4

530 107 36
                                    

Happy reading.

*** 

Tak memiliki asisten rumah tangga, Haura harus mengerjakan semua pekerjaan rumah sendirian. Ia selalu bangun sebelum azan Subuh berkumandang. Mandi, shalat Subuh, mem-vacuum lantai, masak sarapan, menyeduh kopi untuk Hatim, susu untuk Yaya, dan jus buah untuk dirinya sendiri.

Setelah meja makan terpenuhi oleh sarapan, Haura kembali berkutat dengan setrika panas dan pakaian kerja mereka serta seragam sekolah Yaya. Tak sampai di sana, ia kembali mengurus Yaya dengan menyiapkan peralatan sekolah, menguncir rambutnya, memasang sepatunya, dan terakhir menyiapkan bekalnya. Tak jarang ia kembali berkeringat dan terpaksa mandi untuk yang kedua kalinya di pagi hari.

"Yaya sarapan sendiri, ya? Mama mau beresin tas Mama dulu."

Haura bergegas ke kamar, mengambil tas, kunci mobil, serta kardigan. Sebelum pergi mengantar Yaya ke sekolah dan ke tokonya sendiri, tak lupa Haura memastikan alarm di nakas kamarnya telah di setel ke pukul 10 pagi.

Mendengar mobil Haura meninggalkan halaman rumah, Hatim membuka mata, kemudian bangkit. Ia tak bisa kembali tertidur ketika Haura bolak-balik mem-vacuum lantai kamar mereka dan merapikan pakaian kotor Hatim yang berserakan.

Tanpa Haura sadari, Hatim melihat Haura dengan tergesa-gesa mengenakan pakaiannya, memoles wajahnya dengan bedak, bahkan hampir lupa melepas rol rambutnya. Diam-diam Hatim tertawa, lalu kembali pura-pura tidur saat Haura berbalik ke arahnya.

Jam masih menunjukkan pukul 7.15 pagi. Masih sekitar 3 jam untuk dirinya bersiap ke kantor. Sementara itu, ia beranjak ke ruang makan. Membuka tudung saji dan melihat nasi goreng sotong, telur mata sapi di piring terpisah, serta ada roti bakar lapis dengan keju mozarela yang Haura buat untuk bekal Yaya. Haura sengaja buat dua porsi jika Hatim ingin memakannya sebagai sarapan.

Mengambil roti bakar dan kopi buatan Haura, Hatim membawanya ke teras depan. Ia menikmati mentari pagi yang cukup cerah pagi ini sembari berolahraga. Ia berlari di sekitar halaman, merenggangkan tubuh, push up, scott jump, sit up, setelah itu ia menyantap roti dan kopinya di kursi teras.

Merasa butuh air dingin, Hatim beranjak ke dapur, membuka lemari es dan mengambil air botol yang selalu Haura siapkan. Ketika lemari es ditutup, tanpa sengaja Hatim melihat deretan botol kaca di celah lemari es. Salah satu botol diambil, kemudian membaca tulisan yang tertera.

"Jamu penyubur rahim."

Wajah Hatim mengetat usai mengetahui isi botol tersebut. Tanpa basa-basi ia langsung mengambil tiga botol jamu tersebut kemudian dibuang ke tempat sampah di luar pagar mereka. Hatim tak peduli jika jamu itu dibeli dengan harga mahal, dan membiarkan petugas kebersihan membuang botol-botol itu ke pembuangan akhir.

Hatim menggeram, "Ingin hamil, heh?" ia tersenyum sinis, "Nggak akan ada anakku yang lahir dari rahim wanita seperti kamu," matanya berkilat, "Pembunuh."

***

"Kita kebanjiran orderan hari ini, Bu."

Tiba di toko bunga miliknya, Haura menerima kabar baik dari salah satu karyawannya. Toko bunga miliknya tak selalu ramai pembeli. Orderan menumpuk hanya ketika ada pejabat naik pangkat, ucapan selamat atas pernikahan pejabat atau keluarga pejabat, bela sungkawa atas meninggalnya pejabat, dan ucapan-ucapan lainnya.

"Siapa naik jabatan kali ini?" tanya Haura sembari meletakkan tasnya ke meja. Ia bergabung bersama empat karyawannya dan ikut merangkai bunga papan ucapan selamat.

"Bukan naik jabatan, Bu. Tapi, naik ranjang," bisik Sasa, karyawan Haura.

"Ha?" Haura tercengang, sementara karyawan lainnya terkikik menertawakan bos mereka tersebut.

Gloomy LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang