Anjing Hitam?

1.2K 233 19
                                    

Tepi Danau Hitam selalu menjadi tempat yang tepat untuk melepas penat sejenak setelah jam pelajaran usai. Jeslyn bersantai dibawah pohon. Duduk bersandar pada batang pohon. Ia masih trauma untuk memanjat sejak kejadian seminggu lalu.

Jeslyn merapatkan syalnya. Udara sore ini cukup dingin karena akan mendekati musim dingin.

Seekor anjing hitam besar mendekatinya. Jeslyn mengulurkan tangannya. Ia sangat menyukai anjing namun ayahnya tidak mengijinkan memelihara satu karena takut tidak terurus.

"Halo, kawan. Kau sendirian."Jeslyn mengusap usap rambut hitam anjing itu. "Udaranya dingin sekali, kau tidak kedinginan hm?"

Jeslyn mengeluarkan syal cadangan yang sewarna dengan rambut anjing itu. "Pakai ini, setidaknya bisa menghangatkanmu."Jeslyn membungkus leher anjing itu dengan syal.

Anjing hitam itu menggonggong seperti mengucapkan terima kasih. "Sama sama."balas Jeslyn seolah mengerti apa yang diucapkannya. "Hmm.. Nama apa yang cocok untukmu ya?"

"Blackey?"

Gonggongan yang menyiratkan tak suka keluar dari mulut anjing itu.

"Oke oke. Baiklah."Jeslyn berpikir lagi. "Aku belum pernah menamai anjing sebelumnya."

"Snuffles?"hanya nama itu yang terlintas dipikirannya sekarang. Nama panggilan yang diberikan Harry khusus untuk Sirius sebagai penyamaran.

Anjing hitam itu menerjangnya lalu menjilat wajah Jeslyn. Gadis itu tertawa. "Oke mulai sekarang namamu Snuffles."

"Aku harus kembali ke kastil. Sebentar lagi jam makan malam."kata Jeslyn. Snuffles masih bergelung nyaman dipangkuannya. Ia menatap Jeslyn dengan wajah memelas. "Jangan pasang wajah begitu."Jeslyn menggaruk leher snuffles yang tertutup syal. "Besok aku kesini lagi, aku janji. Kita akan bertemu setiap hari, oke?"

Snuffles menggonggong.

Sinar oranye matahari memantulkan bayangan Snuffles yang tengah duduk dibalik pohon. Jeslyn sudah pergi lima menit yang lalu. Anjing itu berubah wujud dengan perlahan menjadi sosok manusia berjenis kelamin laki - laki.

Sirius mengusap syal yang melingkari lehernya. Sebuah seringai tercetak diwajahnya.

*****

Jeslyn mengobrol dengan Lily saat makan siang. Mereka membahas tentang materi pelajaran Ramuan yang baru saja diajarkan oleh Profesor Slughorn. Entah atau mungkin hanya persaannya saja, Jeslyn merasa Sirius memperhatikannya. Sejak semalam lebih tepatnya. Hal itu membuat Jeslyn merinding sendiri.

Seseorang menepuk bahu Jeslyn dengan pelan. Jeslyn menoleh mendapati seorsang cowok Hufflepuff yang sepertinya satu angkatan dengannya. Dan cowok itu mengingatkannya pada sahabatnya, Cecillia.

"A-anu bisa kita bicara sebentar?"

Murid murid Gryffindor lainnya menatap mereka dengan penasaran.

"Sebentar saja. Aku ada kelas setelah ini."kata Jeslyn.

Cowok Hufflepuff itu mengangguk menyetujui. Mereka berjalan keluar dari Aula Besar. Mereka berhenti di sebuah koridor sepi.

"A-aku menyukaimu."

Jeslyn terlonjak kaget mendengar pernyataan tiba tiba cowok Hufflepuff itu. "A-apa?"otak Jeslyn sedang berproses.

"Aku selalu mempertikanmu, kau gadis yang menarik makanya aku menyukaimu."wajah cowok itu memerah. Mengingatkan Jeslyn akan sosok sahabatnya saat bercerita tentang cowok yang disukainya.

"Aku bahkan belum mengenalmu."

"Namaku Adrian Lewis."

Lewis. Shit! Nama belakang Cecillia juga Lewis. Jangan bilang kalau orang ini adalah ayah Cecillia dimasa depan. Jeslyn merah padam. Oh, ini sangat memalukan.

"Maaf. Aku tidak bisa menerimanya. Tapi aku menghargai usahamu. Maafkan aku ya?"kata Jeslyn. Ia tidak mau jadi orang ketiga diantara hubungan Ayah Cecillia dan calon ibu sahabatnya itu.

Adrian tertundu lesu. Namun ia menerimanya dengan lapang. "Yeah, tak masalah. Itu hakmu."

Lily melihat cowok Hufflepuff yang tadi mengajak Jeslyn berbicara kembali ke Aula Besar dengan lesu. Namun sebaliknya, Jeslyn tampak biasa saja.

"Ada apa?"tanya Lily.

"Lewis menembakmu?"tanya Alice dengan antusias.

"Dan kau menolaknya?"sambung Marlene.

"Begitulah."Jeslyn kembali melanjutkan makan siangnya yang tertunda. Ia menghela napas. "Aku tak berniat untuk menjalin hubungan dengan siapapun. Aku tidak lama disini."

"Maksudmu?"tanya Lily.

"Well, mungkin setelah lulus aku akan mengikuti ayahku kembali ke Prancis."jawab Jeslyn seadanya. "Mungkin setelah lulus. Mingkin juga saat awal tahun ajaran baru nanti."

Alice memandangnya sendu. Jeslyn sudah sangat akrab dengannya, Lily dan Marlene sekarang. Ia tak rela jika harus berpisah dengan teman barunya. "Itu artinya kau tidak ikut ujian NEWT disini?"

Jeslyn mengangguk pelan. Merasa tak enak pada tiga bidadari ini. Dirinya merasa sangat berdosa menyakiti hati makhluk ciptaan Tuhan.

"Aku akan merindukanmu."Lily mengusap pundak Jeslyn.

"Woi! Makananmu belum habis, kau mau kemana?"terdengar suara James yang meneriaki Sirius namun tak digubris oleh putra sulung Orion Black itu.

Ketiga gadis itu menatap heran pada Sirius yang berjalan keluar Aula Besar. "Kenapa dia?"tanya Alice.

Marlene mengangkat bahu. "Sudahlah mungkin moodnya sedang tidak bagus."

*****

Pandangan mata Jeslyn beredar ke sekeliling Danau Hitam mencari dimana keberaan Snuffles. Namun ia tidak menemukan dimana keberadaan anjing itu.

Jeslyn memutuskan untuk kembali kedalam kastil karena kedinginan. Ia lupa memakai syalnya.

Bulan purmana. Jeslyn melihat ke arah jendela Ruang Rekreasi asrama Gryffindor pantas saja ia tak melihat Maraunders sejak makan malam berakhir. Waktunya Remus Lupin bertransformasi.

Ah, bagaimana rasanya menjadi animagus?

Jeslyn penasaran akan hal itu. Ia melihat jam tangannya. Masih pukul sembilan malam. Belum terlalu larut untuk pergi ke perpustakaan dan meminjam buku. Essai Transfigurasinya kurang panjang tiga puluh senti.

Secepat kilat Jeslyn membereskan barang - barangnya. Ia berlari ke kamarnya untuk mengambil jubah lalu bergegas keluar.

*****

.
.
.

Tbc

.
.
.





I know. Aku tau ini pendek banget, tapi jujur idenya mentok disitu. :)

Semoga kalian suka

See you 👋

Who is She? [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang