9 - Still

592 49 12
                                    

Sehun melihat sosoknya.

Di ujung jalan itu, ia melihat sosok yang sudah lama tak ia lihat. Sosok yang terkadang ia rindukan, dan masih hidup di dalam hatinya hingga sekarang. Tak pernah terbesit di benaknya sedikit pun bahwa ia akan dipertemukan kembali dengannya; meskipun ia hanya melihatnya dari kejauhan.

Sosok itu terlihat baik-baik saja. Dia masih sama seperti terakhir kali ia melihatnya, atau bahkan lebih baik dari itu. Melihat itu, Sehun hanya bisa tersenyum simpul. Ia menyempatkan diri untuk menatap ke sana sekali lagi, sebelum pada akhirnya berbelok dan memasuki kedai kopi langganannya.

.

.

Jongin melihatnya lagi, setelah sekian lama.

Di tengah-tengah waktu santai yang ia nikmati setelah pulang kerja, bersama teman-teman kerjanya di sebuah kedai tteokbokki dekat kantor mereka yang terletak di ujung jalan itu, ia melihatnya lagi. Entah sudah berapa musim ia lalui tanpanya, Jongin tidak terlalu menghitungnya. Yang pasti, sudah bertahun-tahun lamanya ia tak melihat wajah itu.

"Bibi, kali ini Jongin yang traktir!"

Mendengar namanya disebut, ia mengalihkan pandangannya pada temannya yang satu itu. "Apa? Gajiku belum cair, tau! Biar Moonkyu saja yang bayar."

Yang bersangkutan ikut-ikutan protes, sesaat kemudian mereka kembali tertawa lepas bak remaja SMA yang tak punya beban. Setelahnya, Jongin kembali mencari keberadaannya di titik ia menemukannya tadi, namun nihil. Dia sudah pergi dalam kurun waktu sesingkat itu.

"Ada apa? Apa yang kau lihat?" tanya seorang temannya yang tampaknya menyadari keterdiaman Jongin di antara teman-temannya yang berisik itu.

"Ah... tidak ada. Aku berpikir untuk mampir ke kedai kopi itu sebelum pulang."

.

.

.

"Ini pesanan Anda."

Sehun kembali ke dunia nyata setelah sang penjaga kasir secara tersirat menyuruhnya untuk segera menjauh dari antrian dengan mengambil pesanan kopi sorenya. Setelah membayar dan mengucapkan terima kasih, ia melenggang pergi dari sana.

Sesaat setelah menjejakkan kakinya di atas pelataran kedai tersebut, ia tak bisa menahan diri untuk tidak memalingkan kepalanya ke ujung jalan tadi. Namun ia harus menelan rasa kecewanya ketika ia tak mendapati sosok itu. Helaan napas beratnya mengiringi langkahnya yang pelan. Mungkin memang sudah begini seharusnya. Mereka tak seharusnya dipertemukan kembali. Yang tersisa di antara mereka hanyalah kenangan-kenangan manis yang selalu membuatnya bernostalgia.

Dan kalau sudah seperti itu, yang bisa ia lakukan hanyalah pasrah dan menerima segala yang terjadi pada jalan hidupnya. Menyerahkan segalanya kepada permainan takdir.

Pikirannya berkelana selagi dirinya menapaki jalan setapak itu, yang akan mengarahkannya pada halte bis yang sedang ia tuju sambil sesekali menyesap kopinya yang kini tersisa setengah.

Terlalu sibuk dengan pikirannya, ia tak menyadari bahwa sedari tadi ada seseorang yang mengejar dirinya. Ia hampir saja berteriak karena kaget dan melempar kopi yang ada di tangannya ketika ia merasakan tarikan kuat di pundaknya.

Kini, di depannya berdirilah sosok itu. Sosok yang sempat ia lihat di kedai tteokbokki di ujung jalan itu. Sosok yang sudah lama tak ia jumpai.

Sosok yang pernah--dan sepertinya, masih--ia cintai.

Dengan napasnya yang tak beraturan, sosok itu masih mencengkeram erat pundaknya dan menatap ke dalam matanya. Pikirannya membeku, ia tak bisa memberikan respon yang berarti selain balas menatap ke dalam keping hangatnya yang bersinar karena cahaya mentari sore.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 07, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

• Petite Histoire | Kaihun •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang