Dingin membekukan jiwa setiap orang
yang berdiri di sana. Pakaian tebal tak
cukup untuk menghalau dingin itu.
Salju menyerang dengan hebat saat dua raga yang telah tersegel dalam peti di masukkan dalam tanah.Tak ada suara lain, hanya ada tangisan.
Luka.
Putus asa.
Pilu. Menyerang begitu cepat.
"Setidaknya. Lihat aku menikah dulu
kalau kau mau pergi. Aku bahkan baru
mau menjemput bahagiaku. Sasuke."
begitu singkat. Rasanya Itachi tak
mendapatkan moment apapun dari
Sasuke semenjak adiknya itu berubah.
Banyaknya jarak serta diamnya Sasuke
selama ini tak mampu mengubah
kerenggangan hubungan mereka. Dan kini, saat ini, hari ini semua telah berakhir.Tragedi menghapus segala luka demi
meninggalkan pilu."Inikah yang terbaik?" sejak kemarin Ino tak mau bersuara karena menyalahkan kerja pita suaranya agar mencegah Sakura pergi waktu itu. Detik ini dia membuka suara. Jika takdir telah berbicara siapa yang bisa menentangnya? Tak ada seorangpun. Termasuk dirinya yang lemah.
Itachi menariknya. Memeluknya di tengah serangan salju yang telah membekukan raga. Mencari kehangatan di dalam dirinya, begitu juga sebaliknya."Setidaknya mereka bahagia di sana kan?" hanya ada pertanyaan yang tercipta. Itachi sendiri tak bisa melakukan apapun. Menutup mata rapat saat suara tangisan Karin begitu mendominasi. Menghapus keheningan dengan teriakan kecewa.
Karin telah kehilangan arah. Hidupnya
terasa terbawa oleh kepergian Sakura.
"Sakura hikss... Sakura!!" karena semua
yang ada di sana tau. Bukan hanya Karin yang terluka.Sakura..,
.
"Oi, bangunlah. Berapa lama kau di sana?"
Suara itu terdengar samar-samar. Di saat pikirannya masih melayang di tengah salju putih yang membentang. Menelisik daun telinga yang rasanya begitu kaku hanya untuk mendengarkan dan suara itu kembali
terdengar. Membuyarkan penglihatannya pada dua pusara yang berdampingan dan masih terlihat baru juga wangi."Kau tidak lelah?" dan mata itu terbuka. Membiarkan cahaya menyentuh oniks. Menerima sinar ruangan yang terasa menyakiti retinanya. Bagaimana tidak?
Mata itu sudah tertutup sekian lama."Nah begitu lebih baik."
Oniksnya bergerak menatap pemilik suara. Rasa penasarannya mengganggunya, seketika kesadarannya perlahan
menguasai diri."Yo Sasuke." bibir lelaki itu tertarik.
Mengusap surai merahnya ketika
menantang oniks yang menatapnya
bingung."Ga-Gaara?" hingga suara atau lebih
tepatnya bisikan terdengar.Kepala merah itu mengangguk. Tak perlu bersuara untuk menjawabnya.
Sasuke menggerakkan tubuhnya dengan pelan. Kaku terasa menyelimuti sebagian tubuhnya. Ia mengalihkan tatapannya hanya untuk menatap biru muda dan putih di ruangan yang di tempatinya.
Kemudian kembali ke wajah Gaara. "Ini. Rumah Sakit?""Bukan. Ini surga." jawaban Gaara
terdengar begitu santai.Benarkah? Lalu kenapa Sasuke merasa
dirinya di dunia? Telinganya memang tak bisa mendengar suara apapun selain suara Gaara di ruangan itu. Oniksnya hanya menangkap rangkaian bunga di atas meja samping ranjangnya. Juga pakaian hijau
pudar di tubuhnya."Jangan bercanda." seketika oniksnya mengkilap menatap Gaara.
"Kau tau. Lalu kenapa kau bertanya?"
mata jade itu awas menatap Sasuke yang berusaha duduk. Dirinya akan bergerak saat lelaki itu merasa sakit di bagian tubuhnya namun Sasuke menahannya dengan baik. Ada luka yang masih belum pulih di sana. Gaara cukup salut atas pertahanan Sasuke pada rasa sakitnya sendiri. Atau memang raga itu telah kebal oleh serangan luka?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Wound
General Fiction(Sequel of "Are You Oke?") Takdir mempertemukan mereka di sebuah kesalahan. Lalu berbuah luka yang tiada akhir meski dinding yang menghalangi telah runtuh. Dinding baru yang muncul bernama kesalahpahaman membuat mereka terpisah lima tahun. Menitip...