Tanggal satu adalah kutukan bagi Naomi. Gadis itu mengembuskan napas kasar.
"Aish," gerutunya, kedua kaki jenjang miliknya tak berhenti diam. Membuat Ren tersenyum melihat itu.
"Gue bakal bantuin lo, tenang aja." Ren mengusap punggung Naomi lembut.
Setiap tanggal satu, Naomi selalu mengalami hari yang kurang baik. Pasalnya setiap tanggal itu Naomi harus berkumpul dengan orang tuannya, menikmati makan malam dan mendengarkan pujian untuk Naoki.
Keluarga Naomi memang unik, mereka selalu menampakkan keharmonisan di luar, tetapi tidak pada kenyataannya. Ibunya yang seorang model papan atas harus berusaha berbuat baik dan manis di muka publik, ayahnya yang merupakan anggota dewan juga sangat menjaga perilakunya pada saat di luar. Itu sebabnya Naomi dan Naoki sering menghabiskan waktu berdua di rumah tanpa kasih sayang orang tuanya.
Gadis itu menghela napas lirih.
"Semoga kesialan enggak dateng lagi nanti siang." Suara Naomi lemas. Ren lagi-lagi tersenyum.
"Sabar," ujarnya lembut.
Kantin sekolah terlihat seperti biasa saat jam istirahat. Ramai dan sibuk. Ramai karena suara semua siswa bercampur jadi satu dengan suara sendok yang beradu dengan piring. Sibuk, karena mencari tempat duduk dan menghabiskan makanan mereka. Naomi dan Ren hanya menghela napas ketika netranya melihat semua penjuru kantin sudah dipenuhi siswa.
Yuta melambaikan tangan, membuat lirik mata Naomi mengayun kepadanya. Cowok itu mengisyaratkan Naomi untuk duduk bersama di bangkunya.
"Ah, itu Yuta!" seru Naomi kembali bersemangat. Pandangan Ren ikut melayang ke arah yang dimaksudkan oleh Naomi. Cowok itu tersenyum.
"Wah, sepertinya ada yang punya penggemar baru," ujar Ren. Mengikuti langkah Naomi yang tanpa takut saat membawa baki makanannya.
"Terima kasih," ucap Naomi lantas duduk di depan Yuta. Ren mengikuti gadis itu. Yuta tampak malu, dia hanya tersenyum dan mengangguk.
Naomi melihat lauk makanannya, seketika nafsu makannya turun melihat itu. Ren segera mengambil habis semua udang yang ada di tempat lauk itu.
Pemandangan itu menarik perhatian Yuta. Ren tersenyum melihat Yuta dalam ekspresi wajah bingung.
"Ah, dia alergi udang," ucap Ren tersenyum. Yuta mengangguk mengerti.
"Gue enggak mau makan," ujar Naomi lemas.
"Lo harus makan!" Ren menyuapkan sesendok nasi kepada Naomi.
Gadis itu menggeleng cepat. Mulutnya tertutup rapat, hingga Ren memaksanya untuk membuka."Ren!" protesnya dengan mulut penuh makanan. Ren tersenyum. Tiba-tiba, Naoki melewati mereka dan meletakkan susu kotak di depan Naomi dan kembali melangkah pergi. Gadis itu tampak terkejut, dia menatap Ren tak percaya. Membuat cowok di sampingnya itu mengedikkan bahu dan tersenyum.
"Tumben!" ujarnya lalu menusukkan sedotan ke lubangnya.
____
Bel pulang sudah berbunyi lima menit yang lalu. Petugas piket kelas 2-3 tengah mengerjakan tugas masing-masing. Ada yang menghapus papan tulis, mengumpulkan tugas ke kantor, menyapu lantai, dan ada juga yang mengambil air untuk mengepel lantai kelas.
Pemandangan tak sedap dilihat oleh mata Naomi, dia menyaksikan Hiko duduk dengan kaki di atas meja, memainkan ponsel dengan santai.
"Hiko!" panggilnya ketus. "Bukannya lo juga piket? Bantu yang lain biar cepet kelar!" perintah Naomi.
"Heh." Wajah Hiko tampak terkejut. Dia tersenyum sinis dan kembali fokus pada layar ponselnya. "Lantas, bagaimana dengan Naoki?" tanyanya sinis.
Naomi mengingat kakaknya yang sudah menghilang dari peredaran sekolah. Mungkin cowok itu sedang menikmati fasilitas warung game online di seberang sekolahnya.
"Heh." Naomi mencari alasan.
Hiko berdiri, dia mengambil kain pel yang berada di belakang bangkunya.
"Ini?" Dia menyibak lantai dengan kain kering itu. Mendekat ke arah Naomi yang berdiri di barisan bangku nomor dua. Sedikit melempar tongkat kain pel itu dengan kasar ke arah Naomi.
"Gue sekolah di sini bayar! Buat nuntut ilmu, bukan buat jadi pembantu!" ujarnya ketus. Dia tersenyum sinis dan menyelempangkan tasnya di pundak kanan. Pada langkah ketiga dia kembali menoleh, mendapati wajah Naomi yang sudah kesal.
"Semangat!" Bukan dia memberi semangat, tetapi dia sedang mengejek Naomi sekarang.
"Wah!" Naomi tak habis pikir. Si trouble maker di sekolah benar-benar ada.
[[]]
Angin malam menyibak rambut Naomi, walaupun tak sampai berantakan. Namun, gadis itu tetap merapikannya. Seturunnya dari mobil Ferarri milik Naoki, dia tak langsung bergegas masuk ke dalam restoran. Naoki yang sudah berdiri tepat di depan pintu masuk segera menoleh.
"Buruan!" perintahnya ketus. "Lama banget!" Cowok itu memprotes Naomi. Seketika Naomi mengerucutkan bibirnya kesal. Berjalan terpaksa menuju kakaknya berada.
"Senyum!" perintah Naoki lagi. Ini bukan kali pertama pertemuan yang membuat Naomi kesal. Setiap bulan dia harus menuruti perintah orang tuanya dan duduk bersama dalam satu bangku.
Naomi tersenyum terpaksa. Dia menunjukkan gigi kelincinya. Membuat Naoki tersenyum simpul melihat kelakuan adiknya. Keduanya berjalan menelusuri bangku-bangku kosong yang sudah tertata rapi.
Segera Naoki menebar senyum saat sudah berada dalam jangkauan pandangan orang tuanya. Seorang laki-laki paruh baya yang mengenakan setelan jas resmi tersenyum dan melambai. Rambut yang sedikit sudah memutih tak menghilangkan karisma ketampanannya. Sedangkan wanita yang duduk di sisinya tampak tersenyum lebar hanya sesaat dan kembali sibuk dengan ponselnya.
"Duduk!" perintah Alfared yang merupakan ayah dari Naoki dan Naomi.
Kedua anaknya seolah sudah mengerti tempat masing-masing. Mereka duduk secara bersamaan.
"Wah, Naomi sangat cantik hari ini," puji Alfared setengah hati. Gadis itu hanya menampakkan senyum terpaksa.
"Naoki makin keren aja," lanjut Alfared untuk anak sulungnya.
"Ayo! Kita pesan makan," timpal Hena tersenyum.
Suasana makan malam seperti biasa, canggung dan juga palsu. Senyum sepanjang makan malam adalah topeng belaka. Mereka membuat hubungan keluarga dengan banyak batasan. Alfared jarang sekali pulanh. Ke rumah, ia lebih senang menghabiskan waktunya di kantor dan dan di luar kota. Sedangkan Hena akan pulang ke rumah saat larut malam, saat anak-anaknya sudah tertidur dan terbangun saat siang hari ketika anak-anaknya tengah berada di sekolah. Walaupun mereka tinggal dalam satu rumah, tetapi sangat jarang bertemu.
Naomi bisa menghirup udara segar ketika sudah berada di depan restoran. Terlebih saat netranya melihat sosok orang yang selalu menjadi penyelamat hidupnya. Melihat keberadaan Ren yang sudah berdiri di samping mobil Audi berwarna hitam, Naoki hanya mengembuskan napas lirih.
Naomi berhambur ke arah Ren. Melihat tingkah putri bungsunya sepasang suami istri itu tersenyum. Ikut menghampiri Ren. Jelas, Naoki juga harus menghampiri mereka dengan terpaksa.
"Ren, kenapa enggak gabung tadi," ujar Hena ramah.
Ren tersenyum. "Baru saja sampai, Tan," jawab Ren sopan.
"Kenapa harus minta jemput?" tanya Alfared tiba-tiba.
Naomi menoleh dengan tatapan paling sinis. "Aku males sama Kakak, rese!" protesnya. Membuat Alfared dan Hena tertawa. Ren pun ikut tertawa.
"Tapi, langsung pulang nanti." Alfared menyarankan.
"Siap, Om," jawab Ren tegas.
Tanpa berkata apa-apa, Naoki meninggalkan mereka. Dia berjalan menuju mobilnya. Setelah kepergian anak laki-laki itu, disusul Alfared masuk ke dalam mobil yang sudah berada di depan restoran, menaiki mobil yang akan dikemudikan oleh sekretaris pribadinya. Sedangkan Hena pergi dengan mobilnya sendiri karena dia harus kembali ke studio pemotretan.
"Ayo!" ajak Ren, membukakan pintu penumpang yang berada di depan untuk Naomi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinderella Metropolitan #projectsteenfiction #thewwg
Fiksi RemajaNaomi dan Naoki adalah saudara kembar. Kepribadian yang berbanding terbalik membuat hubungan keduanya kurang baik. Terlebih Naoki memiliki cinta masa lalu tragis yang menyebabkan dirinya lebih menutup diri. Naomi sebagai seorang primadona di sekolah...