POV Aldi

2.6K 117 17
                                    

Petang itu Wonosobo diguyur hujan cukup deras. Membuat kota ini lebih sepi dari biasanya. Kupacu mobil menuju rumah mertua dengan jalanan lancar bebas kemacetan. Memasuki pekarangan yang lumayan luas dengan beraneka tanaman bunga di pojok kanan, kuparkir mobil di garasi dan segera melangkah masuk.

Seperti biasa pintu dengan dua daun berwarna coklat kayu itu tak terkunci. Ruang tamu dengan sofa kulit warna coklat tua ataupun ruang keluarga dengan sofa merah menyala cukup sepi tak berpenghuni. Cuaca seperti ini memang sangat pas untuk istirahat di kamar bersama istri. 

Berkali terdengar petir menyambar-nyambar. Aku tersenyum teringat wajah istriku, pasti sekarang dia sedang menunggu di kamar. Sudah seminggu kurang lebih kami menginap di rumah mertua. Memang tak bisa sebebas ketika di rumah sendiri rasanya.

Langkah kakiku terhenti di depan kamar mertua. Kudengar obrolan mertuaku diselingi tangis penuh emosi Ibu mertua.

"Coba dulu Ayah nggak buru-buru menyetujui pernikahan mereka, pasti anak kita nggak akan seperti ini sekarang!" ucap Ibu mertua sambil tersedu-sedu.

"Anak kita yang biasa hidup bergelimang kasih sayang, sekarang harus menderita memiliki suami temperamental seperti Aldi!" lanjut Ibu mertua penuh emosi.

"Mencubit Dona saja kita nggak pernah, malah sekarang suaminya membuatnya lumpuh, Yah." Tangis ibu mertua terdengar semakin memilukan.

Aku terpaku mendengar tangisan pilu itu, rasa bersalah merobek-robek hati. Suami macam apa aku ini. Apalagi jika mertuaku tahu apa yang Dona rasakan selama hidup bersamaku, pasti mereka semakin sedih. Aku benar-benar suami bodoh, suami gagal.

Rasa yang begitu hebat berkecamuk di dada membuatku pelan-pelan melangkah kembali ke dalam mobil. Rasa bersalah ini kian menyiksa. Hatiku seperti diremas-remas tanpa ampun, dicengkeram kuat sampai tak bisa bernafas.

"Oh Tuhan, apa yang sudah aku lakukan?"

Aku tergugu pilu sambil memukul-mukul setir. Segala rasa yang menyakitkan kompak sekali menertawakan kebodohanku. Aku benar-benar seperti pria bodoh. Tak berguna!

Kulajukan kembali mobil berwarna putih itu keluar rumah. Aku bingung tak tahu hendak kemana. Aku berkeliling tak tentu arah. Hingga terlintas di benakku untuk kembali ke dunia malam yang sudah kutinggalkan sejak mengenal Dona.

Dentuman musik keras memekakan telinga karena aku sudah tak terbiasa mendengarnya. Perlahan mulai kunikmati kembali hingar bingar yang telah lama kutinggalkan ini. Liukan penari, minuman beralkohol, wanita-wanita seksi yang mulai merayu.

Aku hanya ingin minum sedikit saja agar sejenak beban yang mendera hilang. Kutenggak beberapa gelas minuman terkutuk itu. Tenggorokanku terasa terbakar setiap meneguknya. Namun aku ingin lagi, lagi, dan lagi.

Sorot lampu warna-warni di ruangan ini seolah ikut bergoyang melambai-lambai kepadaku. Sempoyongan aku turun untuk ikut bergoyang bersama pulahan orang lainnya. Kunikmati dentuman musik yang mulai akrab di telinga. Aku bergerak sesuka hati. Seolah melepas semua beban yang beberapa minggu ini membelenggu hati. Tak peduli kusenggol orang di kanan kiri. Yang penting aku happy.

Emosiku tersulut saat seorang pria bergoyang brutal hingga hampir membuatku jatuh. Kutarik kaos hitam tak berkerah itu. Pukulan kerasku sukses mendarat di pipinya. Pria itu tak terima dan balik memukulku. Aku semakin emosi dibuatnya. Kembali kupukul berkali-kali pria itu tanpa ampun. Hingga kami dilerai oleh beberapa orang.

"Aldi!"

Terdengar suara seorang wanita seperti kaget memanggilku. Aku menoleh kearahnya.

SUAMIMU CANDU UNTUKKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang