Kotak 5; Lama Tidak Merasa

196 25 1
                                    

Dapur begitu terdengar kacau. Teriakan saling bersahutan karena Badar yang terus berteriak ketakutan terciprat minyak panas. Di sampingnya, Baskara hanya bisa menertawakan. Tingkah konyol Badar itu telah kembali setelah tenggelam beberapa saat.

"Pantesan Aimee bilang lo gak pernah mau masuk ke dapur," ucap Baskara sambil tertawa.

Bastala menggelengkan kepala.
"Badar? Jangan loncat-loncat kayak gitu. Lagian kamu cuman goreng telor, gak akan nyiprat."

"Yahhh ...," rengeknya.

Baskara dan Bastala kompak tertawa. Benar, Badar itu sebenarnya begitu menggemaskan. Dan itu tidak berubah sedari dulu.
Baskara semakin tertawa saat telur yang dimasak oleh Badar mengalami kegagalan yang sangat parah.
Bastala menggelengkan kepala pelan, dia menggantikan Badar dengan dirinya yang akan memasak untuk makan malam. Salahkan saja Baskara yang begitu enggan memasak.

"Pak? Yang enak, ya? Gak pake lama."

Tawa kembali menggema. Kali ini Badar pelaku yang membuatnya. Kebersamaan benar-benar terasa setelah ketiganya saling mengungkapkan. Ternyata benar ya, jangan terlalu mempersulit diri dengan embel-embel bisa mengatasi semuanya sendiri.

Begitu masakan Bastala telah jadi. Ketiganya berkumpul di atas lantai tanpa alas. Sudah lama mereka tidak merasakannya. Andai saja Mentari masih ada, rumah akan semakin ramai dengan celetukan puitisnya.

"Yah? Besok kerja, gak?" tanya Baskara.

Bastala tampak berpikir. "Besok harus kontrol dulu."

"Kita temenin, ya? Biar kita juga tahu, Yah," ucap Badar.

"Sebenernya kalian gak perlu tahu lebih. Cukup temani ayah saja."

Badar melirik Baskara yang malah melamun. Ingin menegur, namun Badar tidak ingin ikut campur. Mungkin saja Baskara sedang memikirkan sesuatu.

Perkiraan Badar memang benar. Baskara merasa Bastala berbeda saat dengan dirinya dan Badar. Saat dengan dirinya, Bastala tak pernah tertawa lepas. Raut wajahnya selalu dingin, tingkahnya selalu seperti monster. Tapi, saat Badar datang kembali. Bastala seakan kembali kepada jati dirinya yang sebenarnya. Raut wajahnya begitu cerah; seperti tak ada beban pikiran, tingkahnya juga tidak seperti monster, justru terlihat seperti sosok yang sangat ramah.
Apa semuanya terjadi karena Badar?

Baskara terlalu terhanyut dalam pikirannya hingga lupa dengan makanannya. Jika Bastala tidak menegurnya, mungkin saja Baskara akan ditinggalkan sendirian.

Setelah selesai makan malam. Baskara segera memasuki kamarnya. Perasaanya merasa dongkol saat melihat kedekatan Badar dan Bastala. Jujur saja, Baskara memang senang saat Badar memutuskan untuk kembali tinggal. Dia juga sudah lama tidak merasakan ramainya rumah.
Tapi, Baskara terus teringat Bastala. Apa Bastala hanya membutuhkan Badar? Tidak dengannya yang selama ini menemaninya.

Saat Baskara sedang memikirkan hal yang menurutnya aneh, Badar memeluk tubuh Bastala dari samping. Sudah lama sekali dia merindukan Bastala. Namun, ketakutannya selalu membesar saat Badar mempunyai niat untuk pulang. Baginya, Bastala dan Baskara adalah rumah.

"Yah? Udah lama, ya?"

Bastala mengangguk pelan; memperlakukan Badar seperti anak kecil.
"Besok, kamu temenin ayah, ya?"

Badar mengangguk. "Nanti Badar sama Baskara."

"Makasih, ya?"

"Atas apa?"

"Sudah kembali menjadi penerang."

"Itu 'kan udah seharusnya," sahut Badar.

Bastala mengusap rambut Badar dengan penuh ketenangan. Ia menyadari jika sikapnya berubah karena kehadiran Badar. Ia juga menyadari jika Baskara menyadarinya.
Setelah ini, Bastala akan menghampirinya. Melonggarkan pelukan, Bastala meminta izin untuk menemui Baskara di kamarnya; memerintahkan Badar untuk tetap diam di ruang tengah.

#2 ' Terjebak Dalam Kotak'✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang