Chapter 7

222 29 0
                                    


Akhir-akhir ini ibukota seringkali hujan, tetapi itu berarti kabar bagus bagi Arthur. Sejak kecil, Arthur selalu terpesona dengan hujan. Lelah berpikir, penat di badan, membasuh kepala dan seluruh badannya dengan hujan adalah permainan yang menyenangkan. Arthur kecil tidak minta mainan yang banyak, ia hanya meminta hujan. Lalu terduduk bersama sebuah buku atau robot-robotan kesayangan, di beranda rumah, kemudian ibunya dengan tenang seperti dewi kerajaan membawakannya secangkir cokelat panas. Selain itu, maka Arthur sudah pasti meninggalkan beranda rumahnya dan menghamburkan diri bersama hujan.

Pintu minimarket berdentang setiap kali ada pengunjung masuk. Hujan yang tentu saja membuat para pejalan kaki memutuskan mengistirahatkan diri sejenak sambil memakan ramen instan, memesan kopi, hingga hujan reda dan bisa langsung kembali pulang ke rumah. Arthur bukan pejalan kaki, jika mau ia bisa menerobos hujan dengan mobil putihnya. Namun demi tenggorokan yang kering dan perut lapar, Arthur mengalah untuk membeli kimbab mini dan sebotol kopi.

Laki-laki itu berniat mencari tempat duduk, tatkala atensinya menangkap sesosok manusia (ia tidak bisa menebak laki-laki atau perempuan) yang seluruh tubuh atasnya tertutupi oleh hoodie berwarna abu-abu, cenderung lebih gelap karena kebasahan. Di kanan dan kiri orang itu tidak ada siapa pun, di depannya tersaji ramen instan yang masih mengepulkan asap, namun sepertinya orang itu begitu menyia-nyiakan makan malamnya dengan terus memandang ke arah jalan yang tertutup oleh hujan.

Tanpa peduli─meski diam-diam mencuri kesempatan untuk melirik juga, Arthur segera menempatkan dirinya dan menikmati kimbabnya. Dari sudut pandang ini, masih juga tidak terlihat siapa di balik hoodie tersebut kecuali hidung mancungnya, paling tidak dengan struktur hidung tersebut Arthur bisa menebak bahwa dia adalah seorang wanita. Perawakan wanita itu kecil, apalagi bila dibandingkan dengan dirinya, mungkin akan terlihat seperti anak sekolah. Oh, mungkin dia baru saja dalam percobaan kabur dari rumah karena tidak tahan dengan tempat bimbingan belajarnya, dan kemudian sekarang menyesal. Seandainya Arthur bisa mendengar umpatannya mungkin akan seperti ini, "Sial, seharusnya aku kabur besok saat tidak hujan." Kalau benar begitu maka Arthur seharusnya menyebutnya dengan gadis yang nekad.

Ponsel berdering, Arthur mengangkatnya saat ia kembali melirik gadis itu mulai mengambil sumpit. Suara ibunya yang lembut terdengar dari ujung sana, membuat Arthur mau tak mau tersenyum. Selama percakapan di telepon, Arthur masih sempat menyadari gadis itu telah pergi. Apa yang membuat Arthur memutuskan panggilannya ketika gadis itu menerobos hujan yang masih lebat. Benar-benar gadis yang nekad. Barangkali jika memang dia benar-benar siswi sekolah, Arthur harus bisa memastikan dia akan kembali ke rumah. Malam-malam begini, seharusnya sudah tidak boleh ada anak sekolah berkeliaran. Tetapi bagaimana ternyata dia bukanlah seorang remaja, melainkan penculik, atau orang jahat? Kalau begitu, Arthur juga perlu memastikan.

Mobil itu berkendara pelan, suara mesinnya jelas kalah beradu dengan hujan. Samar-samar bayangan gadis di minimarket tadi masih terlihat dari pandangannya. Tubuhnya yang kecil dan terlihat rapuh itulah yang menggelitik perasaan tidak tega Arthur. Membayangkan hujan dan malam akan melenyapkan gadis asing tersebut dengan dirinya sebagai saksi tidak kasat mata.

Arthur mengekori gadis itu dengan mobilnya. Ia bermaksud mempercepat laju mobilnya dan menawari gadis itu tumpangan, namun tiba-tiba sosok itu terjerembab jatuh. Refleks sekali Arthur keluar dan membopong gadis itu masuk ke mobil. Peduli apa dengan baju yang sudah basah kuyup. Gadis itu pingsan. Arthur baru bisa melihat wajah pucat dan mata yang terpejam itu. Napas gadis itu pelan dan sesekali bibirnya berguman kecil, sedang Arthur sendiri masih sibuk mengatur napas.

Sekarang bagaimana? Gadis asing ini harus ia apakan? Ke rumah sakit? Letaknya lebih jauh dari apartemennya. Apartemen? Keputusan sulit. Arthur tidak pernah membawa siapa pun ke dalam apartemen, apalagi perempuan. Dave saja harus meminta izinnya dulu jika ingin berkunjung. Gadis asing ini seharusnya tidak bisa semudah itu mengambil kesempatan. Ke rumah ibunya? Tidak.

Dua menit. Tidak ada pilihan lain. Gadis itu demam saat Arthur menyentuh keningnya. Mobil mulai berjalan, membelah jalanan dan hilang bersama hujan.


*****


Laki-laki itu masih terduduk di tepi ranjang dengan kaus hitam yang kebesaran. Rambutnya basah karena sehabis mandi. Sesekali menengok pada perempuan yang tergolek lemah di atas ranjang kamar tamu di apartemennya. Baru kali ini, untuk pertama kalinya, Arthur mungkin agaknya sedikit bersyukur ia tidak membawa perempuan ini ke rumah sakit. Akan lebih berisiko─mungkin, dalam benaknya sebagai orang awam─ketika mereka tahu identitas perempuan itu.

Kim Yerim. Seorang anggota grup idola yang terkenal.

Wajah itu baru bisa ditelitinya dan terlihat jelas di kamar ini. Sekalipun Arthur tidak peduli pada popularitas atau pun dunia industri hiburan, ia masih cukup bisa merasa familiar dengan wajah itu. Ketika ia mencari di internet, maka seluruh identitas yang dicarinya akan tersedia. Foto-foto tidak perlu bersusah payah mencari seperti buronan penjahat. Seluruh informasi sudah cukup menjadi bukti siapa Kim Yerim ini, termasuk cerita itu. Itu pulalah yang membuat Arthur masih juga berada di samping Yerim. Apa yang harus dilakukannya sekarang?

Ketika Arthur hendak beranjak, gumaman itu terdengar lagi, sedari tadi Yerim menggumamkan nama keluarganya. Laki-laki itu kembali mengompres kening Yerim. Perempuan itu demam dan pucat. Masih belum juga membuka mata. Tidurnya terasa tidak nyaman. Arthur menghela napas berat. Memutuskan menelepon Dave. Hanya dia yang ada di pikirannya untuk membantu menyelesaikan masalah ini.

"Apa kau punya koneksi?" tanyanya seraya membuka sedikit tirai kamar, wajah gedung-gedung langsung terlihat dengan sorot-sorot lampu bercahaya. Gerimis. Jalan-jalan telah sepi. Sejenak tadi ketika melirik jam di tangan telah menunjukkan pukul dua pagi.

"Aku tidak bisa mengatakannya sekarang, yang jelas aku butuh bantuan." Lalu ia menyebutkan sebuah nama agensi.

Arthur menutup panggilan, kembali duduk di ranjang, mengamati wajah Yerim sejenak, ragu-ragu merapikan surai rambut yang mengganggu keningnya yang sedang dikompres. Kemudian berjalan pelan keluar dari kamar.


*****

EPOCH [Kim Yerim]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang