Api di Bukit Menoreh
Buku 170 (Seri II Jilid 70)
admin
10 tahun yang lalu
Iklan
">
Tetapi Ki Juru menyadari sepenuhnya, bahwa jika ia dapat mengatasi perasaannya, maka bau itu sendiri tidak akan mampu berbuat apa-apa atas dirinya.
Demikianlah, maka pertempuran antara kedua orang berilmu tinggi itu semakin lama menjadi semakin dahsyat. Dalam keadaan yang paling sulit sekalipun, Ki Juru kadang-kadang masih juga berhasil menyusup melalui lapisan-lapisan pertahanan lawannya. Namun lawannyapun memiliki kecepatan bergerak yang mengagumkan. Serangan tangan Ki Juru yang panasnya melampaui api, selalu dapat dielakkannya.
Namun yang terjadi kemudian sangat mendebarkan hati Raden Sutawijaya dan Pangeran Benawa. Ternyata lawan Ki Juru itu semakin lama menjadi semakin berhasil menguasai medan. Serangan-serangannya menjadi semakin cepat dan sangat berbahaya. Serangan pada indra penciumannya itupun menjadi semakin tajam menusuk hidung Ki Juru Martani.
Sebagaimana yang terjadi dengan Agung Sedayu, maka bau yang sangat tajam itu lambat laun telah membuat Ki Juru menjadi pening. Usahanya untuk menutup indra penciumannya, ternyata masih saja mampu tertembus. Bahkan pertahanannya terhadap bau yang sangat tajam itu terasa semakin lama menjadi semakin lemah.
Keletihan dan pening yang mencengkam, membuat perlawanan Ki Juru menjadi semakin lemah. Justru karena itu, maka iapun menjadi semakin terdesak oleh sambaran-sambaran serangan lawannya yang harus dihindarinya. Dengan demikian maka ujud rangkap Ki Juru itupun menjadi semakin sering nampak untuk memberinya kesempatan mempersiapkan diri selama lawannya masih harus memilih sasaran, atau kedua-duanya.
Pada saat-saat yang demikian, Raden Sutawijaya dan Pangeran Benawa menjadi semakin gelisah. Mereka tidak dapat langsung terjun ke arena, membantu Ki Juru Martani. Sifat kesatria dan kejantanan mereka telah mencegahnya, meskipun mereka menyadari, bahwa mereka tidak sedang menyelenggarakan perang tanding. Tetapi yang terjadi itu adalah pertempuran dalam satu medan yang besar.
Sementara Raden Sutawijaya dan Pangeran Benawa menjadi berdebar-debar, ternyata pasukan Mataram semakin mendesak lawannya. Orang-orang Pajang menjadi kehilangan kesempatan untuk memberikan serangan-serangan yang berarti. Dalam kesulitan itu, mereka hanya mampu bertahan.
Tetapi bertahan itupun sudah cukup memberikan harapan bagi Kakang Panji yang berkata di dalam hati, “ Asal aku dapat mengalahkan lawanku lebih cepat lagi.”
Bau yang tajam itu masih menebar di medan. Tetapi yang tidak langsung menjadi sasaran yang dapat dijangkau oleh penglihatan mata Kakang Panji, tidak mengalami kesulitan seperti sasarannya. Mereka memang mencium bau yang sangat wangi, tetapi bau itu tidak langsung menusuk ke pusat kesadaran mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Api di Bukit menoreh Seri Pertama
AventuraCerita bersambung yg sangat melegenda pada masa orde baru dahulu. Cerita ini mau kubaca tapi dalam bentuk whatpad.