🐣One🐣

11.2K 395 51
                                    

❗️BUKU INI SUDAH TERBIT DAN INI VERSI REVISI TERBARUNYA❗️

___________________

"Berarti ini tugas kita tinggal di print doang ya, Bal?” tanya lelaki berwajah bule itu pada Iqbal Kalinga Aditama. Anak bungsu keluarga Aditama yang berperawakan langsing, tinggi, putih dan tampan bak perwujudan dewa mitologi Yunani. Sayangnya ketampanannya tersebut acap kali kalah dengan sifatnya yang selalu keras kepala, ketus, jutek, dingin, galak dan menyebalkan. Selain itu, Iqbal juga sangat benci terhadap anak kecil. Menurutnya, anak kecil adalah makhluk yang paling suka mencari perhatian dan juga sangat merepotkan.Jika di beri pilihan Iqbal lebih memilih untuk hidup bersama dengan para zombi di bandingkan hidup bersama dengan seorang bayi atau anak-anak.

“Hn. Nanti kalau lo butuh teman diskusi, lo langsung chat gue aja ya," jawab Iqbal sembari menggendong  tasnya ke punggung.

“Emang paling mantap kalau satu kelompok sama orang yang berotak,” ujar Sagara Aldebara.

“Mantap sih mantap, tapi bantuin juga kali, emangnya yang butuh nilai cuma gue sama Egi doang apa?”protes Iqbal.

“Iya, kan gue gak paham, Bal.” Lelaki itu beralasan.

“Emangnya hal apaan sih yang lo pahami di dunia ini selain makan sama berak, Sa?” tanya Egi Regiana di ikuti oleh kekehannya.

“Gue paham gimana caranya minum sama tidur,” jawab Sagara dengan bangga.

Iqbal menggeleng-gelengkan kepalanya, tak habis pikir. Ia merasa sedikit menyesal karena telah bersedia untuk menjadi sahabat lelaki itu.

“Eh, gue nebeng pulang ya, Bal? Gak apa-apa deh sampai rumah lo juga, entar gue sekalian nginep aja di sana," kekeh Sagara yang kemudian tersenyum lebar hingga menunjukkan deretan gigi putihnya pada Iqbal.

“Gak bisa, gue bareng Kania,” sahut lelaki itu.

“Dih, siapa juga emangnya yang mau pulang bareng sama lo? Ogah banget,” tukas Kania. Gadis keturunan Sunda-Betawi dengan nama lengkap Kania Hariza Bramasta itu menatap sinis ke arah Iqbal yang telah ia cap sebagai musuh abadinya. Di mana ada Kania dan Iqbal maka di situ akan ada pertengakaran. Keduanya tidak pernah bisa hidup rukun. Kania yang tidak suka jika ucapannya di bantah itu paling benci ketika Iqbal mulai angkat bicara. Lelaki itu seolah sengaja ingin mengajak Kania untuk berdebat.

“Heh! Sekarang itu udah malam, bahaya kalau anak cewek pulang sendirian," tutur Iqbal.

"Halah, bilang aja kalau lo itu mau modus,iya kan? But sorry, gue bisa pulang sendiri," tolak Kania sekali lagi.

“Sekali-kali jangan egois bisa enggak, sih? Entar kalau lo sampai kenapa-kenapa gue juga yang repot. Lagian tadi gue udah terlanjur bilang sama bunda lo kalau gue yang bakal antar lo pulang.”

"Siapa suruh lo bilang kayak gitu sama nyokap gue? Sok kenal banget deh jadi orang,"

“Apa susahnya sih Kania, lo pulang bareng sama gue? Dulu aja pas SD kita sering pulang bareng kan?"

“Iya, itu kan dulu. Sekarang udah beda."

“Beda apanya?—”

“Heh, Bocah! Kalian kok malah jadi pada
berantem gini, sih? Udah, Kania, daripada entar lo kenapa-kenapa, lo lebih
baik nurut aja sama Iqbal. Gue yang bakal naik ojek."

“Tapi gu—”

“Udah, buruan naik,” potong Sagara sembari memaksa Kania untuk segera naik ke atas motor Iqbal.

[1] Gara Gara Bayi | TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang