Part 7

8 2 0
                                    

Apa yang lebih sakit dari berharap namun disia–siakan?
–Arabella.

Pagi ini Elang dan Azura sudah ada di parkiran sekolah menunggu Langit dan Ara datang.

"Ara kok belum sampe ya?" Tanya Azura sambil celingak–celinguk mencari keberadaan Ara.

"Sabar aja, bentar lagi juga sampe." Jawab Elang seraya memainkan ponselnya.

Tak berapa lama, yang ditunggu pun sampai. Ara segera turun dari motor Langit diikuti Langit.

"Ara, lo oke?" Azura memeriksa kondisi Ara.

"Gue oke, lo kenapa dah? Panik banget kayanya." Jawab Ara di selingi kekehan

"Gimana gue ga panik pas tau posti–"

Elang memotong ucapan Azura dengan jari telunjuk menunjukkan seseorang yang baru datang. "Itu Megan ya?"

Ara segera menoleh mengikuti jari telunjuk Elang. Raut wajah yang semula baik–baik saja, perlahan sirna digantikan dengan raut sendu.

"Nggak usah di liat kalo bikin lo sakit hati," Ucap Langit memalingkan wajah Ara agar berhadapan dengannya.

"Itu sih melisa yang di postingan Megan kan?" Tanya Azura polos. "Padahal cantikan Ara kemana–mana, bisa–bisanya Megan kepincut sama dia. " Azura masih belum sadar dengan tatapan yang diberikan Elang dan Langit.

"Lemes banget mulut lo, Zura," Desis Elang.

"Emang ben–, eh kenapa pada natap gue kaya gitu?"

"Udah lah, ayo ke kelas aja. Sakit mata gue liat beginian," Ujar Ara seraya menggandeng tangan Langit. Sementara Azura dan Elang mengikuti dibelakang nya, tidak lupa genggaman tangan mereka yang saling bertautan.

Seharian ini Ara tidak banyak berbicara, ia menjadi lebih pendiam. Bahkan Azura yang sedari tadi mengajaknya berbicara pun tidak mendapat respon seperti biasanya.

"Ra, suatu saat nanti gue yakin perasaan lo pasti terbalas," Ucap Azura menyemangati Ara.

Ara yang sedari tadi menunduk pun segera mengangkat kepalanya dan terlihat kedua matanya yang berkaca–kaca. "Kenapa jatuh cinta rasanya sesakit ini, Zura?"

Mereka ikut merasakan perasaan Ara, yang mereka lakukan sekarang adalah menghibur Ara.

"Tenang aja Ra, gue yakin tuh berdua nggak bakalan lama. Percaya sama gue." Ujar Elang.

Ara tidak menjawab, tetapi langsung memeluk erat tubuh Azura yang berada di sampingnya.

Azura menepuk pelan punggung Ara. "Jangan galau lagi Ara, nih meja sepi banget nggak ada suara lo,"

Ara hanya terkekeh kecil dan melepaskan pelukannya. "Sebenarnya gue masih mau galau lebih lama lagi, soalnya hati gue masih nyesek. Tapi, karna kalian kangen suara gue, jadi galaunya gue tunda." Ucapnya seraya memamerkan cengiran khas nya.

"Bego, mana ada sih galau di tunda," Sahut Elang di iringi jitakan pelan di kening Ara. Sementara Langit tersenyum melihat Ara yang mulai ceria kembali.

Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang memperhatikan mereka sejak mereka datang.

****
Megan dan Gibran sedang duduk di bangku taman yang berada di belakang sekolah. Jam istirahat sudah berbunyi sejak 10 menit  yang lalu. Namun, mereka memilih bolos.

"Megan, tadi lo liat nggak matanya Ara agak bengkak," Ucap Gibran yang tengah bersandar di pohon.

Megan yang sedang menutup matanya, perlahan melirik Gibran. "Liat,"

"Katanya dia nangis gara–gara lo jadian sama Melisa,"

"Gue tau,"

"Lo tau perasaan Ara, tapi lo nggak pernah mau buat buka hati sama dia," Ujar Gibran. "Gue kalo jadi lo nih, udah pasti gue bakal milih Ara,"

"Kenapa?"

"Karna gue yakin perasaan dia tulus buat gue, buktinya dia benar–benar nunggu lo dari kelas 10. Tapi sayangnya, Ara suka sama makhluk bodoh nggak berperasaan macem lo." Sahut Gibran.

"Maksud lo ngatain gue makhluk bodoh apa, Bran?" Tanya Megan dengan wajah datar.

"Gimana nggak bodoh, ada yang benar–benar berjuang tulus mala milih modelan Melisa. Coba deh lo liat Ara sama Melisa, cantikan Ara men, baik juga baikan Ara." Cerocos Gibran.

"Bacot aja lo," Sahut Megan berdiri meninggalkan Gibran.

Gibran hanya mendengus melihat kelakuan Megan. "Gini nih, kalo lagi di kasih tau, woi Megan!" Serunya sambil mengejar Megan.

****
"Ke Cafe Cemara yuk," Ajak Azura seraya tangannya menggandeng Ara.

"Gas lah," Jawab Elang yang berjalan di belakang Bersama Langit.

"Ayo, sekalian ngilangin suntuk di hati gue," Ucap Ara. "Langit ikut kan?" Ara pun menoleh kepada Langit.

"Hm,"

Elang yang berada di samping pun menoyor kepala Langit. "So cool lo burik," Dan di balas dengan tatapan datar khas Langit.

Mereka berjalan menuju parkiran dan segera ke Cafe Cemara. Beberapa menit kemudian mereka sudah sampai di sana.

"Gue milkshake oreo ya," Ucap Ara yang bersandar pada bahu Langit sambil memainkan ponselnya.

"Lo Lang?" Tanya Azura.

"Matcha Langit mah," Jawab Ara tanpa menoleh kepada Azura. Sementara Langit mengangguk menyetujui jawaban Ara.

"Bentar gue pesan dulu," Lalu Azura pergi memesan pesanan mereka.

"Lho, jule! Kok gue nggak di tanyain?" Protes Elang yang menunjuk dirinya.

"Azura udah pasti tau lo sukanya apa elmo," Sahut Ara santai.

"Elmo apaan ra?" Tanya Elang.

"Elang monyet," Ara menatap wajah Elang yang berubah pias setelah mendengar jawaban darinya. Dan Langit hanya terkekeh pelan mendengar ucapan Ara.

Elang mendengus. "Sialan lo ra. Ganteng gini di katain monyet,"

"Gantengan juga Langit," Sahutnya sambil mendongak untuk melihat wajah Langit yang memerah.

"Nggak usah salting lo," Ujar Elang menjitak dahi Langit dan Langit hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Pesanan datang," Azura datang membawa nampan yang berisi pesanan mereka. Lalu, mereka pun segera memakan  sambil mengejek satu sama lain.

"Eh, itu Megan bukan?" Ucap Azura seraya menunjuk meja di belakang Ara. Ara dan Langit pun segera membalikkan badannya.

"Lah iya, Megantoro sama melisa," Jawab Elang.

Mereka lantas melihat Ara secara bersamaan, sementara yang dilihat hanya bisa menghela nafas.

"Niat mau bikin hati tenang, mala ketemu." Gumamnya yang didengar mereka semua. "Eh, kenapa pada liatin gue? Gue gapapa kok, ayo makan lagi." Ara yang menyadari tatapan mereka segera mengubah raut wajahnya.

Meja yang tadinya ramai, seketika menjadi hening. Langit berdiri mengajak Ara untuk pulang.

"Pulang yu Ra, udah sore," Langit menarik tangan Ara dan tak lupa menaruh uang seratusan di meja. "Gue duluan ya," Pamit Langit kepada Azura dan Elang.

Ara hanya diam mengikuti Langit. Sebelum sampai di pintu keluar, Ara menoleh sebentar ke meja yang ditempati oleh Megan. Dan ternyata tatapan matanya bertemu dengan mata Megan.

Kenapa sayang sama lo sesakit ini, Gan? –batin Ara.

Jakarta, 30 September 2020

Jangan lupa vote dan komen ya!
Semoga suka❤

ArabellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang