Seorang gadis berjilbab putih duduk termenung di aula sekolah. Wajahnya pucat, bibir mungil yang biasanya selalu tersenyum kini tak lagi menampilkan ekspresi ceria. Sorot matanya kosong, seolah pikirannya melayang jauh. Entah apa yang membuatnya begitu muram.
Reyhan yang kebetulan lewat melihat Maya duduk sendiri. Rasa penasaran menyergapnya. Ia mendekat dan menepuk pundaknya pelan. "Kenapa muka lo manyun gitu?" tanyanya.
Maya tersentak, matanya melebar sebelum akhirnya mengenali sosok di sampingnya. "Eh, Reyhan. Enggak kok, aku cuma lagi ngelamun aja," jawabnya, mencoba tersenyum.
"Ngelamunin apaan, May?" Reyhan menajamkan tatapan. Ada yang aneh dengan Maya hari ini.
Maya menunduk, jemarinya meremas ujung rok. "Mama aku sakit, Rey," suaranya lirih nyaris tak terdengar.
Reyhan mengerutkan kening. "Sakit? Kok bisa?" Ia menepuk mulutnya. "Maksud gue, sakit apa?"
Maya menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Sariawan, Rey."
Reyhan membeku sejenak, lalu mengerjapkan mata. "Allahu akbar, May. Gue kira sakit serius..." Keluhan Reyhan terputus saat Maya menunduk lebih dalam, suaranya terdengar lebih lirih.
"Tapi gara-gara aku..."
"Maksud lo?" Reyhan mengangkat satu alis, mulai tertarik dengan penjelasan Maya.
Maya menarik napas panjang. "Semalam aku bawa pisau buat motong mangga. Terus... aku kepeleset pas mama lewat. Pisau itu nggak sengaja kena bibirnya. Sekarang bibir mama sobek, udah dijahit, dan efeknya bikin sariawan gede. Aku ngerasa bersalah banget, Rey."
Mata Reyhan membelalak. "Astaga, May. Lo serius? Lo beneran nusuk bibir emak lo?"
Maya mengangguk pelan.
Reyhan mengusap wajahnya, seolah tak percaya. "Gue nggak bisa bayangin kalo emak gue yang kena... Mungkin udah kaya benteng mau lahiran, teriak sekampung."
"Terus, mama lo marah nggak?" Reyhan kembali bertanya.
Maya menggeleng. "Nggak. Dia malah bilang, ‘Nggak apa-apa, namanya juga musibah.’ Tapi tetap aja, aku ngerasa bersalah."
Reyhan mengangguk pelan. "Kalau dipikir-pikir, ini aneh sih. Kalo kejadian ini menimpa emak gue, mungkin gue udah diusir dari rumah."
***
Bel istirahat berbunyi. Murid-murid berhamburan keluar kelas. Ada yang menuju kantin, ada yang bermain bola di lapangan, ada yang membaca di perpustakaan. Seperti biasa, Reyhan dan sahabatnya, Lasmi, menuju kantin favorit mereka.
"Mau pesan apa, zeyeng?" Reyhan menggoda Lasmi yang sibuk dengan ponselnya.
"Bakso sama es jeruk," jawab Lasmi tanpa mengalihkan pandangan dari layar.
"Oke, gue pesenin. Jangan ngambek kalo lama, ya. Antriannya rame."
"Iya, iya, zeyeng," Lasmi menirukan gaya bicara Reyhan, membuatnya tertawa kecil.
Saat Reyhan pergi, seorang cowok menghampiri Lasmi. "Las."
Lasmi reflek memasukkan ponselnya ke saku tanpa melihat siapa yang berbicara. "Udah sampe, Jang?" ucapnya, mengira itu Reyhan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pasangan Bobrok Tanpa Status
Jugendliteratur"Reyhan, Lasmi, dan Cinta yang Nggak Kelar-Kelar!" Reyhan dan Lasmi itu sahabatan sejak lama. Hubungan mereka penuh dengan debat receh, saling ejek, dan momen absurd yang bikin orang-orang heran, "Ini dua orang sebenernya temenan apa musuhan, sih?"...