196

366 11 0
                                    

Api di Bukit Menoreh

Buku 196 (Seri II Jilid 96)

 admin

10 tahun yang lalu

Iklan

">

Panembahan Senapati masih juga mengangguk-angguk. Tetapi ternyata ia tidak menjawab kesan Swandaru itu. Bahkan ia pun kemudian berkata sehingga semua yang mendengarnya terkejut karenanya,, “Baiklah. Jika Adimas Adipati hanya mau menerima aku saja, maka biarlah aku menemuinya.”

“Panembahan,” hampir di luar sadarnya Ki Lurah memotong, “jika Panembahan ingin berbicara, sebaiknya Panembahan memanggil Adipati Pajang. Panembahan memiliki kedudukan lebih tinggi. Sebagai kadang, Panembahan lebih tua dari Adipati Pajang, meskipun sekedar kakak ipar.”

Panembahan Senapati menarik nafas dalam-dalam. Ia mengerti jalan pikiran Ki Lurah Branjangan yang ingin menjaga kewibawaannya. Namun mengingat peristiwa yang akan terjadi esok pagi, maka Panembahan Senapati itu berkata,, “Ki Lurah. Mungkin aku harus berpegang kepada harga diri. Tetapi apa arti harga diriku dibandingkan dengan nyawa yang tidak terhitung jumlahnya, yang mungkin akan dapat diselamatkan?”

“Tanggung jawab tidak terletak di bahu Panembahan Senapati, tetapi di bahu Kanjeng Adipati Pajang,” jawab Ki Lurah. “Jika benar besok jumlah kematian itu tidak terkekang, maka Kanjeng Adipati akan dikutuk sampai tujuh keturunan. Ia tidak mau menyerahkan hanya satu orang, sementara itu kematian tidak terhitung.”

“Tidak hanya seorang Ki Lurah. Tetapi pusaka-pusaka itu pun harus diperhitungkan. Sementara itu, selain pemimpin yang bertanggung jawab, tetapi bukankah setiap orang wajib berusaha untuk mencegah, atau setidak tidaknya membatasi, kematian, bertanggung jawab atau tidak bertanggung jawab atas kematian itu, apabila memungkinkan?” berkata Panembahan Senapati.

Ki Lurah Branjangan menarik nafas dalam-dalam. Jika hal itu yang dikehendaki, maka apa boleh buat.

Ternyata Panembahan Senapati kemudian berkata,, “Aku ingin pergi menemui Adimas Adipati. Aku ingin pergi bersama Agung Sedayu.”

Hampir semua orang berpaling kepada Agung Sedayu. Mereka menghubungkan perintah itu dengan sikap Agung Sedayu sendiri, sehingga beberapa orang menganggap bahwa Panembahan Senapati bukannya tidak tahu, pembicaraan apakah yang telah berkembang di ruang itu sebelumnya.

Demikianlah, maka Panembahan Senapati, tanpa dikawal oleh seorang pengawal pun kecuali Agung Sedayu, telah berusaha untuk menemui Adipati Pajang. Ketika Panembahan Senapati itu memasuki daerah pertahanan orang-orang Pajang dan Demak, maka mereka pun menjadi heran. Yang ada di hadapan mereka benar-benar Panembahan Senapati dari Mataram.

Ketika hal itu kemudian disampaikan kepada Adipati Pajang, maka Kanjeng Adipati memang menjadi gugup. Namun hanya sejenak. Karena ia pun dengan cepat telah menguasai dirinya.

Api di Bukit menoreh Seri PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang