BAB 5

3 0 0
                                    

Happy Reading💞

***************

Ceklikkkk....

Hana yang masih meringkuk di bawah gulungan selimut tebal, enggan untuk membuka kedua mata-nya. Meskipun, Hana tau pintu kamarnya telah di buka oleh seseorang.

Perlahan deraf langkah kaki nya pun sempat terdengar olehnya. Namun sayang, Hana tetap kekeuh dengan pendiriannya. Hana menghembuskan nafasnya secara tidak beraturan, ada gejolak amarah di dalamnya.

Perlahan tapi pasti, langkah kaki tersebut tidak lagi terdengar olehnya. Namun, dapat Hana pastikan seseorang itu belum beranjak pergi dari ruangan kamar Hana.

Hana sedikit mengintip, dan membuka selimutnya. "Ngapain dia datang ke kamar gue?" Batin Hana bermonolog.

Namun Hana buru-buru menutup kembali selimutnya, sebelum seseorang itu melihatnya. Tapi naas, seseorang itu sudah melihatnya.

"Saya tau, kamu sudah bangun Hana!, Berhentilah untuk berpura-pura tidur." Ucap seseorang yang sekarang tengah menatap ke arah Hana.

Meskipun begitu Hana tetap diam enggan untuk menjawabnya. Namun di detik berikutnya Hana menyerah dan membuka selimut tebal yang menggulung dirinya. Hana bangun, dan beranjak dari tempat tidurnya. Ia berjalan melewati seseorang yang tengah berdiri di hadapannya begitu saja, tanpa harus melirik ke arahnya.

"Inikah cara kamu bersikap kepada Ayah-mu, sendiri Hana?" Ya, seseorang itu yang tak lain adalah Ayah Hana sendiri. Namun Hana tetap mengabaikan perkataan yang baru saja di lontarkan oleh Ayah nya.

"Seperti ini kah? Cara Ibumu mendidikmu?" Lanjutnya lagi, dengan intonasi nada yang cukup membuat Hana terdiam dan berbalik ke arah lelaki tersebut.

Hana tersenyum remeh ke arahnya.
"Ayah? Hahahhah. Entahlah aku hanya punya Ibu dan Bi Inah, Ayah saya mungkin saja," jeda Hana sejenak. "Sudah meninggal!" Lanjutnya lagi.

Lalu dengan berani, Hana berjalan mendekat ke arahnya. "Ah, perlu di ingat baik- baik ya Tuan, Ibu saya memang sibuk bekerja, tapi dia tidak pernah gagal dalam hal mendidik saya!"

Plakkkk...

Satu tamparan berhasil mendarat di pipi Hana, membuat Hana sedikit meringis kesakitan. Tapi ini tidak sebanding, dengan apa yang ibu-nya rasakan.

"Cihhhh, anak kurang ajar, tidak tahu di untung. Saya begitu sangat menyesal telah mengakuimu sebagai anak saya Hana." Dengan amarah yang sudah meletup-letup

Kedua bola mata Hana membulat sempurna sorot mata Hana menyiratkan begitu banyak kekecewaan terhadap Arya Aldebara yang tak lain adalah Ayahnya sendiri. Hana ingin menangis, tapi tidak! Sekarang bukan waktunya menunjukkan sisi lemahnya.

Hana lebih mendekat kearah Arya, seraya mengepalkan kedua tangannya. "Dan, perlu Tuan Ketahui, Saya Hanania Janisti juga tidak sudi, mengakuimu sebagai Ayah kandung saya!" Sarkasnya.

Arya tak menanggapi perkataan yang baru saja di lontarkan oleh Hana, meskipun beberapa detik yang lalu, dirinya di kuasai oleh amarah. Tapi, gadis kecilnya ini tetaplah darah dagingnya, dia begitu sangat menyayanginya, dia sama-sama egois seperti dirinya. Seulas senyum tercetak di wajahnya, tapi tidak dapat terlihat oleh siapapun. Hanya dirinya sendiri yang tahu!

"Kalau begitu saya pamit!" Arya melenggang pergi meninggalkan Hana seorang diri. Ia tahu perkataannya tadi membuat hati putrinya terluka, namun keegoisannya tetaplah pemenangnya.

"Maafin Ayah nak!, Ayah sudah menamparmu dan membuat hatimu begitu terluka!" Batinnya.

Setelah Arya benar- benar pergi, Hana langsung menutup pintu kamarnya. Dinding pertahanan yang sedari tadi ia tahan, robohlah sudah! Hana menangis sejadi- jadinya. Ia berjalan gontai menuju tempat tidurnya. Lalu, hana menggambil satu bingkai poto yang sudah usang dari tempat tidurnya. Dimana Hana sedang di rangkul oleh kedua orang tuanya, dan terlihat jelas banyak kebahagiaan di dalam poto tersebut, ingin sekali Hana kembali kemasa seperti dulu, dimana hanya di penuhi dengan kebahagiaan bukan kesedihan seperti sekarang.

Handikta (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang