Chapter 20

202 31 3
                                    


Diharapkan suasana hati saat membaca part ini dalam keadaan baik, karena mungkin sensitif bagi sebagian.

#####


Tidak pernah terpikirkan olehnya bahwa ia akan benar-benar menjadi seorang idola, apalagi idola terkenal seperti sekarang ini. Lampu sorot dan mata-mata yang mengintainya seperti burung hantu. Kadang-kadang itu menakutkan. Ia tidak bisa tidur nyenyak setiap malam sehabis menerima surat bersampul hitam yang di dalamnya tertulis ungkapan kebencian. Surat hitam itu satu dua bertumpuk dari surat merah muda dan ungu yang dikirimkan oleh penggemar, entah bagaimana caranya bisa lolos bagai jarum dalam jerami yang membuatnya tidak terdeteksi.

Yerim menghela napas panjang. Seandainya dulu ia menuruti keinginan ayahnya untuk fokus sekolah dan berusaha untuk masuk universitas ternama, ia tidak akan berakhir seperti ini. Meskipun tidak akan ada yang menjamin karena Yerim percaya takdir, maka sekarang Yerim juga harus percaya akan itu.

Semua ini adalah takdir.

Gadis itu berharap sang ayah yang kini hanya tinggal foto─berjejeran dengan foto ibunya dan Yejin─sungguh sudah bahagia di atas sana. Bukankah langit itu pasti punya rencana? Walaupun Yerim sendiri akui jarang pergi ke tempat ibadah, tetapi ia menyimpan segala kebajikan di hatinya. Berlama-lama larut dalam kesedihan hanya akan membuat dadanya semakin tertekan dan berujung kesia-siaan. Oleh sebab itu, hari ini Yerim bertekad untuk menerima takdir itu. Di tangannya sudah ada beberapa buket bunga, buah tangan yang akan ia berikan untuk orang tercintanya. Baju hitam, rambut hitam, sepatu hitam menjadi simbol bahwa ini bukan pertemuan yang membahagiakan.

Aku tidak akan menangis.

Yerim sudah memantapkan dirinya untuk tidak lagi bersedih berlebihan. Ia memejamkan mata, mengirim doa. Keluarganya tersenyum dari balik kaca melihat Yerim berdoa. Menerima buket bunga yang diberikan Yerim─tidak ada daya dan kuasa untuk menolak. Mereka tahu bahwa Yerim tengah menahan diri mati-matian untuk tidak memecahkan kaca yang menghalangi mereka semua, membawa abu dan menyimpannya secara protektif dan tidak masuk akal. Tangan yang terkepal itu sedang berjuang untuk tetap tenang, mengirimkan senyuman yang terlihat sedih.

Aku mencintai kalian. Selamanya.

Kakinya mundur pelan-pelan, lalu membawanya masuk ke dalam mobil. Wendy dengan baju yang sama (ia tidak ikut masuk) menatap Yerim dengan prihatin. Tidak ada apa pun yang keluar dari mulut mereka berdua bahkan sampai Wendy mengendarai mobil hingga ke tepi danau. Daun-daun musim gugur turun dengan anggun pada kaca-kaca mobil.

"Jika kau ingin menangis maka menangislah. Aku akan ke minimarket untuk membeli minuman." Wendy pergi dan pintu tertutup, tinggal Yerim seorang diri.

Dua menit berlalu bagai bola api yang mengejarnya. Peluh membasahi anak-anak rambut dan terasa gerah sekalipun pendingin dalam mobil harusnya membuat dirinya beku. Yerim menumpukan sikunya pada kaca mobil, membawa beban kepala yang terasa pening seakan hendak pecah.

Aku sudah melakukan yang terbaik, bukan?

Benar, kau melakukan yang terbaik, Yerim-ah.

Yejin berencana akan melanjutkan sekolah ke Jepang.

Kau harus berhati-hati, Yerim. Jangan mudah percaya pada siapa pun. Kau harus bisa menjaga dirimu.

Aku bangga padamu.

Bukankah tas ini bagus, aku merajutnya setiap pagi sambil melihatmu tampil di tv.

Kau itu keras kepala seperti ayahmu.

Kak, kau harus janji untuk menonton film perdana Im Siwan bersama. Tidak mau tahu. Salah siapa tidak bisa datang, hehe.

EPOCH [Kim Yerim]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang