Kotak 17; Pilihan Ganda Soal Rasa

175 38 1
                                    

Langkah kaki para karyawan mulai tergesa saat memasuki ruang meeting. Tapi, atasan yang mereka kenali tak ada. Hanya ada Lintang yang berada di sana. Dan duduk di tempatnya.

Berbagai pengaruh Lintang rangkum menjadi satu untuk ia laporkan kepada Badar. Sesuai laporan yang ia dapat, penurunan saham terjadi karena ada salah satu karyawan yang menyamar. Saingan bisnis Bastala memang tidak pernah main-main dalam hal menjatuhkan. Apalagi saat Bastala sudah tak ada. Badar yang akan keteteran dalam mengurus semuanya.

Begitu meeting selesai, Lintang segera menghampiri Baskara dan Zandhika di ruangannya. Kedua pemuda itu sudah mengganti pakaian, hasil dari desakan Lintang. Hujan baru saja reda--ah belum, masih menyisakan gerimis sebagai pertanda.

"Gimana, Om?"

Raut wajah Baskara tampak cemas. Ia mencemaskan semuanya. Tentang keadaan Badar, juga perusahaan yang telah Bastala siapkan untuk ia dan kakaknya.

"Ada yang nyamar, Bas."

Zandhika bertepuk tangan.
"Apa gue bilang? Bener, 'kan? Ini tuh udah sering terjadi juga, 'kan? Lagian, saingan bisnis mendiang ayah lo itu gak pernah ragu buat maju menjatuhkan, Bas. Udah berapa kali saham turun dalam setahun ini?"

"Lima, Zan. Bertubi-tubi banget, lho. Pantes Kak Ala sakit," jawab Lintang.

Baskara menghela napas gusar.
"Om? Bantu Kak Badar balikin saham, ya? Setidaknya sampai stabil."

Lintang mengangguk setuju.
"Kamu tenang aja, Bas. Badar kaget doang. Bentar lagi juga ke sini."

Tepat selesai mengucapkannya. Pintu ruangan terbuka, Badar berdiri di sana dengan tubuh yang basah. Raut wajahnya begitu datar, tidak berseri seperti biasanya. Ia berjalan pelan hingga tubuhnya ambruk bersamaan dengan teriakan Baskara yang semakin cemas.

.
.

Kamar inap piv nomor 4 itu sepi. Selain Badar yang belum sadar, Baskara tertidur begitu pulas. Dalam mimpinya, ia bertemu dengan mendiang kedua orang tuanya. Keduanya hanya tersenyum tanpa mengucapkan sepatah kata apa pun. Namun, tiba-tiba saja Bastala menghampirinya; menepuk kedua pundaknya dengan tersenyum tanpa beban.

"Ujian itu datang lagi, ya? Jangan panik, Bas. Karena kalau kamu sama Badar lulus, akan ada hadiah yang kalian terima."

"Apa, Yah?"

"Kunci yang buat kamu terjebak akan terbuka."

Hhhh...
Baskara mengatur napasnya yang terasa sesak. Semenjak kepergian Bastala, baru kali ini Bastala hadir ke mimpinya. Apalagi kalimat yang diucapkannya membuat Baskara kepikiran. Apa ya maksud dari ucapannya?

"Bas?"

Baskara menoleh. Badar telah bangun dengan posisi duduk dan menatapnya.

"Lo kenapa?" tanyanya.

"Mimpi ketemu mereka, Kak."

"Ayah sama Bunda?"

Baskara mengangguk pelan.
Reaksi yang diberikan oleh Badar pun malah tawa yang begitu sinis.

"Gue lemah banget, ya, Dar? Gue gak ada jiwa pemimpinnya sama sekali. Gue sering ngatain lo cengeng padahal nyatanya gue gak kalah cengeng."

"..."

"Udah dua kali gue tumbang dalam sebulan ini. Alasannya ya karena gue lemah."

"Lo gak lemah, Kak. Lo cuman kag --"

"Gue lemah, Bas. Gue juga sadar kalau gue terlalu lalai sama kerjaan. Gue terlalu senang sama Sabitah sampai lupa tugas gue. Gue gak bertanggung jawab banget, 'kan?"

#2 ' Terjebak Dalam Kotak'✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang