Flashback

11 1 0
                                    

Sudah lama Aluna memendam kegelisahan ini. Ada tanda tanya besar yang selalu mengganggu pikirannya. Berada di antara angan-angan pembenaran. Hati dan pikirannya sudah tak lagi seirama.

Kenapa?

Satu kata tanya yang seharusnya dijawab dengan sangat panjang. Satu pertanyaan yang sangat ingin Aluna lontarkan ke seseorang, tapi diapun tak tahu di mana orang itu sekarang bersembunyi. Apa ia masih ada di muka bumi ini, ataukah sudah berlari ke planet lain. Atau lebih parahnya, apa dia benar-benar ada?

Lantas, ada apa sebenarnya dengan Jakarta? Apa yang membuat Aluna harus menginjakkan kaki di kota itu?

***

Aluna berjalan di koridor kampus.

Tap tap tap.

Langkah kaki kecilnya memecah suasana sepi di sana. Mengenakan sepatu boot berwarna coklat dengan pita berwarna cream di salah satu sisinya. Sepatu yang baru saja ia beli di salah satu situs online favoritnya.

Kampus sudah mulai sepi, karena sudah menuju petang. Cahaya jingga mentari memantul di kaca-kaca jendela. Sesekali menyilaukan mata saat melihatnya.

Hari itu angin musim gugur mulai berhembus. Menyapa seluruh penduduk Eropa.

Sebentar, Aluna tertegun sangat ingin menuruni anak tangga. Dia begitu takjub melihat pemandangan di belakang kampus.

Pohon hijau besar itu sudah mulai menguning. Perlahan dedaunannya jatuh menyentuh tanah. Cantik sekali. Sesekali rantingnya menjatuhkan biji-biji kenari coklat, kering.

Ah, pohon itu. Begitu saja kerjanya setiap waktu. Sekarang menguning, berguguran, terus seolah mati saat tertutup salju. Lalu tumbuh lagi dengan warna hijaunya nan cerah.

Apa permasalahan hidupnya? Tak ada. Di sisi kiri dan kan pohon itu, terdapat pohon-pohon kecil yang belum begitu rimbun. Entah jenis pohon apa Aluna juga tidak tahu. Dahannya cantik terurai ke bawah. Menari ke arah kiri mengikuti arah angin. Lembut sekali, indah bagai gerakan penari di pentas seni.

Ketika Aluna mengarahkan pandangannya ke bagian atas, tampak olehnya si pohon besar itu seperti tertampar angin. Daunnya lebih banyak berguguran dan menghasilkan suara lebih kencang.

Semakin tinggi pohon, semakin kencang angin bertiup. Aluna teringat akan nasihat ibunya tiga tahun yang lalu. Saat itu masalah cukup besar menghadangnya. Dia ingin berlari, tapi tidak tahu ke mana harus pergi. Seorang diri tanpa sanak famili.

Krak... Krak... Krak...

Suara gagak mengagetkannya. Sudah tidak ada siapa-siapa di sana. Aluna langsung berlari menuju halte.

Cafeteria juga sudah tutup. Hanya perpustakaan yang masih berpenghuni. Memang perpustakaan di kampusnya buka hingga pukul 11 malam. Emang masih ada yang belajar sampai tengah malam? Aluna juga heran.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 02, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AMATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang