"Aku selalu menunggunya, tapi dia selalu tak menyadarinya."
~Hanania Janisti~
*****************************************
Tak terasa kini malam sudah berganti pagi. Seorang gadis yang masih meringkuk di bawah selimut tebal berwarna peach dan kamar yang bernuansa serba putih. Gadis itu enggan untuk bangun, rasanya begitu hangat dan nyaman.
Tak lama tirai gorden di buka secara paksa oleh seseorang, membuat tidurnya terusik di tambah lagi dengan cahaya sinar mentari yang menerebos masuk lewat celah jendela kamarnya membuat gadis itu semakin tak nyaman. Dengan perlahan gadis itu pun membuka kedua matanya dan mengucek-ngucek dengan kedua tangan-nya. Pertama yang ia lihat adalah seorang wanita cantik sedang berdiri tegak sambil terus memandangi dirinya. Sekilas dia tersenyum, dia begitu cantik sama seperti dirinya.
"Mamah? Mamah kapan pulang?" tanya Hana seraya bangkit dari tidurnya dan duduk.
"Semalam, tadinya mamah mau ke kamar kamu, tapi kata Bi Inah kamu sudah tidur." Hana hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
Dia adalah Novi, sekaligus ibu dari Hana. Semalam Novi pulang kerumahnya. Karena entah dorongan dari mana Novi begitu merindukkan Hana yang tak lain adalah putri kandungnya sendiri.
Hana bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan ke arah kamar mandi, untuk membersihkan diri. Novi yang melihat sikap cuek Hana hanya bisa pasrah serta mengelus dada-nya dengan sabar. Ini juga salahnya juga toh? Karena terlalu sering meninggalkan Hana, sehingga dirinya merasa jauh dengan Hana. Tidak seperti ibu yang lain-nya yang begitu akrab dengan putrinya sendiri. Tapi dirinya? Sebaliknya.
Hana selesai membersihkan diri dia begitu segar tidak seperti tadi, dan kini Hana sudah memakai seragam sekolahnya. Novi yang masih di dalam kamar Hana terus saja memperhatikan penampilan Hana, ternyata anak gadisnya ini rupanya sudah besar dan tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. Sama seperti dirinya dulu. Tak heran kalau Hana cantik ternyata kecipratan dari Ibunya.
"Han?" Hana yang sibuk memasukkan buku-buku ke dalam tas—nya seketika berhenti memasukan buku lalu menengok ke arah mamanya.
"Iya. Ada apa Mah?"
"Kamu gak mau peluk mamah gitu?" Hana hanya menatap Novi dengan acuh, Bukan-nya tidak mau, hanya saja dirinya lebih membesarkan ego daripada keinginan-nya.
"Mamah kangen sama kamu Han, mama udah rela-relain batalin kontrak kerja mamah. Supaya bisa ketemu sama putri mamah ini." ucap Novi seraya mengembangkan senyumannya
Hana hanya tersenyum kecut menanggapinya. "Kenapa mah di batalin?"
"Karena mamah sadar, ternyata kamu lebih berarti buat mamah."
"Kenapa mah? baru sadar yah? Kalau mamah punya anak? Dan mama baru sadar kalau aku sangat berarti buat mamah? Kemaren-kemaren kemana aja Mah?" sindir Hana tajam sambil menyunggingkan senyumannya
Novi hanya diam, apa yang di katakan Hana memang benar. Tapi Novi punya alasan di balik kenapa dirinya, jarang pulang. Dia pun sering pergi meninggalkannya dan jarang menghabiskan waktu bersama Hana.
"Maafin mamah Han." Hana hanya menatap mamanya dengan tatapan dalam, apakah tadi dia sudah salah berbicara? Sebenarnya Hana merasa tak enak hati karena sudah mengeluarkan kata-kata yang bisa saja menyakiti hati Ibunya. Tapi untuk saat ini Hana lebih mementingkan egonya.
Hana tak kuat menahan semua ini. Matanya kini memanas, Hana buru-buru pergi keluar kamarnya dan dengan langkah tergesa Hana menuruni setiap anak tangga dengan sesekali menyeka air matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Handikta (On Going)
Teen Fiction{Follow dulu sebelum membaca} ***************************************** "Jatuh cinta sendirian itu, nyatanya tidak enak." ~Hanania Janisti~ Siapa disini yang pernah jatuh cinta sama teman masa kecilnya? Hingga kalian menginjak dewasa pun kalian teta...