20 Juli 1958
Hari keberangkatan keenam pria muda tersebut ke kota Bandung. Mereka ke Bandung semata-mata bukan untuk bersenang-senang, tetapi mencari sekolah tinggi untuk mereka tempati nantinya.
Paul—diantara mereka pergi ke sana menggunakan kereta api. Sesampainya di Bandung, mereka langsung pergi ke jalan Dederuk No 32.
"Mana nih yang katanya mau masuk ATEKAD?" Tanya sang pemilik rumah ke hadapan mereka berenam. Yang merasa tersenyum lalu mengangkat bicara.
"Saya pak," sang pemilik rumah menoleh ke arah pria blasteran tersebut.
"Oalah kamu? Mau masuk Atekad? Yakin nih?" Ia membalasnya sambil tersenyum.
"Saya yakin pak. . ." Jawabnya simpel sambil menatap ke arah pemilik rumah.
"Mas, mana kamar untuk kami? Kami lelah, ingin istirahat. . ." Ujar adiknya yang berada di antara mereka berenam.
"Kamu tuh loh, baru sampai juga langsung tidur. . . Sana beres-beres dulu, bersihkan badanmu!"
Paulus dan keempat kawannya mengetawakan adik sang pemilik rumah—Wahyudi. Paulus duduk di sofa sambil menikmati teh yang disajikan oleh sang tuan rumah.
"Kowe mlebu ngendi?" Tanya Soetjihno—sang pemilik rumah sambil menghadap Paulus. Paulus menoleh lalu menaruh cangkir teh tersebut.
"Pengin ke Zeni AD, pak. . ." Soetjihno yang berpangkat perwira menengah terkejut lalu menatap Paulus yang duduk di sebelah kirinya.
"Wah bagus tuh dek. . . Aku ndhukung sampeyan ing kana!" Ujarnya sambil memberikan jempol kepada Paulus.
"Paul, adus! " Ujar temannya sambil sedikit berteriak hadir di pintu ruang depan tanpa memakai baju. Paulus mengangguk lalu pamit undur diri.
"Pak, Aku pamit. . . tak adus dhisik. . ." Soetjihno mengangguk dan membiarkan Paulus pamit undur diri untuk mandi bersama kawan-kawannya.
**
Malam telah datang, dingin menerpa tubuh mereka. Beberapa nyamuk hinggap di badan mereka, ada yang sadar hingga memukulnya dan ada pula yang tak sadar jika nyamuk tersebut hinggap di badan mereka.
"Besok kita akan kemana?" Tanya Bambang—salah satu dari mereka berenam. Mereka berenam sedang tidur berhimpit-himpitan. Walaupun harus berhimpit-himpitan, mereka merasakan keceriaan yang hadir di antara mereka.
"Besok kita akan mencari sekolah, setelah itu kita akan berjalan-jalan di daerah Lembang. Sambil mencari informasi," ujar Wahyudi sebagai adik sang pemilik rumah.
"Wah aku tak sabar besok!" Ujar Sumarsono dengan gembira sambil tersenyum. Sukardi yang melihatnya melempar Sumarsono dengan kertas yang diremas.
"Heh Kardi? Kamu ada masalah apa dengan saya?" Ujarnya dengan nada tegas kepada Sukardi.
"Tak ada, aku ingin memanfaatkan kertas bekas ini saja. . ." Sumarsono yang merasa ditentang pun menatap sinis ke arah Sukardi lalu melemparkannya dengan baju yang berada diatas perutnya kepada Sukardi.
Terjadi peperangan kecil antara Sumarsono dan Sukardi. Semua tertawa melihat mereka. Mereka menghabiskan malam ini penuh keceriaan sambil menunggu esok hari yang penuh kejutan.
**
Maaf untuk very slow update.
Cerita ini sebenarnya kalian bisa baca di buku biografi pak Pierre di buku "Sang Patriot, kisah seorang pahlawan revolusi: biografi resmi Pierre Tendean"
Tapi sebenarnya disini aku menggabung semua artikel yang pernah aku baca. Seperti buku Supersemar, Kunang-kunang kebenaran dan lain-lain. Serta beberapa cerita yang aku dapatkan di google, Twitter, maupun Instagram.
Maaf jika ada salah kata🙏
Bantu support cerita ini ya, terimakasih.
![](https://img.wattpad.com/cover/242429972-288-k86680.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kapten!
Fiksi SejarahVERY SLOW UPDATE! [ Note ; Kisah Pahlawan Revolusi yang diremake sedemikian rupa dalam gaya bahasa novel ] Dia tidak mati. Raganya saja yang terkubur di tanah, jiwanya masih menggebu-gebu sampai saat ini. ©2020 by immaclik