Hampir dua jam Badar bersama Sabitah. Keduanya asyik menatap langit yang sangat cerah tanpa awan menggantung di atas sana.
Badar menyunggingkan senyuman tipis, begitupun dengan Sabitah yang menggenggam tangan kiri Badar begitu erat. Tak ada percakapan yang keduanya lakukan setelah perdebatan panjang di mobil dua jam yang lalu.Hingga ...
"Mau sampai kapan di sini?" tanya Badar.
Sabitah mengeratkan genggaman.
"Boleh gak, sih, diem di sini dan mengabaikan semuanya?"Badar menggeleng kecil.
"Masalah itu harus dihadapi, Bi.""Hhh, rasanya lega, ya, Dar? Walaupun kita gak tahu apa yang terjadi nanti di depannya."
"Baskara pernah bilang: kadang yang diinginkan untuk terjadi di kehidupan itu jarang terkabul. Dan tentunya dengan adanya sebuah alasan," ujar Badar.
"Kalau gak terkabul?"
"Abaikan aja kalau aku lupa."
Badar kemudian tergelak hingga sulit menghentikan tawa. Sabitah ikut tertawa. Keduanya menjadi tenggelam dalam tawa hanya karena alasan sebuah kata lupa.
.
.Hujan.
Baskara berdiri di depan toko dengan tangan kanan yang menerima rintikan air yang turun dari langit. Sesekali pandangannya menengadah untuk memastikan rintik itu mulai berkurang. Namun, malah semakim deras.Genangan di telapak tangannya pun semakin banyak. Bahkan, kini sudah penuh dan turun ke tanah. Baskara menghawatirkan Badar yang pergi ke kantor secara terburu-buru. Semenjak pulang dengan Sabitah. Baskara tak berani bertanya apa yang telah mereka lakukan. Dan hujan kali ini, malah membuat Baskara tidak tenang. Seperti ... akan ada sesuatu hal buruk terjadi di masa depan.
Sabitah tidak masuk kerja. Katanya kelelahan karena pulang malam. Di dalam hanya ada Zandhika yang sedang menikmati musik-musik kesukaannya dengan segelas kopi panas dan selimut tebal yang melingkari tubuhnya. Sesekali ia bersenandung mengikuti alunan suara si penyanyi yang jujur saja tak Baskara kenali.
Sadar tangannya mulai basah. Baskara menghempaskan genangan itu hingga menbentuk percikan-percikan di tanah. Baskara tersenyum tipis. Perasaannya tenang, kemudian tidak tenang. Ada apa, ya? Apa menyangkut kehidupannya?
Baskara melangkahkan kaki untuk masuk ke dalam. Namun, suara dering ponselnya yang begitu nyaring menghentikan langkahnya untuk masuk ke dalam. Panggilan dari Lintang, membuatnya semakin tak tenang.
"Kenapa, Om?"
"..."
Kedua bola mata Baskara membulat sempurna. Sungguh, ia tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Lintang hingga kembali bertanya,
"saham perusahaan turun? Kok bisa, Om?""Badar bilang ke Om kalau itu salah dia, Bas. Jujur. Om aja gak ngerti kenapa bisa kayak gini."
"Bentar, Om. Gini aja ...,"
Baskara melirik air hujan yang turun semakin deras.
"Kalau hujannya udah reda. Baskara usahain ke sana temuin Kakak juga Om."
"Bantu, ya, Bas?"
"Iya, Om tenang aja."
Baskara membuka pintu dengan gusar. Zandhika yang berada di sofa tepat menghadap pintu masuk dan keluar pun menjadi penasaran.
"Kenapa?"
"Saham perusahaan turun," jawab Baskara.
"Kok bisa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
#2 ' Terjebak Dalam Kotak'✓
ChickLitTernyata kita sama. Sama-sama terjebak dalam kotak. Kotak yang berisikan masa lalu penuh liku. ©prdsty,2020 [10/8/2020#1Kotak] [10/8/2020#3It's Okay To Not Be Okay]