Chapter 19

145 29 1
                                    


Semangkuk sup kacang yang masih mengepulkan asap diletakkan di depan Yerim, menu terakhir hasil buatan nenek Yerim untuk makan malam mereka berdua. Neneknya tersenyum lembut sambil duduk di hadapan sang cucu. Dibandingkan makan malam di ruang makan, nenek malah menyiapkan meja kecil di belakang rumah, memasak sendiri beragam menu, menyuguhkan kesan rumah sebagai tempat pulang yang sesungguhnya. Yerim jadi seperti merasa pulang, kendati ini adalah rumah neneknya, bukan rumah yang ia tinggali bersama keluarganya dulu. Kini rumah itu masih kosong dan mungkin berdebu, Yerim baru sekali ke sana setelah kejadian itu.

"Makanan jadi dingin jika kau terus melamun seperti itu." Nenek mengingatkan. Yerim tersenyum simpul lalu mengambil sesendok sup tahu, merasakan cita rasa racikan masakan sang nenek yang persis seperti ibunya. "Habiskan semuanya supaya aku senang. Besok kau akan sibuk berada di tv lagi, jadi tidak boleh terlihat terlalu kurus. Nenek tidak begitu suka perempuan yang terlalu kurus."

Yerim mengangguk saja, sementara neneknya masih saja terus berbicara, mengingatkan ini itu─tidak boleh begini, harus begitu, jaga kesehatan, jaga diri─rasa-rasanya seperti Yerim hendak pergi ke medan perang. Gadis itu bahkan lebih cepat menghabiskan makanan dibanding sang nenek yang sibuk menceramahinya. Siapa yang tidak akan cerewet pada cucu yang habis ditimpa kemalangan ini? Maka dari itu Yerim hanya diam mengiakan.

"Song Joon bilang dia terus menghubungimu tetapi tidak pernah diangkat. Kalau saja kau bukan artis, mungkin dia akan nekad masuk ke kamarmu di asrama. Kau tahu, kan, betapa lengketnya dia kepadamu? Aigoo, kalian berdua." ujar nenek setengah kesal. Beberapa kali sepupu Yerim itu mengadu padanya soal Yerim yang tidak mau bertemu siapa pun.

"Aku sudah bertemu dengannya beberapa hari lalu. Jangan khawatir, Nek. Aku akan baik-baik saja." Yerim mencoba memasang senyum terbaiknya, yang malah membuat neneknya menghela napas panjang dan meletakkan sumpit. Menatapnya dalam.

"Aku tahu apa yang terjadi sekalipun kau dan teman-temanmu itu mengatakan hal yang sama. Setiap aku menelepon Joohyun, dia selalu bilang kau baik-baik saja, padahal kau sedang sakit. Aku tahu kau sering sakit, daya tahan tubuhmu jadi lemah. Tidak perlu berbohong pada nenekmu yang sudah puluhan tahun hidup ini."

Yerim terdiam. Meletakkan sumpit. Nafsu makannya mulai hilang. Bukan karena sebal pada neneknya, tetapi sikap neneknya ini mirip seperti ibunya dua tahun lalu, saat ia harus dibawa ke rumah sakit karena kelelahan selama persiapan comeback. Kurang lebih, beginilah suasana ketika ibunya mengomelinya panjang lebar di ruang rawat.

"Apa kau yakin dengan keputusanmu ini, Rim-ah? Tidak ada lagi yang bisa kupercaya untuk memantaumu selain teman-temanmu di sana. Mereka bahkan memutuskan tetap berada di asrama padahal mereka bisa pulang ke rumah masing-masing."

Yerim menghela napas, tahu ke mana arah pembicaraan ini sedari tadi. Yerim mendapat bocoran dari Song Joon kalau sebenarnya neneknya tidak begitu setuju jika ia kembali bekerja sebagai artis. Sang nenek tahu selama ini Yerim melalui perjalanan yang panjang dan melelahkan. Oleh sebab itu tidak ingin lagi melihat Yerim berlelah-lelah. Sudah cukup. Lebih baik melanjutkan kuliah dan hidup seperti orang biasa, itu yang diinginkan sang nenek.

"Aku sudah memikirkannya baik-baik, Nek. Kontrakku belum habis. Aku masih punya dua tahun untuk bekerja keras dan mengumpulkan tabungan lebih banyak. Aku juga sudah memikirkan untuk melanjutkan kuliah setelah itu. Kita bisa pindah ke tempat yang lebih nyaman. Bukankah Nenek tahu kalau aku suka suasana tepi pantai? Kita bisa hidup tenang setelah itu." Impian yang tadinya ia simpan akhirnya harus ia utarakan agar neneknya tidak lagi mencemaskannya. Tanpa sadar air mata pun mulai menggenang di pelupuk matanya. Yerim tidak boleh menangis malam ini, dirinya harus dalam keadaan yang baik karena besok adalah penampilan pertamanya.

EPOCH [Kim Yerim]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang