Paulus POV
Prolog itu—tepatnya 2 tahun yang lalu saat saya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas di SMA B Semarang. Saya selalu tertawa mengingat kejadian SMA saya.
Saya mengingat kejadian mendaki gunung kala itu, saat ingin pulang ke rumah. Motor pemberian ayah saya terjatuh di jalan yang membuat lampu motor saya rusak. Sampai-sampai saya harus memasukkan lampu motor yang sudah rusak itu ke dalam kantong plastik agar tak ketahuan dengan orang tua saya. Tapi, ibu mencurigai kantong plastik yang saya bawa saat pulang ke rumah dan mengeceknya. Ibu marah kepada saya saat melihat lampu motor tersebut.
Saya juga masih ingat sama kejadian tahun lalu. Saya mengikuti tawuran pelajar, dan parahnya saya membawa benda tajam.
Haha maafkan saya, Ayah dan Ibu. Maafkan Paul yang bandel ini dan suka mencari masalah sama Ayah Ibu.
Hari ini—hari pertama saya masuk ke Akademik Militer. Masuk ke Akademik Militer ini merupakan suatu perjuangan yang sangat berat untuk saya.
Masuk ke Akademik Militer merupakan cita-cita saya karena saya ingin membalas jasa negara yang diberikan kepada keluarga saya. Saya ingin mengabdikan diri saya kepada negara sebagai seorang Tentara.
Tetapi, ayah dan ibu saya melarang cita-cita saya. Mungkin karena saya anak laki-laki satu-satunya di keluarga saya jadi mereka tidak mau jauh-jauh dari saya, haha.
Ayah saya menyarankan saya untuk mengikuti jejaknya sebagai seorang dokter dan mengambil FK di Universitas Indonesia. Kalau Ibu menginginkan saya untuk mendaftar di FT ITB.
Ya supaya tak kena omel Ibu, saya pun mendaftar. Tapi maaf bu, saya mengisi sembarangan soal tes tersebut karena saya tak belajar dan tak berminat masuk ke situ, hehe.
Puji Tuhan saya tak lolos di FT ITB. Akhirnya keputusan finalnya, saya mendaftar ke ATEKAD dengan jurusan yang ibu mau—Teknik (Dengan bantuan pak Nas yang merupakan kerabat jauh Ibu)
Dan disini, awal karier saya akan dimulai sebagai seorang pengabdi bangsa dan negara. Kenalkan saya, Paulus Tamrin ; sang pengabdi tulus kepada NKRI.
**
"Paul, hati-hati ya kamu disana." Ujar ibu dengan nada lemas kepada saya. Saya tahu ibu khawatir dengan saya, saya mendekati ibu dan memegang bahunya.
"Ibu jangan khawatir sama aku, aku bakal baik-baik saja disana." Ucapku sambil menyunggingkan senyum tipis di ujung kalimat.
"Sampeyan putra ontang-anting, kepiye aku ora kuwatir?" Ibu menatap saya dengan tatapan tajam lalu mengalihkan mukanya dari hadapan saya.
"Ojo kuwatir, Bu. Aku bakal sehat wae ing kana." Ujarku sambil memegang tangan lembut ibuku.
"Jangan bandel di sana! Ingat sama ibu disini." Ucap ibu kembali.
"Iya bu."
Paulus POV ended

KAMU SEDANG MEMBACA
Kapten!
Ficción históricaVERY SLOW UPDATE! [ Note ; Kisah Pahlawan Revolusi yang diremake sedemikian rupa dalam gaya bahasa novel ] Dia tidak mati. Raganya saja yang terkubur di tanah, jiwanya masih menggebu-gebu sampai saat ini. ©2020 by immaclik