu.

"Kok gak masuk kelas kamu?" tanya Nara bingung.

"Belum ada orang."

"Maaf, gara-gara aku kamu jadi berangkat cepet."

"Sebelum sama kamu, aku udah biasa berangkat pagi. Makanya di cap murid teladan." Dengan bangganya Aksel membusungkan dada.

"Masa, sih? Aku, kok, jarang liat kamu pagi-pagi?"

"Namanya juga pengagum rahasia."

"Ngagumin siapa kamu? Nisa ya?" hardik Nara. Nisa adalah murid perempuan teladan yang ada di kelas Nara.

"Naralah."

"Gak percaya aku." Nara menjulurkan lidah meledek Aksel.

"Nisa pacarnya Dimas, Nar."

Nara melebarkan matanya kaget. Tidak percaya jika Nisa sudah memiliki kekasih. Padahal gadis itu tertutup sekali pada laki-laki.

"Kamu udah sarapan?" tanya Aksel.

"Udah. Kan gak bisa kalo gak makan pagi."

"Mau ke kantin?"

"Kamu aja."

Gagal sudah rencana Aksel untuk mengajak Nara sarapan berdua.

****

"Nar, boleh minta tolong?" tanya Sakti--teman sekelas Nara yang menjabat sebagai wakil ketua kelas.

"Boleh. Mau minta tolong apa?"

"Ajarin gue fisika."

Nara memperhatikan kondisi sekitarnya. Ia takut keberadaan Nara mengganggu teman-temannya tertawa bahagia.

Syukurlah keadaan kelas sepi, kebanyakan dari mereka memilih keluar kelas mencari udara segar dan mengisi perut yang lapar.

"Ya udah, sini aku ajarin."

Sakti duduk di samping Nara. Sakti yang penasaran dengan pengajaran Nara, membuatnya sedikit mendekat dengan gadis itu.

Di sela-sela Nara mengajari Sakti. Lelaki itu bertanya.

"Nar, lo masih phobia tawa?" tanya Sakti.

"Masih."

"Mau gue bantuin? Kebetulan tante gue Psikiater."

Nara tersenyum. "Gak usah. Aku juga udah mulai konsultasi sama psikiater."

"Sama siapa? Sendiri?"

"Aksel."

Yang dibicarakan datang memasuki  kelas Nara. Lelaki itu menatap tajam kearah Sakti. Alhasil membuat Nara tidak nyaman.

Aksel menarik tangan Nara agar menjauh dari Sakti. 

"Jangan deketin cewek gue. Takutnya lo jatuh cinta," ketus Aksel dengan nada menyindir.

Tidak ada respon dari Sakti.

Aksel langsung menarik Nara untuk keluar dari kelas.

"Mau kemana?" Nara bingung saat Aksel menarik tangannya. "Sakti minta diajarin fisika Aksel." Lalu ia menepis tangan Aksel dengan kencang.

Ditepis tangannya oleh Nara, Aksel menerimanya. Mereka berhenti tidak jauh dari kelasnya masing-masing.

"Dia suka kamu Nara."

"Kamu tau darimana?"

"Cara dia deketin kamu sama kaya yang aku lakuin waktu MOS."

Deg. Membicarakan tentang MOS Nara sama sekali belum bisa mengingatnya. Nara tidak bisa mengingat masa lalu. Begitu banyak masalah di masa lalu membuat Nara semakin tertekan.

Kebanyakan orang memiliki pemikiran yang berbeda.

****

Assalamualaikum, makasih udah mau baca.

Part nya pendek? Kan udah dibilang aku gak suka part panjang.  Kalo mau baca yang part panjang mampir di ceritaku yang lain. Disana kalian bisa baca part panjang. Menurut aku lho.

Pendek asal kelakon tah.

Bantu share ya ♥️

Sayang Bucinnestar ✨

Laughter Scares Me [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang